Minggu, 28 Oktober 2012

BERQURBANLAH SEBELUM KITA MENJADI KORBAN



Ust. Hefni Zain
 Sejarah qurban sesungguhnya telah dikenal sejak Nabiulloh Adam as, yakni ketika Habil dan qobil diperintahkan berqurban oleh Allah swt, Disampaikan dalam Al-Qur’an : Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). (Qs. 5 : 27)  
Apa yang menyebabkan qurban Habil diterima dan qurban Qobil ditolak ? ternyata, Habil mempersembahkan  yang terbaik yang dia punya dengan hati yang taqwa dan ikhlas  sementara Qobil sebaliknya.  Mari kita introspeksi diri. Apakah kita termasuk pengikut Habil yang diterima qurbannya oleh Allah swt  ataukah pengikut Qabil yang ditolak qurbannya lalu dilaknat karena mendahulukan kehendak dirinya diatas kehendak Allah swt. Secara historik dan substansial peristiwa qurban mengajarkan agar seseorang menempatkan kecintaan kepada Allah diatas segalanya. Itulah yang ingin dipesankan dari makna simbolik ibadah Qurban.
Pertanyaannya kini : sudahkah kita mendahulukan kehendak Allah diatas kehendak kita sendiri ?  sudahkah kita memberikan yang terbaik yang paling kita cintai  untuk Allah semata ? ketika berdiri dihadapan Allah, apakah kita membawa hati yang terbersih dan pakaian yang terbaik? ataukah kita masih datang dengan pakaian lusuh, rambut kusut, hati kusai dan tubuh yang masih dipenuhi sisa sisa kehidupan duniawi ?
Al-Qur’an menegaskan : Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.(Qs. 3 : 92)
Lalu apakah yang terbaik yang dapat kita berikan untuk Allah swt ? tiada lain kecuali yang paling kita cintai dari yang kita punya, termasuk keinginan keinginan atau kememilikan kepemilikan duniawi kita.
Dalam Hadits Qudsi ditegaskan :
Siapa yang mendahulukan kehendakKu diatas kehendaknya, maka akan Aku pelihara dirinya, Aku atur urusan dunianya dan akan Aku  luaskan rizkinya. Tetapi barang siapa yang mendahulukan kehendaknya diatas kehendakKu, maka Aku akan cerai beraikan segala urusannya.
Ibnu Majah meriwayatkan hadits yang menceritakan bahwa setiap Iedul adha Rasulullah saw menyembelih dua ekor domba yang gemuk dan bersih, seraya berkata “ Ya Allah terimalah ini dari Muhammad, keluarga muhammad dan ummat muhammad yang tidak mampu”
Ketika Rasululloh yang mulia mengatas namakan qurbannya untuk dirinya, keluarganya dan umatnya yang tidak mampu, beliau sedang menegaskan bahwa ibadah qurban selain  merupakan ibadah ritual  juga yang lebih penting adalah merupakan ibadah sosial.
Qurban yang secara harfiah berarti dekat, dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah  dengan cara terlebih dahulu mendekatkan diri kepada sesama manusia, khususnya mereka yang sengsara.  Sabda Rasul : Barang siapa yang sudah mampu berqurban, tetapi tidak melakukannya, maka hendaklah jangan mendekati tempat sholatku ini.

Kenapa Beliau  sangat keras mengecam orang yang enggan berqurban?, sebab ibadah qurban bukan sekedar ritus persembahan untuk meningkatkan spirtualitas seseorang, juga bukan kesempatan bagi orang kaya menunjukkan kesolehannya dengan harta yang dimilikinya, yang paling prinsip dari ibadah qurban adalah dalam rangka memperkuat kepekaan sosial, menyantuni fakir miskin dan membuat gembira mereka yang hidup sengsara. Qurban mencerminkan pesan Islam, bahwa seseorang hanya dapat taqorrub dengan Allah bila sebelumnya ia telah dekat dengan saudara saudaranya yang kekurangan. Nabi saw menegaskan : Tidak termasuk beriman kepadaku  orang yang bermalam dengan perut kenyang, padahal  dia tahu bahwa tetangganya ada yang kelaparan”.
Dalam Islam, qurban adalah gerakan tauhidul ibadah menuju tauhidul ummah, Jadi bila ibadah puasa mengajak orang kaya merasakan lapar sebagaimana orang miskin, maka ibadah qurban mengajak kaum miskin merasakan kenyang sebagaimana orang yang berkecukupan.
