Rabu, 21 November 2012

MENIMBANG KEBIADABAN ZIONISME ISRAEL DI GHAZA



Ust. Hefni Zain

            Lagi dan lagi, umat Islam di seluruh dunia menyaksikan kebrutalan kaum Zionis  terhadap kaum Muslim di ghaza. Setiap hari, jet-jet tempur beserta tank-tank Israel membunuhi warga Muslim. Dunia mengutuk serangan Israel itu. Tetapi, semuanya tidak berdaya, tidak mampu mencegah kebrutalan Israel. Padahal, dari segi hukum internasional, aksi Israel yang menyerbu Ghaza jelas-jelas tidak dibenarkan.  Tetapi, kaum Zionis Israel tidak mempedulikan hal itu. Mereka merasa lebih kuat, dan menganggap remeh protes dunia Islam terhadap kebrutalan mereka. Hari-hari ini,  Israel bahkan menyerang penduduk sipil,  sehingga membunuh ratusan warga Ghaza  diantaranya adalah wanita dan anak-anak . Seketika itu kemudian dunia mengecam Israel. Tetapi, tetap saja, hal itu tidak mampu menghentikan kebiadaban kaum Zionis Israel.
         Sejauh ini, dunia Islam, sejauh ini, hanya mampu melakukan protes, menangis, mengeluarkan resolusi dan kutukan demi kutukan. Tetapi, tidak ada yang digubris oleh Israel. Sepertinya, Israel sudah hafal langgam kaum Muslim. Jika dibantai atau dipecundani, kaum Muslim akan marah dan melakukan aksi demontrasi. Setelah itu, lama-lama lupa pada masalahnya, lalu diam. Megapa umat Islam begitu mudah untuk diperdaya dan dipecundangi ? Tidak adakah kemuliaan bagi kaum Muslimin? Padahal, dalam Al-Quran, Allah swt menjamin :  “Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, karena kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran: 139).

A. Kebiadaban Zionisme Israel Tak terlukiskan
Sungguh sangat sulit menggambarkan dengan kata-kata kebiadaban zionis Israel atas bangsa Palestina, sebab kemaha biadaban, ektra brutal dan super sadis yang mereka lakukan atas penduduk Palestina tidak  lagi  berada dalam ukuran “manusia”, kemaha sadisan itu dilakukan oleh IDF (Angkatan bersenjata zionis Israel) yang telah kehilangan watak kemanusiaannya. Maka sebagaimana  disampaikan James Rohn (seorang profesor sosiologi pada John Hopkins University), bahwa siapapun yang masih merasa sebagai manusia yang menyaksikan kekejian itu tidak terperanjat dan spontanitas mengutuknya, pastilah ia bukan manusia kendati berbentuk manusia.
Chris Hedges, seorang kepala biro Timur Tengah The Times dalam wawancaranya dengan NPR menyebutkan “Saya pernah melihat  anak-anak dibrondong peluru di Sarajevo, saya juga telah melihat tentara kematian membantai keluarga-keluarga di Aljazair dan di El Salvador, namun saya belum pernah melihat kebiadaban tentara mencincang anak-anak dan bayi, menelanjangi para wanita dan memperkosanya beramai-ramai, lalu mereka membunuhnya untuk sebuah kesenangan. Mereka juga membongkar dengan bayonet perut wanita hamil dan mempermainkan oroknya yang penuh darah, bahkan ada seorang pria tak bersenjata yang sudah menyerah, kepalanya dibrondong dengan 47 peluru. Bagi Hedges, krisis Gaza merupakan kebiadaban terdahsyat dalam sejarah bentrok Israel Palestina sejak tahun 1967.
Dalam sebuah berita berjudul “Israeli Army Accused of Atrocities, The Los Angeles Times melaporkan bahwa mustahil menyebut angka pastinya, tapi ratusan warga sipil Gaza termasuk anak-anak dan perempuan telah dibantai dengan super sadis, bagi tentara zionis Israel, seluruh rakyat Palestina adalah sasaran. Mereka tidak peduli apakah orang-orang yang mereka temui itu anak-anak, perempuan, atau orang berusia lanjut. Para zionis menganggap pembersihan etnis seperti ini sebagai hal penting untuk mendirikan negara Israel. Setiap saat bertemu dengan warga gaza, tentara zionis berseru “Laktasour Otem,” yang berarti “Bereskan mereka!” lalu para maniak itu  mulai membantai dengan penuh kesenangan. Maka tidak heran bila di Gaza hari ini kita menyaksikan pemandangan yang sungguh menggetarkan, tubuh-tubuh tak berkepala, anak-anak yang dipotong-potong badannya, dan perut wanita yang terburai. Di Gaza hari ini, hampir mustahil menemukan sebuah keluarga yang tidak kehilangan anggota keluarganya karena peluru Israel, belum lagi yang lumpuh atau cacat. Dan yang paling menyakitkan, tatkala tentara-tentara zionis yang maniak itu berjingkrak sambil terkekeh-kekeh di atas ratusan mayat yang baru saja mereka bantai.
Gideon Levy, seorang penulis untuk surat kabar Israel Ha’aretz menyebutkan, Menurut ideologi  zionis, tidak boleh ada unsur asing apa pun di “tanah terjanji.” Oleh karena itu tidak ada halangan membunuh anak-anak atau bayi sekalipun dalam buaiannya. Heilburn, mantan walikota Tel Aviv, menyatakan "Kita harus membunuh semua orang-orang Palestina kecuali mereka tunduk tinggal di sini sebagai budak." Karena itu hampir tidak ada hari tanpa darah tertumpah dari orang yang tak bersalah di Gaza. Tentara zionis Israel secara terencana menghancurkan penduduk Gaza. Desa-desa dibom, rumah-rumah dimusnahkan, dan ladang-ladang dibakar. Sementara kekejaman ini muncul di media internasional dari waktu ke waktu. Tetapi sungguh menyedihkan, para pemimpin dunia hingga kini masih belum cukup bertindak.

B. Doktrin yang disalah tafsirkan
Bangsa Yahudi awalnya boleh jadi merupakan bangsa yang terhormat, mereka adalah penghuni tanah para Nabi, namun  karena wataknya yang arogan, merasa spisies unggul pilihan Tuhan, dan selalu ingin bermusuhan dengan yang lain, maka sejak 700 tahun SM mereka selalu terusir dan dijadikan budak belian, bahkan akhirnya menjadi korban pembantaian besar-besaran Adolf Hitler Jerman. Karena itu mereka selalu memimpikan negeri nenek moyang sebagaimana dijanjikan dalam kitab Talmut. Kemudian sejak tahun 1882 mulailah mereka melakukan migrasi ketanah yang dijanjikan (Promised land) Palestina dan tahun-tahun berikutnya para pendatang yahudi (aliya) jumlahnya terus bertambah.
Menurut Yousef Haikal Salah satu penyebab kemaha biadaban zionis Israel terhadap penduduk Gaza dan dan Palestina pada umumnya adalah bersumber dari watak arogan yang didukung oleh doktrin ideologi zionis yang keblinger. Mereka mendasarkan tindakan brutalnya pada kitab Yosua yang sudah diputar balikkan, berdasarkan kitab  diatas mereka menganggap diri mereka sebagai (1) orang-orang pilihan (2) orang-orang yang unggul, dan (3) orang-orang yang dilebihkan dari etnis lainnya.
Memang dalam Al-Qur'an disebutkan “Hai Bani Israil, ingatlah akan ni'mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat. (QS.2 : 47), Juga pada Qs. 45 :16 “ Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezki-rezki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). Tetapi ayat-ayat ini tidaklah menyiratkan "orang pilihan" seperti yang dipahami orang-orang Yahudi radikal. Ayat-ayat tersebut menunjukkan kenyataan bahwa banyak nabi-nabi yang datang dari keturunan ini, dan bahwa orang-orang Yahudi memerintah di daerah yang luas pada saat itu. Ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa dengan berkat kedudukan kekuasaan mereka, mereka "lebih diutamakan di atas semua manusia lain." Tetapi tatkala mereka menolak Isa, keutamaan itu pun berakhir.
Al-Qur'an menyatakan bahwa orang yang terpilih tersebut adalah para nabi dan orang-orang beriman yang Allah tunjuki kepada kebenaran. Ayat-ayat tersebut menyebutkan bahwa para nabi itu telah dipilih, ditunjuki jalan yang benar, dan diberkati (Qs.19 : 58),  Namun orang-orang Yahudi radikal, meyakini "orang yang terpilih" sebagai ciri kebangsaan sehingga mereka menganggap setiap orang Yahudi terlahir unggul dan bahwa Bani Israil selamanya dianggap unggul dari semua manusia lainnya. Semakin parah, tatkala “perasaan unggul” tsb dijadikan motivasi untuk melakukan kekejaman atas bangsa lain." Untuk tujuan ini, para Zionis membenarkan perilaku mereka melalui kebencian-kebencian turun-temurun yang bisa ditemukan dalam Talmud. Menurut pandangan ini, hal yang lumrah bagi orang-orang Yahudi untuk menipu orang-orang non-Yahudi, untuk merampas hak milik mereka, bahkan jika diperlukan, membunuh mereka, termasuk wanita dan anak-anak.
Disamping itu ajaran zionis juga menyebutkan bahwa kembalinya orang Yahudi ke Palestina merupakan sebuah “tujuan suci” dan perang yang dilancarkan mereka untuk mencapai tujuan tersebut adalah sebuah “perang suci.”  Rabbi Shlomo Goren peminpin Rabbi (pemuka agama yahudi) untuk kelompok Ashkenazic (Yahudi Eropa barat) di Israel berfatwa bahwa tindakan tentara zionis atas penduduk Palestina merupakan tugas suci keagamaan yang sesuai dengan  halakha (hukum agama Yahudi) dan perintah Yahweh (Tuhan agama yahudi). Kitab kita mengajak dengan penuh kebanggaan untuk melakukan tindakan kejam oleh Bani Israel, dibawah pimpinan Yosua atas pribumi Palestina.
Dalam karya klasiknya The Case of Israel: A Study of Political Zionism, Garaudy menyebutkan bahwa Kitab Yosua, seringkali dijadikan propaganda oleh para rabbi dalam menganjurkan perang suci bagi tentara zionis untuk melakukan pemusnahan atas penduduk yang ditaklukkan, menumpas dengan “mata pedang” segala sesuatu “baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda,” (Yosua, 6:21), Propaganda turun temurun dari para pemuka agama yahudi ini, ditambah lagi dengan ungkapan bahwa “orang-orang terpilih Israel adalah spesies unggul dari Nil hingga Eufrat” telah membentuk dasar-dasar ideologi Zionisme Israil. Perlakuan brutal tentara Israel atas warga Palestina adalah akibat langsung  dari ajaran ini.

