Minggu, 12 Mei 2013

SEMOGA TUHAN TIDAK MURKA




Suatu hari  kawan saya bernama Bonjol  gedek-gedek kepala, pikirannya bergemuruh penuh tanya, apa yang menyebabkan negeri ini panen masalah? kenapa korupsi datang silih berganti dan susul menyusul hanya dalam hitungan hari di bumi pertiwi ? Belum kering airmata menangisi kasus Hambalang, muncul kasus simulator SIM, belum usai gonjang ganjing kasus cebongan dan eyang subur, kasus impor daging sapi mengguncang PKS, belum tuntas kasus perbudakan di tengerang dan lampung, menyusul lagi kasus yang melibatkan Fathonah mengenai pencucian uang  dan gratifikasi seks yang melibatkan wanita-wanita cantik.  Belum lagi  banjir di berbagai tempat, gunung meletus, kebakaran, tawuran, kisruh ujian nasional, dan masih banyak lagi yang lain....Ada apa ini ?, pertanda apa ini ?    Tidak hanya manusia yang berunjuk rasa, alam, bumi dan air juga unjuk gigi, bahkan api dan udarapun turut mengamuk dengan aksi kebakaran dan semburan awan panas mematikan. Dan kabar terkini, gunung anak krakatau dan puluhan gunung merapi lainnya juga mulai berancang-ancang untuk ambil bagian dalam mengingatkan ketersesatan kita.
 Kawan yang lain bernama Chotib coba menjawab....Keserakahan, keingkaran, dan kemaksiatan adalah penyebabnya. Karena maksiat, barokah tertahan, karena maksiat, bencana berdatangan. Chotib menyitir firman Allah dalam Alqur’an : Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan manusia, (lalu Allah peringatkan mereka),  supaya merasakan sebagian akibat dari perbuatan mereka, sehingga mereka menyadari dan  kembali  pada jalan yang benar. (Qs. 30 : 41)
Sulit dibantah bahwa telah sekian lama sebagian warga negara diberbagai lapisan berlomba menggarong kekayaan negara. Mencederai rakyat dengan korupsi, mengelapkan uang pajak serta memperjual belikan hukum & keadilan. Disisi lain, hutan-hutan digunduli, pasir-pasir di keruk tanpa batas, udara terus diracuni dengan polusi dan zat-zat kimia yang berbahaya, bumi di bor sampai kedalaman yang membahayakan, hewan-hewan ditangkapi demi tujuan bisnis. Akibatnya alam rusak parah, musim tidak lagi beraturan, ozon kian menipis, limbah polusi mulai menyerang udara, air dan bumi kita. Dari sini sebetulnya upaya mengundang bencana secara sengaja sedang dimulai.
Belum lagi dengan ilmu pengetahuan modern yang lebih cenderung pada pemenuhan hawa nafsu dibanding meredamnya, ketika sebagian orang terkena penyakit kelamin, solusi yang ditawarkan adalah kondom, bukan cara mencegahnya. Bila para orang tua risau oleh prilaku seks bebas anak-anaknya, jalan keluar yang ditawarkan adalah obat anti hamil, bukan cara mencegah atau menghindari seks bebas itu. Akhirnya apa ? kemaksiatan semakin merajalela, dan sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Daud,  Baginda Nabi saw bersabda : Bila semarak kemaksiatan maka akan muncul kegoncangan
Tetapi semoga saja Allah swt tidak sedang murka kepada kita, melainkan hanya mengingatkan kita agar kembali pada jalan yang benar. Sebab kalau Allah murka, barangkali tidak  sekedar sejumlah masalah dan kasus atau bencana alam yang ditimpakan kepada kita, mengingat persyaratan untuk kita dihancur leburkan selebur-leburnya sudah sempurna  kita miliki. Ukuran kemaksiatan, kedurhakaan dan kesalahan kita selama ini dari sudut aqidah, syariah dan ahlak, dari sudut individu dan sosial sungguh tidak lebih rendah dibanding kedurhakaan kaum Nabi Nuh as yang kemudian ditelan air bah raksasa. Sungguh penderitaan yang kita alami akibat perbuatan kita jauh belum sepadan dengan kebusukan hati, kebobrokan moral dan penghianatan yang kita lakukan selama ini baik secara individu maupun secara kolektif.