Bila Allah menyuruh orang mendekatkan diri kepadanya dengan mengisi masjid masjid dan rumah rumah ibadah yang sunyi, maka Allah juga menyuruh manusia mendekatkan diri kepadanya dengan mengisi perut perut yang kosong, Ketika sahabat bertanya, dimanakah saya dapat menemuimu ya Rasul ? Rasul menjawab “carilah aku ditengah tengah orang tertindas”
Dalam sebuah riwayat disampaikan :
Tuhan bertanya kepada Jibril as, Wahai Jibril seandainya Aku menciptakan engkau sebagai seorang manusia, bagaimana caranya engkau beribadah kepadaku “Aku akan menyembahmu dengan tiga cara. Pertama Aku akan beri minum orang yang kehausan, kedua aku akan menutupi kesalahan orang lain ketimbang akau membicarakannya, dan ketiga  aku akan menolong meraka yang miskin, Karena aku tahu engkau akan melakukan hal yang seperti itu maka aku memilihmu senbagai pembawa wahyu untuk disampaikan kepada para nabiKu.
Ibadah qurban merupakan rekonstruksi historis atas perjalanan spiritual manusia manusia pilihan, seperti Habil, Ibrahim as, Ismail as dan siti hajar, karena itu dapat dikatakan “dengan semangat qurban, diharapkan dapat muncul Habil-Habil baru yang selalu mempersembahkan yang terbaik untuk Allah,  Ibrahim dan ismail baru yang siap berkorban dan mengorbankan yang paling dicintainya demi memenuhi kehendak Allah, atau melahirkan siti hajar siti hajar baru yang punya etos mujahadah tinggi untuk mencapai ridha Allah. dengan itu lalu muncullah zamzam baru atau mata  air kehidupan yang dapat menghantarkan manusia pada keselamatan dan  kemakmuran.
Maka itu, Jika ingin selamat segeralah berqurban sebelum kita menjadi korban dari keserakahan, kekikiran dan nafsu kebinatangan kita. Berqurban adalah simpanan pahala yang kita petik dihari kemudian, hari dimana  tiada lagi pertolongan selain kebaikan yang pernah kita lakukan.  Dalam Al-Qur’an, Allah swt  berfirman : Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah, sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus
Anehnya di zaman kita ini, banyak  yang lebih suka berebut daging qurban dari pada melakukan qurban, banyak  yang lebih suka mengorbankan harga diri dan rasa malu demi jabatan dan kekayaan, dan lebih banyak lagi orang yang senang mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi dan golongannya.

KITA BUTUH IBRAHIM-IBRAHIM BARU




Ust. Hefni Zain

Islam adalah agama yang banyak melanjutkan tradisi Nabiyulloh Ibrahim as, Ibadah haji dan qurban misalnya, adalah salah satu contoh dari napak tilas Ibrahim yang hingga kini tetap dilestarikan dalam Islam, Al-Qur’anpun banyak menceritakan perjalanan kehidupan Ibrahim, bukan tanpa maksud, melainkan untuk diteladani. Misalnya dalam surah At Takwir ayat 26 tatkala Allah swt  bertanya  kepada ibrahim “Fa ayna tadzhabun”   Maka kemanakah kamu akan pergi?, Ibrahim  menjawab dalam surat Assoffat ayat 99 “inni dzahibun ilaa rabbi sayahdin”  Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku (Qs. 37 : 99).
Pertanyaan “Fa ayna tadzhabun” bisa bermakna apa sebenarnya tujuan hidup kita ini ? Akan dibawa kemana  kedudukan, kekayaan, kekuasaan dan popularitas kita ?, Ibrahim as mengajarkan sebuah jawaban  fundamental yakni  seluruh perjalanan hidup kita semestinya hanya ditujukan untuk  menuju Allah swt. Ibrahim as, Ismail as dan Siti Hajar adalah model hamba-hamba Allah yang mampu menempatkan kehendak Allah diatas segalanya, walaupun harus mengorbankan segalanya, tanpa sisa. Itulah yang ingin dipesankan dari makna simbolik ibadah haji dan idul qurban.
Mari sejenak, kita putar ulang perjalanan sang manusia pilihan Nabiyulloh Ibrahim as yang darinya kemudian banyak lahir para Nabi dan Rasul serta manusia-manusia agung sepanjang sejarah ini. Tatkala ia diperintah oleh Allah swt agar hijrah ke tempat yang kini dikenal dengan nama Mekkah. Ibrahim, Siti Hajar, dan putranya Isma'il yang saat itu masih bayi pergi menuju padang gersang yang tak berpenghuni, tiada penduduk, tiada rumah, tiada tanaman bahkan tidak ada air. Di tempat itulah atas perintah Allah, Ibrahim meninggalkan istri dan bayinya. Tak banyak bekal yang beliau tinggalkan, kecuali sedikit air dan sedikit makanan.
Ibnu Katsir menceritakan, saat  Ibrahim hendak pergi, sang istri bertanya "Apakah kanda akan meninggalkan kami di tempat tandus yang tiada air, tiada tanaman dan tak berpenghuni ini?" Ibrahim terdiam. Siti Hajar mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali dan tetap saja Ibrahim diam, sampai akhirnya Siti Hajar mengganti pertanyaannya, "Apakah Allah memerintahkan kanda melakukan ini?" Benar, jawab Ibrahim. Lalu Siti Hajar menimpali, Jika demikian, Allah pasti tidak akan mempersulit kami."