C. Pembantaian itu harus dihentikan
Pembantaian zionis Israil  atas warga Palestina sesungguhnya sudah berlangsung sejak lama, yakni sejak zionisme pertamakali dibawa ke dalam agenda dunia di akhir abad ke sembilan belas oleh Theodore Herzl (seorang wartawan Yahudi asal Austria),  Tetapi yang populer dari catatan sejarah pembataian warga Palestina oleh zionis Israel adalah  (1) pembantaian King David, tahun 1946 yang menewaskan 920 orang (2) Pembantaian Baldat Al-Shaikh, Yehida, Khisas dan Qazaza tahun 1947 menewaskan hampir 2000 orang, termasuk anak-anak yang tak berdosa (3) Di tahun 1948 puluhan ribu warga Palestina tewas oleh pembantaian tentara zionis di Hotel Semirami,  Naser al-Din,  Tantura,  Masjid Dahmash, Dawayma,  Houla,  Salha, dan Deir Yassin, (4) di Tahun 1956  ribuan warga Palestina tewas oleh pembantaian tentara zionis di  Kafr Qasem,  Khan Yunis dan Gaza, (5) Tahun 1981 ribuan warga Palestina tewas oleh Zionis di Fakhani, (6) Pembantaian di Mesjid Ibrahimi, tahun 1994 : 2500 warga sipil tewas (7), Pembantaian di Qana, tahun 1996 : 509 tewas (8) tahun 1994 pembantaian terjadi lagi di Sabra dan Shatilla yang menewaskan ribuan warga sipil palestina, Mereka di tahun 1994 juga membantai 4000 anak-anak dengan membagi-bagikan coklat yang sudah diracuni.  Bahkan dikatakan sejak September hingga desember 2007 sebanyak 936000 orang Palestina tewas, angka-angka ini belum termasuk yang hilang tanpa bekas .
Melihat kekejian ini, saya kira umat Islam tidak boleh berdiam diri, sebab menurut Nabi saw, persaudaraan kaum muslimin ibarat sebuah bangunan, yang satu harus menguatkan yang lainnya. Kita mesti merespon teguran Allah” Mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah dan membela orang- orang lemah”. (Q.S. 4 : 75). Saat ini layak ditanyakan dimana gerangan para laskar jihad yang sering terlihat garang di negeri sendiri itu ? dimana pula para kyai yang hobi istighosah itu ? Kenapa MUI lebih suka mengeluarkan fatwa tentang rokok daripada ini ?. Pertanyaan serupa juga mesti segera diajukan kepada Amerika atau Dunia, Mengapa untuk kekejian ini, mereka tidak ngomel tentang terorisme ?.
Wahai saudaraku, mesti disadari, kendati kita mencintai perdamaian, akan tetapi ketika saudara kita diperangi. Maka Allah mengizinkan kita berperang dalam segala bentuknya (Q.S. 22 : 39). Boleh jadi anda mencibir oang-orang yang keras meneriakkan jihad sebagai pihak yang menjadikan Agama sebagai alat politik, tapi anda jangan lupa bahwa membiarkan pembantaian manusia secara besar-besaran adalah perbuatan dosa yang anda juga menanggungnya.
Kini bukan saatnya berseminar, ber talkshow atau berdiskusi sebab yang dibutuhkan saudara kita di Gaza bukan hasil seminar. Jangan hanya musuh yang dikecam, sebab umat Islam sendiri atau negara mayoritas muslim yang karena kepecikan dan ketergantungannya telah membuka jalan bagi kemenangan musuh dan kebinasaan diri sendiri. Inilah yang disebut Nabi saw sebagai : Al-Ujara’ dan Al-Mutahawwinun (Orang yang menjual dirinya kepada musuh Islam) dan (orang- orang yang tidak ambil pusing terhadap kejadian-kejadian yang sedang melanda kemanusiaan),.Padahal sangat jelas sabda Nabi saw yang menyebutkan “Barang siapa diantara kaum muslimin yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin yang lain, maka mereka bukan termasuk golongan umat ku". #

Selasa, 20 November 2012

BERBAGAI PENDEKATAN MEMAHAMI ISLAM*



Ach. Hefni Zain
A. Ilustrasi
Dalam bukunya “Manthiquth Thayr” Fariduddin Attar pernah menggambarkan sekelompok orang yang berupaya menebak sosok seekor gajah dalam kegelapan, karena gelap mereka menggunakan telapak tangan untuk merabanya. Orang pertama menyentuh belalainya kemudian dia berkata bahwa gajah itu laksana pipa air, orang kedua memegang telinganya lalu berpendapat bahwa binatang itu seperti kipas angin, yang ketiga meraba kakinya sehingga baginya gajah itu seperti pilar, dan yang terakhir meraba punggungnya spontanitas dia berkata gajah itu bagaikan singgasana, kemudian salah seorang diantara mereka mengambil lampu yang terang menderang, kini segalanya menjadi jelas bahwa kendati pendapat mereka tidak salah tetapi tidak sepenuhnya benar, cerita senada juga ditulis Sa’di dalam bukunya “Gulistan”.
Kisah diatas sengaja dikutip untuk menggambarkan pelbagai manhaj yang digunakan umat islam dalam memahami agamanya, ada yang tekstual mainded, kontekstual mainded,  ada  yang lebih mistikal dan ada juga yang lebih memilih pendekatan praktikalnya, bagi yang disebut terakhir, fokusnya adalah bagaimana menerjemahkan islam dalam realitas sosial, menurut mereka bila ada islam teoritis mesti ada islam praktis, bila ada islam konseptual, tekstual dan kontekstual mesti ada islam aktual. Dan untuk menjustifikasi manhajnya masing masing tak jarang mereka memperkuatnya dengan menforsir sejumlah ayat alquran  hadits atau menyusun setumpuk alasan dan ulasan.