Sungguh sebuah dialog yang mengiris hati, merefleksikan kedalaman iman. Tercermin ketundukan sekaligus pengorbanan yang tiada tara. Berhijrah meninggalkan kemapanan, kedudukan, kekayaan, kekuasaan, rumah, pekerjaan, dan sanak keluarga menuju tempat yang tandus tak bertuan, tak ada jaminan keamanan, tidak juga makanan dan minuman, apalagi sanak keluarga dan handai taulan. Sebuah sikap yang memancarkan tawakal dan iman tingkat tinggi, bahwa hanya Allah yang maha menghidupkan, maha mematikan, maha melindungi dan maha memberi  rizqi. Meyakini dan mewujudkan keyakinan tersebut dalam praktek, tentu tidak semudah meyakininya dalam teori. Ibrahim dan Siti Hajar tidak sedang berteori, melainkan tangah menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Sampai akhirnya terjadilah peristiwa bersejarah, perbekalan air dan makanan Siti Hajar habis. Isma'il yang masih bayi menangis kehausan, karena ibunya tak lagi dapat mengeluarkan ASI. Sang ibu kelabakan, perempuan suci itu berlari berusaha mencari air di antara bukit  Shofa dan Marwa yang jaraknya tidak dekat dan jalannya tidak beraspal. Usahanya tak menuai hasil, berkali-kali di coba, tapi gagal lagi dan gagal lagi, hingga akhirnya datanglah pertolongan Allah, terjadilah mukjizat, dari jejakan kaki sang bayi (Ismail) terpancarlah air. Siti Hajar berseru, "Zummi? zummi? (berkumpullah)." Sang air kemudian mengumpul, jadilah ia telaga zam-zam.
Selesaikah ujian? ternyata belum. Ketika Isma'il menginjak dewasa, Ibrahim mendapat wahyu untuk menyembelih sang anak. Ibrahim berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku diperintah Allah untuk menyembelihmu, bagaimana pendapatmu!" Sungguh sebuah perintah yang tiada terkira pengorbanannya baik bagi sang bapak maupun sang anak. Keimanan keduanya ditantang. Pernyataan Isma'il sungguh diluar dugaan, "Ia menjawab: Hai Bapakku, kerjakan apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar'." (Ash-Shaffat: 102).
Sampai disini banyak pelajaran yang dapat kita petik, bahwa kerja keras, ulet, kesabaran, dan terutama keyakinan serta tawakkal yang total kepada Allah pada akhirnya mendatangkan pertolongan Allah min haysu la yahtasib dengan jalan yang tidak disangka-sangka. fatawakkal alalloh fahuwa hasbuh. Maka kitapun bila ingin ditolong Allah, serahkan sepenuhnya kepadaNya, ridlo kepadaNya  dan sedikitpun jangan ragu, sebab keraguan hanya menunjukkan bahwa tekad kita belum maksimal, tak ada kebaikan dalam keraguan.. Yakinlah! tanpa keyakinan, kepastian menjadi sirna tapi dengan keyakinan yang mustahil bisa jadi kenyataan.
Bersabarlah! Karena dengan sabar semua bisa menjadi baik, sabar dalam musibah adalah pakaian nabi ayyub, sabar dalam taat adalah hiasan nabi ibrahim, sabar dalam menolak maksiat adalah mahkota nabi yusuf, Dan ketidak sabaran hanya berakibat perpisahan antara Khidir dan Musa, ketidak sabaran membuat kita kalah dalam perang uhud, ketidak sabaran membuat berbagai kebaikan lepas dari genggaman kita. Tak ada yang sulit bagi orang yang yakin dan sabar, berbagai kemudahan terus menyertainya, bila Allah  berkehendak, tidak ada satupun kekuatan yang dapat menghalanginya. Allah berkuasa atas segala sesuatu, Allah mampu membuat yang tak mungkin menjadi mungkin, apa yang sulit bagi kita sangat gampang bagi Allah, bagi Allah semuanya adalah sahlun yasir
Bila tidak pesta yang tak berakhir, maka pasti tidak ada badai yang tidak berlalu, setiap tangisan akan berujung dengan senyuman dan setelah kesulitan pasti ada kemudahan, maka kabarkan pada malam bahwa sang fajar akan segera tiba, kabarkan juga pada orang orang yang dilanda kesusahan bahwa pertolongan Allah akan segera datang . Saratnya jangan pernah berputus asa dan terus berjuanglah, sesungguhnya hanya yang mengetuk pintu berkali kali yang akan dibukakan pintu hidayah,  kata Nabi sebaik baik ibadah adalah menyerahkan semuanya kepada Allah swt dan yakin sepenuhnya terhadap janji janjiNya, ridla atas segala yang terjadi, berprasangka baik kepadaNya dan menunggu dengan sabar pertolonganNya.