B. Karakteristik Islam
Berdasarkan simantiknya, Islam adalah ajaran kemanusiaan, penyelamatan, perdamaian, moderat, tunduk patuh dan kepasrahan total kepada Allah Swt, Ia merupakan ideologi universal  yang  aturan aturannya didasarkan pada hakekat universalitas dengan  memperhatikan  basic need (al hajah al asasiyah)  manusia itu sendiri.  Karena itu Allah swt menyebut Islam sebagai agama fitroh dan menyeru kepada umat manusia agar menjaga fitroh itu tetap hidup (Qs. 30 : 30), Dan dengan dasar itu pula ditegaskan bahwa kehadiran  islam dimaksudkan sebagai rahmah bagi sekalian alam    (Qs. 34 : 28,   21 :107 dan   7 : 158).
            Sedangkan karakteristik utama dari ajaran islam menimal ada empat,yakni : Ilahiyah,  Insaniyah,  Syumuliyah    dan wasathiyah. Disebut universal, karena Islam -- baik sebagai sikap tunduk patuh kepada Allah yang maha agung  maupun sikap harmoni  terhadap makro kosmik -- merupakan pola wujud (mode of existence) seluruh alam semesta. Diutusnya para Rasul mulai dari Adam as sampai Muhammad saw yang datang silih berganti dalam sejarah umat manusia dimaksudkan untuk menegaskan  agar manusia jangan sampai salah pilih  sehingga menempuh jalan hidup selain sikap tunduk patuh kepada penciptanya atau hidup yang tidak harmonis dengan makhluk yang lain. Orang orang yang menempuh jalan hidup “selain” seperti dimaksud diatas,  dengan sendirinya nyata nyata melawan grand desigh ilahi, menentang nuraninya dan menentang hukum universal yang menguasai seluruh alam semesta ( Qs. Ali Imran : 83 – 85).
Disebut moderat, karena, manusia diberi kebebasan untuk menerima atau menolak petunjuk agama, dan karena itu yang dituntut adalah ketulusan beragama dan tidak dibenarkan pemaksaan agama dalam segala bentuknya,  nyata atau terselubung, besar atau sekecil kecilnya sekalipun.   Oleh karena tidak ada paksaan dalam beragama, maka dalam pemahaman agamapun tidak ada paksaan. Artinya bahwa  Islam menghargai  setiap manhaj, model dan kreatifitas manusia dalam memahami agamanya. semua agama mempunyai dasar teologis untuk menyatakan  bahwa hanya Tuhan dan wahyulah yang merupakan kebenaran absolut, ketika manusia melakukan interpretasi terhadap yang absolut itu, maka akan bersifat relatif sesuai dengan keterbatasan manusia itu sendiri, karenanya  sering dikatakan “Kebenaran agama adalah apa yang ditemukan manusia dari pemahaman akan kitab sucinya, sehingga kebenaran agama dapat beragam dan Tuhan merestui  perbedaan cara keberagamaan umatnya. Agama hanyalah “jalan” sedangkan tujuannya adalah Tuhan yang adi kuasa.
Sampai disini kita melihat bahwa model apapun yang berkembang dari improvisasi manusia dalam memahami agamanya  sesungguhnya  sah sah saja tetapi yang utama bukanlah yang menempuh banyak jalan, melainkan yang memilih jalan efektif untuk sampai pada tujuan, cinta dan taqwa  kepada Allah adalah jalan yang efektif untuk wushul ila Allah.

C. Berbagai model memahami islam
Secara normatif telah mensejarah beberapa pendekatan memahami islam yang terus berkembang hingga saat ini, antara lain :
1.      Al Manhaj al Naqli (metode tekstual),
Yakni metode yang menjadikan teks teks wahyu sebagai pegangan dalam memahami islam, menurutnya Alqur’an dan hadits telah komplit dan sempurna menyediakan pelbagai konsep dan jawaban terhadap segala persoalan keagamaan yang dihadapi manusia sejak masa Rasululloh hingga akhir zaman.
Pendekatan tekstual adalah suatu model pemahaman yang berpegang pada formal teks, berpedoman pada tradisi yang terbentuk dimasa silam dan mengikatkannya secara ketat serta menganggap ajaran islam yang mereka yakini sebagai suatu kebenaran mutlak yang tidak perlu dirubah lagi karena secara otoritatif telah dirumuskan oleh para ulama’ terdahulu secara final dan tuntas, mereka kurang suka dengan perubahan karena hawatir menimbulkan keresahan yang mengancam integrasi umat, karena itu dalam merespon tiap perubahan, model pendekatan ini terkesan hati hati (untuk tidak mengatakan lamban) dan selalu menempatkan konsep “Almuhafadatu ala al qodim  as soleh  wal ahdu bil jadidil aslah”  pada posisi bagaimana benang tak terputus dan tepung tak terserak.
Karena model pendekatan ini dalam wilayah kerjanya selalu berpegang pada fundamen fundamen pokok islam sebagaimana terdapat dalam alqur’an dan hadits atau kembali kepada  fundamen fundamen keimanan, penegakan kekuasaan politik ummah dan pengukuhan dasar dasar otoritas yang absah (Syar’iyyah al hukm), maka ia juga disebut  sebagai pendekatan fundamental.
Terdapat beberapa ciri yang melekat erat pada model ini, antara lain : pertama, memagang kokoh agama dalam bentuk harfiah (literal) dan bulat, mereka menolak hermeneutika dan upaya interprertasi kritis terhadap teks suci, karena akal dianggap tidak mampu memberikan interpreatasi yang tepat terhadap teks, kedua, prinsip utamanya adalah oppositionalism (paham perlawanan) yang mengambil bentuk perlawanan radikal terhadap berbagai ancaman yang dipandang membahayakan eksistensi agamanya. Ketiga,Perkembangan masyarakat dalam sejarah dipandang sebagai  “as it should be” dan bukan “as it is”, karena itu bagi mereka masyarakat yang harus menyesuaikan diri dengan teks suci dan bukan sebaliknya, (teks suci ditarik tarik dan dipaksa menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat). Menurutnya islam adalah agama yang universal dan holistik, ia merupakan sistem komprehensip yang mampu berkembang sendiri (mutakamil bi dzatihi), dan berlaku untuk segala waktu dan tempat sehingga tidak perlu sumbang saran sebagaimana kotak saran.
2.      Al Manhaj al Aqli (metode rasional kontekstual),
Yakni metode yang menjadikan rasio atau akal manusia sebagai alat yang paling dominan dalam memperoleh pengetahuan dan pemahaman atas pelbagai  ajaran islam, karena itu seluruh teks teks wahyu harus dibedah secara kontekstual, kritis, logis dan rasional.
Model kontekstualis menurut Harun Nasotion dapat diartikan sebagai  sebuah manhaj fikir yang memahami agama Islam sebagai organisme yang hidup dan berkembang sesuai dengan denyut nadi perkembangan manusia, karena itu didalam menafsirkan teks teks suci mereka menggunakan penafsiran yang kontekstual, substansial dan non literal.
Karakteristik yang paling nampak dalam model ini meliputi : Penekanan pada semangat religio etik,  bukan  pada  makna literal sebuah teks, manhaj yang dikembangkan mereka adalah penafsiran islam berdasarkan semangat dan spirit teks, memahami latar teks secara kontekstual, substansial dan non literal, menurut mereka hanya dengan model tersebut, Islam akan  hidup survive dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari “peradaban manusia” universal. Karena itu bagi mereka  pintu ijtihad mesti dibuka pada semua bidang sehingga memungkinkan Islam mampu menjawab persoalan kemanusiaan yang terus berubah, penutupan pintu ijtihad (baik secara terbatas atau secara keseluruhan) adalah ancaman atas islam itu sendiri, sebab dengan demikian islam akan  mengalami pembusukan.
3.      Al Manhaj al Jadili (metode dialektika),
Yakni metode yang menjadikan debat argumentatif dan uji shoheh sebagai alat  untuk menyingkap berbagai dimensi ajaran islam yang masih tersembunyi sekaligus membersihkan ajaran islam dari unsur unsur luar yang mencemarinya. Model ini menganggap bahwa  setiap bentuk penafsiran atas teks adalah “kegiatan manusiawi” yang terkooptasi oleh konteks tertentu, karena itu ia tidak terbebas dari probabilitas salah selain probabilitas benar, dan setiap bentuk penafsiran merupakan kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus berubah dan berbeda. 
Bagi mereka tafsir atas teks yang dilakukan banyak pihak adalah  bersifat  relatif, terbuka dan plural, sehingga diantara mereka boleh saling menyangkal dan akhirnya kebenaran ditentukan secara induktif melalui adu dan uji pendapat. Bagi pengguna model ini, yang diusahakan adalah terwujudnya ruang ruang dialog yang terbuka, bebas dan jujur, sebab hanya dengan tersedianya ruang yang terbuka  buat dialog, perkembangan pemikiran Islam akan berjalan secara sehat. Maka kebenaran pemahaman islam adalah ditentukan oleh valid tidaknya argumentasi atau hujjah yang mendasarinya. 
4.      Al Manhaj alDzauqi (metode gnosis),
Yakni metode yang biasa digunakan kaum sufi untuk memperoleh pengetahuan (ma’rifah) yang langsung dari Allah melalui riyadhah, daya intuitif dan cinta. Pengetahuan dan pemahaman Islam yang dicari oleh kelompok ini adalah pengetahuan dalam bentuk kesadaran dan kesaksian bathin, bila filosuf mencari ilmu al yaqin (pengetahuan berdasarkan argumentasi dan pembuktian nyata), maka seorang sufi mencari ayn al yaqin (pengetahuan berdasarkan kesaksian nyata).
Bila filosuf dalam memperoleh pengetahuan selalu menggunakan teleskop rasio, akal dan nalarnya agar dapat mempelajari asal usul dan struktur sebuah keberadaan, maka seorang sufi menggunakan qalb, tashfiyah, tahdzib dan takmil an nas guna menggerakkan seluruh wujudnya agar sampai pada substansi, esensi dan hakekat keberadaan. Bila menurut filosuf kesempurnaan fitroh yang menjadi dambaan setiap manusia terletak pada pemahaman dan pengetahuan yang tak terbantahkan karena terdapat dalil dalil pasti,  maka bagi seorang sufi kesempurnaan fitroh itu terletak pada wushul (sampai pada tujuan).
Manhaj dzauq adalah sebuah elemen penting dalam islam, bagi sebagian orang bentuk bentuknya kerapkali dianggap tak lazim dan ide idenya acapkali dianggap sulit dicerna, tetapi bagi kaum sufi sendiri, model ini dipilih sebagai jalan menerobos masuk ke sisi terdalam dari religiusitas islam, sebab  mereka kurang puas dengan bentuk penghayatan agama yang bersifat  formalistik. Cinta merupakan karakter utama yang mencirikan manhaj ini, mereka mendekati Allah dengan cinta, menghadapi hidup dengan cinta dan menyandarkan penghayatan keagamaan mereka juga dengan cinta.
Bagi mereka cinta karena Allah merupakan ikatan iman yang paling kokoh, cinta merupakan jembatan yang dibentangkan Allah kepada manusia, maka tidak ada manhaj yang lebih mempercepat wushul ila Allah kecuali manhaj cinta, dengan cinta seseorang dapat menurunkan rahmat Allah yang tidak dapat diturunkan dengan manhaj lain. Allah tidak dapat dijangkau dengan pandangan mata kepala, sebagaimana firmanNya “la tudrikuhul absaar”,  tetapi sangat mungkin dijangkau dengan mata hati dan cinta, sebagaimana ditegaskan para sufi “ kulihat Tuhanku dengan mata hatiku dan cintaku, maka akupun berkata tidak disangsikan lagi yang Engkau itu adalah Engkau Tuhan.
Sebuah syair melukiskan “Allah menyeru kepada hambanya, kenalilah diriKu dengan cintamu, maka Akupun akan mengenali dirimu dengan cintaKu, bila engkau telah mengenaliKu dengan cintamu dan Aku telah mengenalimu dengan cintaKu, maka diriKu ada dalam dirimu dan dirimu ada dalam diriKu, dirimu dan diriKu satu dalam cinta”.
Suatu saat Rabiah ditanya orang, apakah engkau mencintai Allah swt yang maha agung ?, ya, aku sangat mencintainya jawab Robi’ah, orang itu bertanya lagi, apakah engkau menganggap syetan sebagai musuhmu? Rabi’ah menggeleng “tidak”. Si penanya  heran, kenapa begitu? Rabi’ah dengan seirus menjawab, rasa cintaku kepada Allah telah begitu menguasaiku sehingga tidak menyisakan tempat dihatiku dan tidak ada lagi kesempatan dihatiku untuk mencintai atau membenci siapapun.
Diantara tanda tanda pengikut manhaj cinta adalah  hatinya selalu bersih dan dipenuhi keyaqinan yang mantap, lisannya selalu diserta pujian, matanya selalu disertai rasa malu dan tangis, kehendaknya selalu diisi dengan meninggalkan kehendaknya, ia mendahulukan apa yang disenangi Allah diatas segalanya, dirinya selalu ridlo atas semua keputuasan Allah,  ia merasa nikmat dalam taat dan ibadah kepada Allah, ia yang merasa kaya dalam kemiskinan, yang menjadi tuan dalam penghambaan, yang merasa kenyang dalam kelaparan, yang merasa hidup dalam kematian, dan yang merasa manis dalam kepahitan.
Bila seseorang telah tenggelam dalam lautan cinta ilahi maka tidak ada sesuatupun yang dapat mempengaruhi keperibadiannya, mereka selalu merindukan ibadah dan menghanyutkan diri didalamnya serta tidak pernah khawatir terhadap apapun yang menimpanya, ia kokoh sekokoh karang ditengah ganasnya gelombang, ia lentur selentur ilalang yang tidak patah oleh beban dadakan seberat apapun.
Perjalanan cinta kepada Allah mesti dimulai dengan mencintai seseorang yang paling dicintai Allah yakni Rasululloh saw, perjalanan cinta kepada Rasululloh saw juga mesti dimulai dengan mencintai seseorang yang paling dicintai Rasululloh saw,  yakni para ahli baitnya yang suci, para sahabat nya yang setia dan para ulama’ serta pengikutnya yang terus konsisten memegang prinsip yang diajarkan dan dicontohkannya, maka beruntunglah orang orang yang mencintai mereka, bila anjing saja disebut beruntung karena  mencintai ashabul kahfi, mana mungkin seseorang tidak beruntung bila mencintai mereka yang dicintai  Nabi saw ?
Dalam hadist qudsi disebutkan ”Sesungguhnya ada hamba hambaku yang mencintaiku dan aku mencintai mereka, mereka merindukanku dan aku merindukan mereka, mereka memperhatikanku dan aku memperhatikan mereka, jika si fulan mengikuti mereka akupun akan mencintai si fulan, jika si fulan memusuhi mereka akupun akan memusuhi si fulan.

D. Khotimah
Jalaluddin Rumi menegaskan “ Jika tiada cinta, dunia akan membeku, cinta baginya adalah penaka lautan luas dan dalam, seluas dan sedalam daya jelajah nurani manusia itu sendiri, cintalah yang semestinya menjadi  landasan manhaj seseorang memahami agamanya, ia mestinya menjadi pilar bagi hubungan manusia dengan kholik, dengansesama atau dengan kosmik.
Cinta adalah akar dari segala kebaikan dan keutamaan hidup manusia, tanpa cinta manusia akan saling bermusuhan satu sama lainnya, perang adalah bentuk ekstrim dari corak hubungan manusia yang kering akan cinta, keributan kemanusiaan adalah manefestasi dari iklim hati yang membeku karena sepi dari gairah cinta, hati tanpa cinta adalah garang, tulisan tanpa cinta hanya nuktah tak bermakna, puisi tanpa cinta hanyalah mbanyol dan akal tanpa cinta adalah kebingungan  belaka.

Senin, 19 November 2012

ADA AIR = ADA KEHIDUPAN Membedah fungsi air bagi kesehatan manusia


Ust Hefni Zain

A. Muqoddimah
Orang yang belum mengerti hakikat dan karakteristik air sering mengira bahwa pengobatan alternatif dengan cara meminum air yang sebelumnya telah diberi doa, merupakan suatu cara yang tidak ilmiah dan irrasional. Tetapi Prof. Dr. Masaru Emoto, seorang peneliti kawakan asal Jepang melalui eksprimen panjangnya tentang air di Swiss, Berlin dan Prancis, berhasil membuktikan bahwa air sanggup membawa pesan atau informasi yang diberikan kepadanya. Bahkan air yang diberi pesan positif (termasuk doa), akan menghasilkan bentuk kristal heksagonal yang mengagumkan.
Dengan peralatan modern super canggih, Masaru Emoto meneliti air dengan menggunakan pesan kata-kata, gambar, serta suara. Hasilnya sungguh diluar dugaan, ternyata air dapat menerima pesan yang disampaikan manusia kepadanya, bahkan menurutnya dalam "The Hidden Message in Water", air seperti pita magnetik atau compact disk
Hasil penelitian guru besar Yokohama Municipal University ini, merupakan penemuan menakjubkan karena membuktikan bahwa air ternyata “hidup” dan dapat merespon apa yang disampaikan manusia kepadanya. Temuan besar Emoto ini pernah dipresentasikan dan diuji validitasnya di markas Besar PBB di New York  pada tahun 2005 silam.