Disampaikan dalam Qs. 9 : 100 :Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.Tatkala Ibrahim bertekad menunaikan perintah Allah untuk menyembelih anak kesayangannya satu-satunya, setan datang menggoda, perintah macam apa itu Ibrahim, mana ada Tuhan menyuruh orang tua menyembelih anaknya sendiri, itu kejam dan tak ternalar oleh akal sehat. Ibrahim sadar setan berusaha merusak keimanannya, maka dilemparlah setan dengan batu, setan menggoda lagi hingga tiga kali, tetapi ibrahim selalu melemparnya dengan batu. Peristiwa ini diabadikan dalam syariat haji berupa "lempar jumrah".
Ketika mata pisau Ibrahim hendak menyentuh leher Isma'il, Allah menahan mata pisau itu dan menggantikannya dengan seekor domba. Kisah ini dikenang dalam syariat penyembelihan hewan kurban pada setiap musim haji.
Demikian, Ibrahim as sang suri tauladan. Penempatan kehendak Allah diatas yang lain menghantarkannya lulus ujian. Dan ketika Ibrahim diuji  Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: Dan saya mohon juga dari keturunanku. Allah berfirman: JanjiKu ini tidak mengenai orang yang zalim".
Kisah di atas hanya salah satu bentuk ujian baginya. Sebelumnya, Ibrahim juga menghadapi ujian-ujian yang luar biasa. Dan Ia selalu lulus. Bukan hanya Ibrahim, Istri dan anaknya juga demikian. Sungguh sebuah komposisi yang ideal, ada teladan seorang bapak, teladan seorang istri, dan teladan seorang anak. Ketiganya adalah pilar sebuah keluarga. Baik buruknya sebuah keluarga menjadi kunci utama baik buruknya sebuah masyarakat, sebab masyarakat terbangun atas sekumpulan keluarga, demikian seterusnya. Sungguh tak terbayang, betapa indah sebuah bangunan masyarakat jika unsur-unsur masyarakatnya adalah manusia terdidik seperti terdidiknya keluarga Ibrahim? Manusia-manusia bertauhid yang meletakkan kecintaan terhadap Allah di atas segala-galanya?
Dari sini masing-masing kita dapat bermuhasabah, dan mengukur diri sudahkah kecintaan kita terhadap Allah di atas segala-galanya, melebihi cinta kita terhadap pekerjaan, tempat tinggal dan harta? melebihi cinta kita terhadap anak, istri, bahkan kedua orang tua? melebihi cinta kita terhadap nyawa kita? sudahkah kita mendahulukan kehendak Allah diatas kehendak kita sendiri ?  sudahkah kita memberikan yang terbaik yang paling kita cintai  untuk Allah semata ? Jawabannya berpulang pada diri kita masing-masing.
Dalam Al-Qur’an ditegaskan “Belumlah sekali kali kamu sampai kepada  kebajikan yang sempurna, sebelum engkau berikan  apa yang paling kamu cintai  Kepada Allah swt. Demikian juga dalam hadits  Qudsi : Barang siapa yang mendahulukan kehendakKu diatas kehendaknya, maka akan Aku pelihara dirinya, Aku atur urusan dunianya dan akan Aku  luaskan rizkinya. Tetapi barang siapa yang mendahulukan kehendaknya diatas kehendakKu, maka Aku akan porak porandakan segala urusannya.
Marilah kita belajar menempatkan kehendak Allah diatas segalanya, Marilah  momentum idhul ini  kita jadikan awal bagi munculnya semangat Ibrahim-ibrahim baru atau Ismail-Ismail baru yang siap berkorban dan mengorbankan segalanya termasuk yang paling dicintainya sekalipun demi memenuhi kehendak Allah swt atau melahirkan siti hajar-siti hajar baru yang punya etos mujahadah dan tawakkal tinggi untuk mencapai ridha Allah. Hanya dengan itu akan muncul zam zam – zam zam baru atau mata air kehidupan yang dapat menghantarkan kita pada kemakmuran sejati.

Selasa, 23 Oktober 2012

MENGHIDUPKAN KEMBALI BUDAYA MENGASIHI




Ust. Ach Hefni Zain
I
Di era revolusi industri saat ini, pola hidup manusia telah mengalami berbagai perubahan radikal, khususnya di kota-kota besar yang merupakan jantung dari proses revolusi tersebut. Revolusi industri dengan segala tuntutannya yang tinggi, seperti pengaturan tata kehidupan yang ketat dan kompetitif, bahkan bersifat indifidualistik dan kejam, ditambah lagi dengan digantikannya sumber energi mahluk hidup (manusia dan hewan) oleh energi mekanik (uap, minyak dan atom) dalam proses produksi, atau ditantikannya fikiran manusia (human tought) oleh fikiran mesin (the tingking of machines), ternyata telah menyebabkan sistem sosial mengalami hegemonisasi, dimana masyarakat berfungsi seolah olah sebagai mesin besar dan individu didalamnya bagai sikrup-sikrup kecil yang dependen. Maka tak ayal secara perlahan tapi pasti, manusia disamping tidak dapat menikmati nilai kemajuan itu sendiri, juga akan kehilangan identitas diri dan mengalami krisis kemanusiaan, inilah yang oleh Hosein Nasr disebut sebagai nistapa umat manusia.