B. Air Memahami makna kata-kata
Air mengenali kata-kata tidak hanya pada krangkanya yang sederhana, tetapi juga dapat memahami makna terdalam dari kata-kata tersebut. Saat air dibacakan kata-kata yang baik atau positif, maka  air akan membentuk dirinya menjadi kristal yang bening lalu  merekah luar biasa laksana bunga yang sedang mekar penuh sebagai respon atas kata-kata baik yang disampaikan kepadanya. Sebaliknya, jika kata-kata kotor, tidak baik dan negatif yang dibacakan kepadanya, maka sebagai responnya, air akan membentuk dirinya menjadi pecahan kristal yang keruh dengan ukuran yang tidak seimbang.
Jadi bisa dibayangkan bagaimana jika air diberi kumpulan kata-kata yang merupakan doa? Pasti semakin menakjubkan, sebab kata-kata dalam doa lebih dari sekedar kata-kata baik, ia bukan kata-kata biasa, tapi kata-kata suci, kata-kata spiritual yang penuh hikmah dan makna yang berasal dari Allah swt dan diucapkan oleh orang sholeh pilihan Allah swt.
Prof. Dr. Masaru sendiri menggunakan kekuatan air untuk pengobatan alternatif, dengan menemukan efek gelombang energi yang dia sebut sebagai HADO (energi atau kumpulan getaran yang ada pada sebuah benda). Lalu dengan HADO inilah Masaru bisa memformat efek energi air untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Menurut Masaru, banyak peneliti saat ini mulai mempelajari berbagai pengobatan alternatif karena disamping jauh lebih efektif dan steril dari efek samping, juga karena merasakan beberapa kekurangan dalam pengobatan konvensional Barat yang hanya mampu mencapai level sel luar dari komponen yang terkontaminasi penyakit. Sedang air HADO mampu mengobati penyakit hingga ke dalam partikel sub atom terkecil. Sudah tak terhitung jumlah pasien yang sembuh total dari berbagai penyakit yang dideritanya setelah meminum air HADO.
C. Efek placebo
Hasil penelitian Prof. Dr. Masaru, menegaskan  bahwa kualitas air dapat menjadi baik atau buruk, bergantung pada informasi yang diterimanya. Hal demikian membuat kita yakin bahwa kita juga dipengaruhi oleh informasi yang kita terima, sebab 70% dari anatomi tubuh kita terdiri dari unsur air, bila dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendapat kata-kata yang baik dan positif, maka pikiran dan tubuh kita akan sehat. Sebaliknya jika kita bergaul dengan komonitas yang disitu banyak ditemukan kata-kata buruk atau nigatif, maka dipastikan pikiran dan tubuh kita akan sering menderita sakit .
Sebagai contoh, misalnya terdapat beberapa pasien yang merasa lebih baik hanya karena ketika memeriksakan dirinya pada dokter, si dokter berkata, "ini cuma flu biasa, Anda hanya perlu banyak istirahat. Jangan khawatir, Anda akan segera sembuh." Dengan mendengarkan kata-kata tersebut, rasa sakit dalam diri mereka benar-benar hilang. Dengan kata-kata ”positif” tersebut, komponen air dalam tubuh secara spontan akan membentuk kristal heksagonal yang biasa dikenal dengan istilah "Efek placebo"  yang berfungsi mensugesti dan membangunkan kekuatan yang sudah ada dalam tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri.
Karena itulah pada zaman dahulu seorang dokter kebanyakan juga ahli dalam bidang agama, seperti kyai, pendeta atau tabib sehingga dia tidak hanya memberikan solusi secara konvensional, namun sekaligus memberikan "efek placebo" lewat kata-kata positif berupa doa atau motivasi yang sarat nilai spiritual. Hal ini juga berlaku bagi konselor yang harus mempunyai kemampuan untuk mengirim gelombang yang baik agar bentuk gelombang abnormal pada pasien dapat diperbaiki.
D. Perlu renungan
Adalah betul bahwa tidak ada satupun benda yang diciptakan Allah bersifat sia-sia, tinggal bagaimana kita memperlakukannya. Bila kita memperlakukan air dengan baik, maka air akan mengabdikan diri sepenuhnya kepada kita, secara normatif ia akan melayani kebutuhan kita untuk minum, memasak, mencuci, mandi dsb, dan secara strategis air akan memperbaiki kehidupan kita, mempersembahkan kepada kita rohani dan jasmani yang sehat dan kuat, serta menjadi elemen pokok dalam pembiakan manusia yang didambakan.
Intinya, bila kita memperlakukan air dengan baik, maka air akan memberikan segalanya kepada kita, dan menjadi  sumber daya alam paling penting di planet kita. Bukan sekadar air yang kita minum, tetapi juga yang menyusun sampai 70% di dalam tubuh kita. Ditegaskan dalam Qs. Al-Qaff : 9 " Dan kami turunkan dari langit air yang banyak manfatnya, lalu Aku tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman
Tetapi bila kita memperlakukan air dengan buruk, maka sebagai responnya, air bukan saja menjadi tidak ramah kepada kita sehingga menyebabkan kita sering sakit, melampaui itu air juga akan memprotes kita dalam bentuk banjir, bahkan pada tingkat ekstrim air akan mengajak teman-temannya seperti batu, angin, tanah, gunung dan pohon-pohon melancarkan badai, gempa, puting beliung, Tsunami dan semacamnya yang membuat kita semua menjadi susah.
Dari kesadaran tentang air, diharapkan muncul perubahan pola hidup kita  untuk menghargai sesama mahluk Tuhan dengan cinta dan syukur.   #

ISLAM DAN KEMISKINAN


oleh : Hefni Zain

A. Pendahuluan
Kemiskinan merupakan masalah universal yang dihadapi semua bangsa di dunia. Dan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, kemiskinan  dan keterbelakangan  merupakan masalah besar yang sangat mendesak untuk segera  mendapat penanganan  serius. Kendati kemiskinan tidak bisa secara absolut dihilangkan, karana merupakan sebuah realitas yang selalu ada dan berkekalan dengan kehidupan  masyarakat, akan tetapi upaya-upaya mengatasinya senantiasa merupakan keharusan semua pihak, terutama pemerintah, sebab jika tidak, ia akan membawa implikasi nigatif yang bereskalasi luas, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial,  baik dalam konteks  bermasyarakat maupun konteks bernegara.
Salah satu implikasi signifikan dari kemiskinan dan keterbelakangan adalah komonitasnya akan sangat rentan terkontaminasi keresahan, kesenjangan dan kecemburuan sosial, yang pada gilirannya akan memunculkan  anarkhisme, kriminalitas dan kekacauan lainnya. Kasus kemanusiaan di singkawang, palangkaraya, pontianak dan sampit beberapa tahun yang lalu adalah contoh nyata dari pelampiasan emosional karena kecemburuan sosial ekonomi, lebih-lebih jika kemiskinan dihadapkan secara kontras dengan kemewahan, artinya tatkala rakyat jelata terus mengalami nasib yang mengenaskan karena harga sembako kian melambung sebagai dampak dari kenaikan BBM, sementara disisi lain para pejabat terus berfoya-foya dengan uang hasil korupsi, apalagi mereka terus berusaha menaikkan gaji dan tunjangannya ditengah megap megapnya rakyat jelata, maka sangat normal bila yang bersangkutan mengalami keresahan dan kecemburuan.
Demikian juga  bila seorang sarjana yang pandai harus bertahun-tahun menjadi pengangguran dan sulit mendapat pekerjaan karena tidak punya relasi untuk nepotisme atau tidak punya uang untuk melakukan suap, sementara tetangganya yang bodoh karena “ada jalur” bisa memegang puluhan jabatan sekaligus, maka aneh kalau yang bersangkutan tidak resah. Inilah yang kemudian menjadi salah satu embrio terjadinya tindak kriminalitas, anarkhisme dan kerusuhan di berbagai tempat.
Karana itu sah saja seseorang menjadi konglomeret atau memegang lusinan jabatan sekaligus, tetapi mereka harus memperhatikan persepsi orang lain terhadap dirinya. Jika yang kaya bisa terus bertambah kaya, maka tidak bisakah yang miskin sedikit maju meninggalkan kemiskinannya? Saya yakin kecemburuan sosial akan dapat diminimalisisr jika orang kaya punya kepedulian, sensitifitas dan solider terhadap yang lemah, sebab dengan begitu yang lemah juga akan malihat si kaya sebagai pelindung. Tetapi jika orang kaya tetap individualis, cuek dan hanya menggunakan teori “bento” sebaimana lirik Iwan Fals ”wajahku ganteng, banyak simpanan, sekali lirik oke sajalah, yang penting aku senang, aku menang, persetan orang susah karena aku….. “ maka munculnya kerusuhan sosial sesungguhnya hanya tinggal menunggu waktu.
Betapa banyak kita saksikan anak–anak bangsa yang punya potensi cemerlang terpaksa drop out dari sekolahnya karana kekurangan biaya, betapa banyak wanita baik–baik terpaksa menjadi pelacur hanya untuk mempertahankan hidupnya, dan bahkan tidak sedikit orang Islam yang mengorbankan iman dan agamanya untuk ditukar dengan beras, super mie atau gula. Inilah makna dari “kaadzal fakru ayyakuuna kufran” (kefakiran akan dekat dengan kekufuran). Demikian dahsyatnya implikasi dari kemiskinan itu, sehingga Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan “seandainya kemiskinan itu berwujud manusia, niscaya aku yang pertamakali akan membunuhnya”.

B. Faktor Penyebab kemiskinan
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan. Pertama, Al-Qur'an melukiskan terjadinya kemiskinan disebabkan oleh banyaknya orang kaya yang lalai menyampaikan hak-hak orang miskin yang dititipkan oleh Allah kepada mereka. Dalam sebuah Hadits yang diwiwayatkan Tabrani,  Nabi saw bersabda :”sesungguhnya Allah mewajibkan atas orang–orang kaya untuk mengeluarkan harta mereka seukuran yang dapat memberikan keluasan hidup bagi orang – orang miskin. Dan tidak mengalami kesengsaraan orang – orang miskin, kecuali karena perbuatan orang – orang kaya. Sesunggguhnya Allah akan meminta pertanggung jawaban orang – orang kaya itu dengan pengadilan yang berat”.
Ibnu Hazm, dalam Almuhalla : 159 dengan ekstrim mengatakan bahwa kemiskinan hanya dapat diatasi dengan kesediaan orang kaya memberikan hak orang miskin yang diamanatkan oleh Allah SWT. kepadanya. Karana itu Allah menegaskan dalam QS. 57:7. “Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya”.  Dalam ayat lain Allah berfirman ”sesungguhnya Allah menyuruh kamu sekalian menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”.
Kedua, Islam memandang kemiskinan adalah sebagai akibat dari system sosisal ekonomi yang timpang, yakni tidak adanya keadilan dan pemerataan. Memang banyak pihak yang selalu meneriakkan pengentasan kemiskinan tapi pada waktu yang sama mereka sendiri melakukan pemiskinan terhadap orang-miskin.  Realistasnya hampir setiap hari kita menyaksikan betapa banyak para pengemis meminta-minta disepanjang jalan raya, sementara manusia yang lalu lalang mengacuhkannya atau kita akan bertanya kenapa para buruh  mendapat upah yang sangat rendah, padahal mereka sudah bekerja keras dari pagi sampai petang? Kenapa para abang becak yang nafkahnya semakin terdesak terus menghadapi ancaman penggusuran hanya demi keindahan kota? Kenapa koruptor kelas kakap, dengan hanya alasan kesehatan, penahanannya dapat ditangguhkan, sementara pencuri ayam langsung disiksa oleh petugas tanpa basa-basi dan tanpa proses pengadilan?
Karena itu bagi Islam keadilan dan pemerataan adalah kunci dari upaya pembebasan masyarakat dari problem kamiskian. Allah berfirman dalam al-Qur'an :”sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlalu adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu, agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. 16:90).
Ketiga, lemahnya solidaitas sosial juga merupakan salah satu faktor dominan penyebab terjadinya kemiskinan. Ibnu Qoyyim ketika berbicara tentang strategi iblis dalam menjebak manusia menyebutkan bagi menusia tertentu iblis menyesatkan manusia dengan manawarkan ibadah yang utama tetapi melalaikannya dari ibadah yang lebih utama. Banyak oarng kaya yang dengan khusu’ bertahajjud berjam–jam diatas sajadahnya, sementara disekitarnya tak terhitung tubuh-tubuh layu kelaparan dan kekuangan gizi. Tidak sedikit oang menghabiskan jutaan rupiah untuk upacara keagamaan, disaat ribuan orang sakit menggelepar menunggu maut karena tidak dapat membaayar biaya berobat. Padahal nabi saw telah bersabda “ tidak termasuk kemompok ku barang siapa yang tidak mempehatikan urusan kaum muslimin” (Hr Tabrani dan al hakim), Yang lebih tegas lagi sabda nabi saw adalah “serahkanlah sedekahmu sebelum datang suatu masa dimana ketika engkau berkeliling menawarkan sedekahmu, orang-orang miskin menolaknya, seraya betkata hari ini kami tidak butuh bantuanmu, yang kami butuhkan adalah darahmu” (Hr. Tabrani)
Disamping factor-faktor diatas, sikap malas, fatalis, tidak mau bekerja keras dan sikap boros juga merupakan penyebab terjadinya kemiskinan. Karena itu Allah selalu menganjurkan dan memotivasi manusia agar terus berusaha dan tidak gampang berputus asa, salah satu dorongan Allah agar manusia terus berusaha adalah lewat firmanNya yang menyebutkan                       ” Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu sendiri yang berusaha untuk merubahnya”.

C. Cara Islam mengatasi kemiskinan
Islam sejak awal telah menunjukkan komitmennya yang kuat untuk membebaskan manusia dai problem kemiskinan. Hadits nabi yang menggambaarkan bahwa yang memberi adalah lebih utama dari yang mererima, tangan diatas adalah lebih mulia dari tangan yang dibawah, menyiratkan secara tegas agar umat Islam memilih jadi pemberi dari pada menjadi penerima. Dan bahkan teks-teks suci yang berbicara mengenai anjuran berbuat adil, anjuran menyampaikan amanah, anjuran mengeluarkan zakat, infaq atau shadaqoh, juga larangan memakan harta dengan jalan yang bathil, riba dan sejenisnya adalah bukti nyata dari betapa kometmen Islam menyiapkan konsep dan paradigma pembebasan manusia dari kemiskinan.
Langkah konktrit Islam dalam mengentas kemiskinan selain bersifat teoritis sebagaimana dideskripsikan diatas, juga bersifat praktis sebagaimana dicontohkan  Nabi  saw dalam pola kehidupan sehari-harinya, yakni pertama dengan membangkitkan harga diri kaum miskin dengan cara memilih hidup bersama mereka atau ditengah mereka. kedua Rasulullah memilih hidup seperti mereka, saking akrabnya dengan mereka nabi saw sering disebut “habibul fuqoro’ wal masakin”.  Jadi untuk membebaskan seorang dari kemiskinan, tidak saja potensi eksternal yang dikembangkan, tetapi juga potensi internal, terutama mengenai mentalitas harus juga dipersiapkan.
Alhasil semangat dari dalam yang kuat untuk berubah, ditambah kesadaran dan solidaritas yang kokoh dari pengemban amanah untuk menyampaikan amanahnya, adalah “kata kunci” pogram pengentasan kemiskinan. Sebagaimana WS Rendra melantunkan sajaknya “orang-orang miskin, orang-orang dijalanan, yang tinggal di kolom jembatan, yang kalah dalam pergulatan, yang diledek oleh impian, janganlah mereka ditinggalkan”.

Minggu, 18 November 2012

MENAKAR DIRI LEWAT KISAH-KISAH KLASIK



Hanya Menuai Yang Ditanamnya.
Alkisah, Gus Anton yang kaya dan ‘abid tetapi kikir suatu hari makan di restoran besar bersama keluarganya, kemudian datang seorang pengemis tua meminta sedikit uang untuk membeli sebungkus nasi, tetapi Gus Anton mengacuhkannya, si pengemis terus menghiba agar Gus Anton membagi rejekinya. Orang orang yang melihat menawarinya uang, namun pengemis itu bersikeras hanya ingin meminta uang dari Gus Anton.
Karena terdesak Gus Anton memberinya dua receh yang hanya cukup membeli sebungkus kerupuk, setelah makan kerupuk, si pengemis merasa haus lalu menghiba lagi dibelikan minuman oleh Gus Anton, namun Gus Anton malah pergi membiarkan si pengemis kehausan.
Malam harinya Gus Anton yang abid itu bermimpi,  dalam mimpinya ia merasa berada di sorga yang sejuk  dan indah, tiba tiba ia merasa lapar, ia heran ditengah keindahan sorga ia tidak menemukan sedikitpun makanan. Sesaat kemudian, ia bertanya pada seorang pemuda yang ditemuinya, benarkah ini sorga ? benar, jawab si pemuda.
 Dimanakah berbagai makanan lezat seperti dijanjikan Tuhan ? tanyanya lagi, di pojok sana, jawab si pemuda menunjukkan arahnya. Tetapi sungguh aneh, di situ Gus Anton hanya menemukan sebungkus kerupuk, karena betul betul lapar, kerupuk itupun dihabiskannya. Sesaat kemudian tenggorokan  Gus Anton didera kehausan yang tiada tara,  ia bertanya lagi dimana saya dapat memperoleh minuman ? Si pemuda tadi mengatakan yang anda kirimkan hanyalah kerupuk ini saja.
Andai anda juga mengirim minuman, niscaya anda tidak akan kehausan. Yang anda tuai disini adalah apa yang anda tanam sewaktu didunia. Gus Anton terbangun dari mimipinya, keringat membasahi seluruh badannya, sejak itu ia menjadi seorang yang paling dermawan di daerahnya.