Tidak dapat dibantah bahwa disamping ada sisi positifnya, perubahan radikal seperti diatas ternyata juga telah mengusung sejumlah virus nigatif berupa materialisme, individualisme dan dehumanisasi, ujung-ujungnya manusia yang terinfeksi virus ini tidak saja kehilangan pegangan dan kasih sayang tetapi yang lebih dahsyat adalah kehilangan nilai-nilai kemanusiaannya, maka tidak heran bila di jaman ini telah bermunculan manusia yang tidak lagi manusiawi.
Manusia disebut manusia karena tiga hal, pertama berakal, kedua, punya hati nurani dan ketiga punya rasa malu, bila ketiganya tidak berfungsi atau hilang dari seseorang maka ia tidak lagi disebut manusia kendati secara fisik masih berupa manusia, orang yang seperti itu menurut kaum sufi hakikinya adalah lebih hina dari binatang sekalipun. Al-Qur’an menegaskan “Mereka punya hati tetapi tidak digunakannya, mereka punya mata tetapi tidak melihat, mereka punya telinga tetapi tidak mendengar, mereka itu seperti binatang bahkan lebih sesat”.  Perbedaan manusia dan binatang secara sederhana hanya terletak pada tiga hal, yakni ketika berjalan ia tegak, ketika berbicara ia fasih dan mampu menutupi tubuhnya dengan bermacam pakaian, meskipun belakangan ada trend baru, banyak monyet yang senang di kasih pakaian, sementara tidak sedikit manusia yang malah bangga berfoto bugil.
Biasanya seseorang yang telah terinfeksi virus nigatif diatas, karakternya hanya berfikir tentang makan, minum dan kesenangan biologis semata, ia juga selalu berfikir individualistik dan tidak mau berbagi dengan yang lain, yang penting dirinya kenyang dan tak peduli dengan orang lain yang kelaparan. Dalam  Qs. 7 : 176 disebutkan : …mereka cenderung kepada dunia dan menuruti hawa nafsunya yang rendah, perumpamaan mereka seperti anjing, jika kamu menghalaunya, diulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya  dia mengulurkan lidahnya juga. Oleh karena itu seseorang dalam hidup ini boleh menjadi apa saja, tetapi yang paling penting adalah menjadi manusia yang betul betul manusia !, tidak ada gunanya seseorang menjadi apapun bila ia masih berada dalam derajat binatang.
II
Salah satu indikator komunitas masyarakat yang terinfeksi virus revolusi industrialisasi adalah membudayanya pola relasi manusia hampa cinta, sehingga semangat marhamah dan budaya mengasihi menjadi tidak lagi populer, sebagai gantinya berkembanglah sikap kasar, egois dan agresif, setiap saat mereka siap menerkam siapa saja sebagai mangsa demi mempertahankan gaya hidup , yang berlaku adalah hukum rimba  siapa yang kuat dia yang dapat, mereka menjadi materialistis dan oportunis, mereka tidak jarang mengorbankan perasaan kemanusiaan yang paling luhung sekalipun untuk memperoleh keuntungan pribadi dan material sebanyak banyaknya.
Sebagai antisipasi agar masyarakat tidak tertular virus berbahaya tersebut diperlukan langkah-langkah cermat yang milankolis dan berbasis cinta. Masyarakat perlu mendapatkan proteksi dan vaksinasi komonal berbasis marhamah, salah satunya adalah dengan memberikan antibodi pada mereka dengan jalan menginjeksi nilai-nilai cinta secara sistematis dan metodologis. Sebab telah disepakati bahwa hanya nilai-nilai itu yang dapat membantu manusia menumbuhkan kembali semangat saling mengasihi, mereka harus dibiasakan hijrah dari semangat memiliki yang material kepada kekeluargaan yang spiritual, hijrah dari kebiasan meminta, berebut dan merampas (taking) kepada kebiasaan mengasihi, mengalah dan memberi (giving).
Budaya relasi kaya cinta kiranya telah menjadi alternatif sulutif dan terapitius sebagai balance dalam masyarakat yang gersang dan garang. Dengan cinta, seseorang yang telah kehilangan dirinya dalam hiruk pikuk sport jantung kompetitif akan menemukan kembali nilainya yang lugu,  mereka yang selama ini hanya dihitung sabagai angka angka akan kembali diperlakukan sebagai manusia, mereka yang selama ini hanya berkutat dengan tegur sapa basa basi penuh kepalsuan akan kembali menikmati senyum ramah penuh ketulusan, mereka yang selama ini menjadi orang asing yang seakan tidak saling kenal kendati dekat, kini kembali menjalin kasih yang suci.  Inilah implikasi relasi kaya cinta dalam persaudaraan sejati. Dengan cinta, mereka akan belajar saling menyapa dan saling mengasihi, setelah sebelumnya saling bersaing, saling menuntut, saling merampas dan saling mengalahkan. Saya kira pada titik inilah  -secara sosiologis dan psikologis- budaya saling mengasihi kembali menemukan makna signifikannya.
III
Masyarakat Islami adalah masyarakat yang patuh dan salamah serta memberikan keselamatan dan kedamaian bagi sekalian alam, masyarakat Islami adalah masyarakat yang ditata diatas dasar akhlakul karimah, persaudaraan, persamaan, keadilan dan kemerdekaan, karena itu Islam mendorong para pemeluknya untuk memahami secara sempurna hakekat kehidupan yang  melampaui sekat sekat perbedaan dan tidak terkungkung oleh berbagai macam formalitas, sebab dalam perspektif Islam perbedaan dan keberagaman bukanlah yang utama, karena dibalik itu ada yang lebih utama yaitu Allah swt. Imam syafi’i menyebutkan semua relitas kehidupan adalah syarah bagi assunnah, sedangkan semua sunnah merupakan syarah bagi alqur’an, dan semua isi alqur’an adalah syarah bagi asmaul husna, sedangkan semua asmaul husna merupakan syarah bagi al ism al a’dzam Allah Azza wajalla.
Dalam Islam yang disebut ibadah bukan sekedar ritus personal melainkan juga kemanfaatan sosial bagi sesama manusia seperti menyantuni fakir miskin dan membuat gembira mereka yang hidup sengsara, dalam Islam ibadah yang utama adalah ibadah spiritual yang inkludid pembebasan sosial, iman dan amal sholeh, ilmu yang amaliyah dan amal yang ilmiyah, tauhidul ibadah menuju tauhidul ummah, seperti ibadah sholat yang tanha ’anil faksya’i wal munkar, seperti ibadah puasa yang mengajak orang kaya merasakan lapar sebagaimana orang miskin, juga seperti ibadah qurban yang mengajak kaum miskin merasakan kenyang sebagaimana orang yang berkecukupan.
Bagi Islam, seseorang hanya dapat taqorrub dengan Allah swt bila sebelumnya ia telah dekat dengan saudara saudaranya yang kekurangan, bila Allah swt menyuruh orang mendekatkan diri kepadanya dengan mengisi masjid-masjid dan rumah- rumah ibadah yang hening, maka Allah swt juga menyuruh manusia mendekatkan diri kepadaNya dengan mengisi perut-perut yang kosong. Rasul saw dengan tegas mengatakan : Perumpamaan kaum muslimin dalam hal jalinan kasih mengasihi ibarat satu tubuh, bila salah satu anggota tubuhnya  sakit, maka yang lainpun ikut juga merasakannya, ibarat satu bangunan, yang satu harus menguatkan yang lainnya. Maka Rasulpun menegaskan, barang siapa diantara kaum muslimin yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin yang lain, maka mereka bukan termasuk golongan umat ku.
Salah satu implikasi dari semangat saling mengasihi adalah munculnya semangat toleransi kepada semua pihak, dari toleransi akan muncul persatuan,  dengan persatuan akan tercipta kekuatan dan dengan kekuatan akan diraih kemenangan. Tidak pernah ada kemenangan tanpa kekuatan, tidak ada kekuatan tanpa persatuan, tidak ada persatuan tanpa toleransi dan tidak ada toleransi tanpa semangat saling mengasihi.  Saya kira sudah saatnya umat Islam menghidupkan kembali budaya mengasihi sebagai ciri masyarakat Islami yang tidak hanya mentereng di ranah konsep tetapi mesti dibumikan dalam praktek yang nyata.

ELEXIR CINTA



*
Dalam kamus kimia, elexir adalah suatu zat yang dapat mengubah suatu unsur ke unsur lainnya, misalnya seseorang yang ingin mengubah tembaga menjadi emas, dia pasti menggunakan zat elexir. Karena cinta juga mempunyai daya transformasi yang dapat mencairkan, memadukan,  menyempurnakan dan mengubah substansi atau sifat sesuatu secara drastis dan sempurna, maka kaum sufi menyebut cinta sebagai elexir.