Jelek tapi pintar

Al kisah disebuah dusun terpencil hidup seorang filosuf bernama Tohedi, ia berwajah jelek tetapi pintar, ia tidak memiliki keindahan lahiriyah  tetapi kaya keindahan bathiniyah.
Suatu hari seorang cewek cantik  tetapi bodoh takjub dan tergila gila kepadanya, tetapi Tohedi tidak takjub kepada kecantikan cewek itu. Memang ketika selera seseorang  sudah sampai pada keindahan bathiniyah, keindahan lahiriyah menjadi tidak menarik.
Cewek itu datang kepada Tohedi menawarkan dirinya dengan mengatakan “ Mas…I have a very good idea, bagaimana kalau kita menikah ? dengan bersatunya ana wa antum,  kelak akan lahir anak kita  secantik saya dan sepintar kamu, mari kita gabungkan dua jenis keindahan kita, ucap si cewek penuh harap !
Tanpa diduga, si Tohedi menolaknya dengan mengatakan “tidak, saya malah takut kelak anak kita akan  sejelak saya dan sebodoh kamu”.

Takut Pada Keadilan Tuhan
Seorang santri  bertanya  kepada Gus Didin (putra kiai) yang kebetulan baru pulang dari S2 nya di Ohio USA,  konon Gus Didin disana adalah seorang aktivis hukum dan HAM serta pejuang keadilan.
Menurut pandangan Gus Didin, apa yang paling penting dilakukan untuk mengantarkan masyarakat negeri ini pada kesejahteraan ?, dengan mantap Gus Didin menjawab : menegakkan supremasi hukum  dan  keadilan untuk semua pihak tanpa pandang bulu, hanya dengan keadilan negara ini akan di kasihi Tuhan.
Tetapi menurut Kiai sepuh (ayah anda) dalam pengajian tadi malam tidak begitu, potong si santri kebingungan.  Gimana dawuh Abi, tanya Gus Didin penasaran ?
 Menurut  beliau justru  yang paling kita takutkan dari Tuhan adalah keadilanNya, sebab bila Tuhan betul betul menerapkan keadilanNya, rasanya sedikit sekali manusia yang bakal masuk sorga. Ada hadits yang menyatakan “ tidak akan  pernah masuk  sorga seseorang yang dalam hatinya ada  takabbur walau sebesar debu”, Realitasnya takabbur kita bukan sebesar debu tapi sebesar gunung, padahal sebesar debu saja dihararamkan masuk sorga. Ada pula hadits yang menyebutkan “ Barang siapa memasukkan sesuap makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal kebaikannya selama 40 hari”. Bila sesuap saja akan tertolak amal kebaikannya selama 40 hari, lalu berapa hari jika yang masuk ke perutnya  dua milyar suap ? Jika memperhatikan hadits hadits itu, rasanya kita semua akan masuk neraka.
Jika Allah dengan keadilannya membalas kita dengan balasan setimpal atau mempertimbangkan semua amal kita, maka celakalah kita, sebab kalau kita mengandalkan amal baik kita, tentu sangat tidak cukup, amal kita amat sedikit, itupun masih banyak virusnya, seperti riya’ dan ujub.  Dalam hadits qudsi disebutkan jika seluruh hidup manusia digunakan seluruhnya untuk berbakti dan beramal kepada Allah niscaya itu belum sebanding dengan nikmat yang telah diberikan Allah pada mahluknya. Dalam riwayat yang lain ditegaskan “Seorang masuk sorga bukan karena amalnya,tetapi karena kasih sayang (rahmat) Allah ta’ala. (Hr. Muslim)
Karena itu Rasul saw selalu berdoa “Tuhanku, ampunanMu lebih aku harapkan dari amalku, kasihMu jauh lebih luas dari dosaku, jika dosaku besar disisiMu, ampunanMu jauh lebih besar dari dosa dosaku. Jika aku tidak berhak untuk meraih kasihMu. KasihMulah yang pantas untuk mencapaiku, sebab kasih sayangMu meliputi segala sesuatu.