Adalah Saqiq Al-Balqi (seorang pendekar cinta dijamannya) yang melukiskan kekuatan cinta secara manis, dia bersenandung “wahai cinta yang mengubah tembaga menjadi emas, yang mengubah pahit menjadi manis, yang mengubah lelah menjadi lezat, yang mengubah pengecut menjadi pemberani, yang mengubah si kikir menjadi dermawan….wahai cinta yang menjadikan hati sebagai hati, tanpamu hati ini bukanlah hati, ia hanyalah segenggam lempung tak bermakna, bila engkau tiada kamipun tanpa gembala, bila engkau tiada kamipun bingung hendak kemana, bila engkau tiada kamipun kehilangan gelak tawa, bila engkau tiada kamipun bak air mengalir tanpa muara.
Ayam betina akan melipat sayapnya bila ia  sendirian, ia tidak akan bersuara  dihadapan seorang bocah lemah sekalipun, ia terlihat santai mencari makanan untuk dirinya sendiri, bila ada kemungkinan bahaya, iapun berlari kencang menghindarinya. Tetapi bila ayam itu mempunyai anak, cinta  akan mengambil tempat di pusat  eksistensinya dan karakternyapun berubah 180 derajat, sayap yang tadinya dilipat, kini diturunkan untuk siap siaga membela diri, suaranya berubah lantang dan bila ada kemungkinan bahaya, ia akan menyerang dengan gagah berani. 
Baginya seseorang boleh saja mengancam dirinya, tetapi bila sang tercinta yang terancam, ia akan rela korbankan apa saja untuk membelanya, termasuk nyawanya sekalipun. Cinta membuat hewan yang tamak yang semula egois berubah menjadi dermawan yang memanggil anak anaknya bila menemukan makanan, ia akan sanggup tabah dan sabar menghadapi lapar, kurang tidur, capek atau  kesulitan apapun demi keselamatan sang anak, bila mendengar anaknya menangis atau dalam bahaya, ia akan bergerak bagai kilat untuk melindunginya. Cintalah yang mengubah si penakut menjadi pemberani.
Cinta mampu menampilkan pelbagai kekuatan dahsyat yang terpendam, ia merupakan ilham yang dapat mengeraskan kemauan dan tekad dan bila cinta bangkit menuju aspeknya yang tertinggi, ia berubah menjadi mukjizat dan keajaiban, dengan cinta seseorang dapat menggapai sesuatu yang tidak dapat digapai oleh  cara lain, apa yang imposibel bagi cara lain, adalah sangat posibel bagi cinta.
Cinta berkuasa menyempurnakan jiwa, mencabut sifat dendam dan dengki dan menggantinya dengan gairah, kedamaian, kekuatan kasih sayang serta kebulatan tekad, cinta akan menghapus kelemahan, kekikiran, kejengkelan dan kebosanan, ia juga dapat menghilangkan kebingunan yang dalam QS. 91 : 10 disebut dassa, cinta  dapat meluaskan eksistensi dan mengubah titik fokus dalam wujud manusia. Bila kasih sayang pada sesuatu mencapai puncak intensitas hingga menaklukkan eksistensi dirinya dan menjadi penguasa mutlak atas wujudnya, maka itulah yang disebut cinta sejati.

**
Cinta membuat daya tangkap lebih tajam, dan konsentrasi lebih fokus, dengan hipnotis cinta membuat semuanya menjadi indah bahkan yang hitam dapat menjadi putih, lihatlah kisah Laila dan Majnun yang sangat masyhur itu, konon kedua mahluk itu saling mencintai hingga tergila-gila.  Majnun bersyair “sekelompok orang menghina Laila karena kulitnya hitam, namun bagiku seandainya minyak misik itu tidak hitam, maka nilainya tidaklah tinggi”.
Harun Ar-Rasyid penasaran melihat cinta Majnun, maka ia ingin tahu seperti apa Laila itu, ia terperanjat tatkala melihat  gadis pujaan Majnun hanyalah seorang wanita sahara berkulit hitam, lalu ia memanggil Majnun dan bertanya, hai Majnun apa yang membuatmu memuja Laila, apa keistimewaan dia, bukankah dia hanya seorang gadis gunung yang hitam legam ? Majnun menjawab, anda melihatnya dengan penglihatan anda, dan saya melihatnya dengan penglihatan saya, bagi ku Laila adalah yang tercantik, Wahai paduka, jika anda menempati mataku, maka paduka tidak akan melihat siapapun  kecuali  Laila.
Namun demikian,  cinta itu jangan hanya diatas namakan, sebagaimana di dunia barat yang menjadikan kata itu sebagai justifikasi untuk sejumlah besar tindakan biadab mereka. Dzauq, isyq, bashirah , mukasyafah, ru’ya dan semacamnya bukan hanya catch word yang mesmeric (menyihir sampai melumpuhkan) melainkan mesti memiliki algoritme yang teridentifikasi. Begitu juga kecintaan seseorang kepada sesuatu  yang disebabkan oleh faktor kenikmatan dan kegunaannya semata seperti kecintaan manusia pada harta atau lain jenisnya, sejatinya bukanlah disebut cinta, melainkan pemanfaatan dan manefestasi egoisme yang dikemas atas nama cinta. Cinta yang sesungguhnya adalah mencintai sesutu karena sesuatu itu layak dicintai, mencintai keindahan karena keindahan itu  semata mata indah.