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MULTIKULTURAL



*
Pengembangan pendidikan Islam, dalam arti i’adah,  ibanah dan ihya dengan maksud reaktualisasi, revitalisasi, refungsionalisasi dan reevektifity sesungguhnya telah lama dirintis dan diupayakan oleh banyak pihak. Berbagai model pengembangannyapun telah banyak digagas, namun berbagai ikhtiyar tersebut hingga kini belum sepenuhnya mencapai tujuan sebagaimana diharapkan. Pada ranah empiris, implementasi pendidikan Islam baik di sekolah maupun di perguruan tinggi belum banyak memberikan implikasi signifikan terhadap perubahan prilaku peserta didik, padahal salah satu tujuan utama pendidikan Islam adalah terjadinya perubahan baik pola fikir (Way of thinking), perasaan dan kepekaan (way of felling), maupun pandangan hidup (way of life) pada peserta didik.
Tingginya angka dekadensi moral dan prilaku tercela seperti free seks, miras, narkoba, kekerasan, tawuran, eksklusifisme, kurangnya toleransi dan penghargaan terhadap orang lain dalam segala bentuknya yang melibatkan siswa dan mahasiswa merupakan indikator nyata dari belum efektifnya fungsi pendidikan Islam yang selama ini dijalankan. Maka tak heran jika pada akhirnya banyak orang mempertanyakan sejauhmana efektifitas pendidikan Islam bagi peningkatan kesadaran dan perubahan prilaku peserta didik baik secara individual maupun sosial kultural. Pertanyaan ini wajar mengingat secara teoritis, pendidikan diyakini sebagai sistem rekayasa sosial yang paling berpengaruh mewarnai, mengontrol dan membentuk pola fikir dan prilaku seseorang dalam hidup kesehariannya.
Diantara model pengembangan pendidikan Islam yang telah dirintis oleh sejumlah pakar adalah model pengembangan berbasis multikultural, yakni sebuah model pengembangan yang fokus pada pentingnya penghormatan terhadap keragaman dan pengakuan kesederajatan paedagogis terhadap semua orang (equal for all) yang memiliki hak yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan, serta penghapusan berbagai bentuk diskriminasi demi membangun kehidupan masyarakat yang adil sehingga terwujud suasana toleran, demokratis, humanis, inklusif, tentram dan sinergis tanpa melihat latar belakang kehidupannya, apapun etnik, status sosial, agama dan jenis kelaminnya. Pendidikan Islam berbasis multikultural adalah proses penanaman sejumlah nilai islami yang relevan agar peserta didik dapat hidup berdampingan secara damai dan harmonis dalam realitas kemajemukan dan berperilaku positif, sehingga dapat mengelola kemajemukan menjadi kekuatan untuk mencapai kemajuan, tanpa mengaburkan dan menghapuskan nilai-nilai agama, identitas diri dan budaya
Model ini dianggap relevan dengan ajaran Islam dan entitas keberadaan masyarakat Indonesia yang multikultur.  Sebagai risalah profetik, Islam pada intinya adalah seruan pada semua umat manusia menuju satu cita-cita bersama kesatuan kemanusiaan (unity of mankind) tanpa membedakan ras, warna kulit, etnik, kebudayaan, dan agama, hal ini secara tegas disinyalir al-Qur’an: ”Katakanlah: Wahai semua penganut agama (dan kebudayaan)! Bergegaslah menuju dialog dan perjumpaan multikultural (kalimatun sawa’) antara kami dan kamu… Dengan demikian, kalimatun sawa’ bukan hanya mengakui pluralitas kehidupan. Ia adalah manifesto dan gerakan yang mendorong kemajemukan (plurality) dan keragaman (diversity) sebagai prinsip inti kehidupan dan mengukuhkan pandangan bahwa semua kelompok multikultural diperlakukan setara (equality) dan sama martabatnya (dignity).  Bahkan jauh sebelum adanya istilah multikultural ini, secara konseptual dan realitas sejarah, Islam adalah agama yang terbukti berhasil mewujudkan masyarakat multikultur di Madinah, Baghdad, Palestina, Andalusia dan sebagainya. Di Madinah, Nabi Muhammad saw memelopori satu negara dengan konstitusi tertulis pertama di dunia. Di Palestina, Khalifah Umar bin Khathab adalah pemimpin pertama di dunia yang memberikan kebebasan beragama dalam perspektif Islam di Kota Jerusalem, tahun 636 M.
Disisi lain, Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi multikultural terbesar di dunia, menyadari hal itu, guna merekatkan keragaman yang ada, sekaligus menghindari  deviding factor dari berbagai keragaman tersebut, para pendiri bangsa perlu mengadaptasi dan menetapkan konsep Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangruwa yang terdapat dalam buku Sotasoma karya Empu Tantular sebagai paradigma dan cara berprilaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari konteks ini maka pendidikan Islam diharapkan dapat menjadi  salah satu pilar penyangga bagi kerukunan umat yang beraneka ragam (uniting factor), sehingga tidak saja berfungsi sebagai fondasi integritas nasional yang kokoh tetapi juga menjadi fondasi pengayom keberagaman yang hakiki.
**
Multikulturalisme sejatinya bukan wacana baru, ia telah muncul pasca perang dunia II dan semakin mendapat respon dari masyarakat terutama di negara-negara yang menganut konsep demokratis termasuk Indonesia tatkala terjadi berbagai bentuk ketidak adilan dan diskriminasi atas sejumlah masyarakat baik secara individual maupun institusional, baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan bahkan agama. Di barat, gerakan multikultural awalnya dipelopori oleh John Stuart (asal Prancis), dan dilanjutkan oleh Charles Taylor (asal Kanada) tatkala lembaga pendidikan mendapat sorotan tajam karena telah gagal menghargai identitas budaya dari warga negaranya. Sistem dan lembaga pendidikan kemudian dituntut untuk melakukan rekonstruksi konsep yang sebelumnya sentralistik birokratik berbasis kekuasaan kearah demokratik transparan berbasis partisipatoris, dari sinilah pendidikan multikultural mulai berkembang pesat.
Di tanah air, perkembangan pendidikan multikultural tidak dapat  dilepaskan dari peran penting  Ki Hajar Dewantoro, dalam salah satu tulisannya, beliau menyebutkan bahwa tidak ada warga negara yang kelas satu atau kelas dua, semuanya mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam pendidikan. Mereka memiliki kebebasan untuk berekspresi serta bebas dalam menetukan dalam pendidikan. Karena itu dinyatakan dengan tegas bahwa pendidikan multikultural  adalah pendidikan yang memperhatikan secara sungguh-sungguh latar belakang peserta didik baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama  dan budaya yang dikemas melalui kesadaran dan penghormatan yang tinggi terhadap segala perbedaan demi terciptanya tatanan masyarakat demokratis, pluralis, humanis dan inklusif.
Masalah krusial yang dihadapi bangsa Indonesia belakangan ini adalah lemahnya rasa kebangsaan, persatuan dan kebersamaan di sementara kalangan, kasus-kasus masa lalu dan masa kini yang berkisar pada konflik etnis, agama, kewilayahan dan politik vertikal horizontal merupakan contoh nyata gejala yang memprihatinkan  ini, karena itu diperlukan upaya sistematik untuk membangun kesadaran pluralistik dan multikulturalistik pada seluruh lapisan masyarakat. Sangat mendesak “membumikan” pendidikan Islam berwawasan multikultural, sebab kesadaran akan pentingnya kemajemukan dan multikulturalisme diharapkan dapat menjadi perekat baru integrasi bangsa yang sekian lama tercabik-cabik.
Kesadaran diatas pada gilirannya akan menghantarkan  masyarakat pada tahap kedewasaan sikap yang dengan lapang dada menerima keanekaragaman sebagai sunnatullah. Keterbukaan kepada yang lain (an openees towards the other) pada gilirannya selain memberi arahan untuk membangun suatu sikap, etos dan  pandangan dunia yang egaliter guna membentuk horizon kehidupan yang dilandaskan atas prinsip saling menghargai keberadaan yang lain, juga akan menjadi tumpuan manusia akan harapan keselamatan dan kebahagiaan sejati.
***
Terdapat ragam redaksi tentang definisi pendidikan multikultural, tetapi intinya bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang melatih dan membangun karakter peserta didik agar memiliki sikap demokratis, humanis, dan pluralis serta berpandangan positif dan apresiatif menyikapi perbedaan-perbedaan kultur menyangkut etnis, agama, bahasa, gender, ras, kelas sosial, usia, dan sebagainya menjadi sesuatu yang lebih potensial di masyarakat sehingga terjadi pengurangan atau penghapusan berbagai bentuk diskriminasi dan  prejudis demi membangun kehidupan masyarakat yang adil dan tenteram.
Pendidikan multikultural sejatinya merupakan wacana lintas batas, sebab ia  terkait erat dengan masalah-masalah keadilan sosial, demokrasi dan hak asasi manusia. Minimal terdapat tiga nilai yang menjadi dasar pendidikan multikultural yakni :  Apresiasi terhadap adanya realitas pluralitas budaya dalam masyarakat, Pengakuan terhadap kesetaraan harkat dan hak asasi manusia,  dan  Pengembangan masyarakat dunia yang adil dan egaliter. Tujuan utamanya  adalah untuk memahami perbedaan yang ada pada sesama manusia, serta bagaimana perbedaan itu diterima sebagai hal yang alamiah (sunnatullah), dan tidak menimbulkan tindak diskriminasi yang termanifestasi pada pola sikap iri, buruk sangka dengki dan sebagainya.
Pengembangan pendidikan Islam berwawasan multikultural dapat diterapkan melalui : orientasi muatan kurikulum dan orientasi  reformasi unit pendidikan. Pada orientasi  muatan kurikulum, dapat dimasukkan materi-materi tentang : (1) keragaman (agama, etnik dan kultur masyarakat), (2) harmoni kehidupan bersama, (3) toleransi, ko-eksistensi, pro-eksistensi, (4) kerjasama, saling menghargai dan memahami. sebagai bahan ajar yang dapat mencairkan kebekuan pemikiran (state of mind) peserta didik dalam merespons keanekaragaman. Sedangkan pada orientasi  reformasi unit pendidikan, setiap unit pendidikan dapat menerapkan peraturan lembaga yang di dalamnya mencakup poin tentang larangan segala bentuk diskriminasi sehingga semua anggota di unit pendidikan dapat selalu belajar untuk saling menghargai orang lain yang berbeda. Itu semua harus dicontohkan melalui prilaku kongkrit oleh seluruh komunitas yang terdapat di lembaga tersebut.
Diantara prinsip pendidikan Islam berbasis multikultural, adalah prinsip humanitas, unitas dan kontekstualitas yang meliputi : penanaman kesadaran akan pentingnya hidup bersama dalam keragaman dan perbedaan kultur serta agama yang ada, penanaman semangat relasi antar manusia dengan spirit kesetaraan dan kesederajatan, saling percaya, saling memahami, menghargai perbedaan dan keunikan agama-agama, serta menerima perbedaan-perbedaan dengan pikiran terbuka demi terciptanya perdamaian dan kedamaian. 

Kesimpulan
1. Bahwa pendidikan Islam berbasis multikultural dapat dijadikan embrio bagi berkembangnya demokratisasi pendidikan di Indonesia yang menghargai keragaman budaya, agama, suku, dan ras yang dikemas melalui kesadaran dan penghormatan yang tinggi terhadap segala perbedaan demi terwujudnya tatanan masyarakat humanis dan inklusif, sebab elan vital yang menjadi dasar pendidikan multikultural adalah apresiasi terhadap adanya realitas pluralitas budaya dalam masyarakat dan pengakuan terhadap kesetaraan harkat dan hak asasi manusia.
2. Bahwa pendidikan Islam berbasis multikultural berperan penting dalam mewujudkan harmonisasi masyarakat pluralis  sebab hakekat pendidikan multikultral dapat membangun sikap, etos dan  pandangan dunia peserta didik yang egaliter dalam mewujudkan horizon kehidupan yang dilandaskan atas prinsip saling menghargai keberadaan yang lain dan  hidup berdampingan secara damai.
3.    Bahwa dengan pendidikan Islam berbasis multikultural, akan terwujud equal for all, dimana semua orang memperoleh pemerataan kesempatan memasuki sekolah, pemerataan kesempatan untuk bertahan di sekolah, pemerataan kesempatan memperoleh keberhasilan dalam belajar dan pemerataan kesempatan menikmati manfaat pendidikan dalam kehidupan masyarakat. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan sesungguhnya tidak sekedar apakah peserta didik telah memiliki kesempatan yang sama untuk masuk sekolah, tetapi yang lebih mendasar dari itu mereka harus  memperoleh perlakukan yang sama sejak masuk, belajar, lulus dan memperoleh  manfaat dari pendidikan yang mereka ikuti dalam kehidupannya.