Cinta sejati bagi sang pencinta bukan saja sebagai sarana tempat berkeluh kesah, berbagi rasa dalam suka dan duka atau media yang selalu menghiburnya dikala kepenatan mulai datang, tetapi lebih dari itu dia juga berperan sebagai stabilizer bagi letupan letupan emosi kemanusiaannya, dia ibarat stavolt yang mengatur tinggi rendahnya tegangan pada listrik atau ibarat jantung yang memacu darah mendistribusikan makanan kesemua organ tubuh.
Cnta sejati, --bila meminjam bahasa psikologi komonikasi—adalah model  kecintaan internalitatif dan kecintaan identifikatif, yakni model kecintaan yang didalamnya terdapat pengabdian dan kepatuhan sejati, model kecintaan seperti itu mendorong si pencinta bukan saja ingin meniru semua karakteristik dan kepribadian yang dicinta, tetapi juga ingin menjadi foto copy dari sang tercinta tersebut, bukan saja ingin menyerap nilai nilai  sang tercinta tetapi juga ingin menjadi nilai itu sendiri, bukan saja to be like him  tetapi juga to be him.
Maka para pencinta sejati akan menjadi orang yang paling banyak menyerap sifat sifat sang dicinta, bila ia mencintai Allah, dia akan banyak menyerap sifat sifat Allah, Logikanya sama dengan teori penyerapan pada umumnya, yakni bila seseorang dekat dengan sesuatu ia akan menyerap sifat sesuatu tersebut, bila seseorang dekat dengan api, tubuhnya tentu akan panas seperti sifat api, bila ia terbenam dalam salju, tubuhnya akan dingin seperti sifat salju, oleh karena itu sangat logis bila para pencinta Allah akan mempunyai kesamaan sifat dengan Allah, seperti pengasih, penyayang, berprilaku terhormat, memiliki kebesaran jiwa, kreatif dan inovatif, pemaaf, pemurah dsb sebagai hasil penyerapan dari sifat Allah Ar-Rahman, Ar-Rahim,  Al-Aziz,  Al-Mutakabbir,  Al-Kholiq,  Al-Ghaffar, Al-Wahhab, dst.

***
Orang-orang yang mencintai Allah adalah para ahli dzikir yang mendekati Allah dengan cinta, menghadapi hidup dengan cinta dan menyandarkan penghayatan keagamaan mereka juga dengan cinta, mereka adalah Hum qoumun aatsarahumullohu ‘alaa kulli syai’in, komonitas yang mendahulukan Allah diatas segalanya sehingga Allah pun mendahulukan mereka diatas segalanya.  Hum qoumun al akhdzu bil haqoiq wal ya’su mim maa fii aidil kholiq, komonitas yang mengambil hakekat kehidupan dengan membuang segala bentuk kepalsuan yang ada pada selain Allah. 
Mereka merupakan prajurit prajurit cinta yang istiqomah menjadikan hatinya sebagai qolbul khosi’ lidzikrillah sehingga basyariahnya, dlomirnya dan fuadnya berfungsi dengan baik dalam kehidupan kesehariannya. mereka merupakan sedikit golongan yang dengan kekuatan cinta dan dzikirnya mampu membangun secara menakjubkan “hati” masyarakat menjadi “qolbun salim”. Merekalah para insan yang telah berhasil menacapai pemahaman sempurna tentang hakekat kehidupan, mereka melampaui sekat sekat perbedaan, mereka telah menemukan esensi kehidupan yang sebenarnya, mereka tidak terkungkung lagi oleh macam macam formalitas, bagi mereka perbedaan dan keberagaman bukanlah yang utama, karena dibalik itu ada yang lebih utama yaitu  Allah swt.
Kemajemukan fenomena alam semesta  hakekatnya merupakan tajalli atau penampakan asma asma Allah yang amat indah, tak satupun realitas  di muka bumi ini yang terlepas dari upaya penyerahan diri kepada sang kholiq, mereka semua bertasbih untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepadaNya tanpa reserve. Imam syafi’i menyebutkan “semua relitas kehidupan adalah syarah bagi assunnah, sedangkan semua assunnah merupakan syarah bagi alqur’an, dan semua isi alqur’an adalah syarah bagi asmaul husna, sedangkan semua asmaul husna merupakan syarah bagi al ism al a’dzam Allah.  Maka bila anjing saja disebut beruntung karena mencintai ashabul kahfi, bagaimana mungkin seseorang tidak akan beruntung bila mencintai ahli dzikir pencinta  kekasih Allah swt.