SANG FAJAR AKAN SEGERA TIBA Menjawab curhat & pengakuan beberapa teman yang terbelit masalah



Ust. Hefni Zain

Saudaraku ……………
Karena keterbatasan waktu, di acara life TV kemarin saya hanya bisa menjawab beberapa pertanyaan. Untuk kasus anda, secara umum saya hanya bisa berkomentar bahwa hidup ini adalah perjuangan menyelesaikan masalah. Dan setiap manusia, siapapun dia pasti pernah menghadapi masalah,  maka hadapilah setiap masalah dengan wajar. Jangan terlalu sedih atau resah, sebab kesedihan dan keresahan tidak akan menyelesaikan masalah, tapi justru menambah masalah baru. Ibarat malam telah tiba, kesedihan tidak akan mampu mengembalikannya pada siang. Apakah dengan bersedih anda mampu mengembalikan air mata yang terlanjur tumpah? Apakah dengan bersedih anda mampu mengembalikan hari ini pada hari kemarin ? tentu tidak.  Bahkan  kesedihan hanya akan menforsir jantung dan menguras energy anda. Bila anda bersedih karena suatu masalah, maka masalah itu akan berlipat ganda. Kesedihan itu hanya akan membuat air yang segar terasa pahit dan taman yang indah tampak mengerikan. Sungguh sedikitpun bersedih itu tiada berguna.
Memang manusia kadang tidak mampu menolak masalah, yang penting masalah yang anda hadapi harus dijadikan pelajaran berharga untuk tidak terulang lagi di hari-hari mendatang.  Semua masalah anda bisa teratasi dengan mudah hanya bila anda mau menyerahkan semuanya kepada Allah swt. Jangan ragu, tak ada kebaikan dalam keraguan. Maka Yakinlah! tanpa keyakinan, kepastian menjadi sirna tetapi dengan keyakinan, yang mustahil bisa jadi kenyataan. Bersabarlah! Karena dengan sabar semua bisa menjadi baik, sabar dalam musibah adalah pakaian nabi Ayyub, sabar dalam taat adalah hiasan nabi Ibrahim, sabar dalam menolak maksiat adalah mahkota nabi Yusuf. Ketidak sabaran berakibat perpisahan antara Khidir dan Musa, ketidak sabaran membuat berbagai kebaikan lepas dari genggaman kita.

Saudaraku......
          Jangan pernah berputus asa. Dan ketahuilah ! orang baik itu bukan orang yang tidak pernah bersalah atau berdosa, orang baik itu adalah orang yang segera menyadari kesalahannya dan segera bertobat Kepada Allah swt.  Ditegaskan dalam Al-Qur’an, “Katakanlah wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa2 semuanya. Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Qs. 39 : 53).
          Maka Tutuplah dosa-dosa itu dengan taubat, gantilah kejelekan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan tadi akan menghapus kejelekan yang pernah kita lakukan.

Saudaraku......
Yakinlah bahwa tidak ada badai yang tidak berlalu. setiap tangisan akan berujung dengan senyuman dan setiap kegelisahan akan berganti dengan kedamaian, Itulah sunnatuloh, bila ada duka pasti akan ada suka, dan setelah kesulitan pasti ada kemudahan, maka kabarkan pada malam bahwa sang fajar akan segera tiba, kabarkan juga pada orang-orang yang kesusahan bahwa pertolongan Allah akan segera datang. Perbanyaklah membaca “hasbunalloh wani’mal wakil ni’mal mawla wa ni’man nasir”  niscaya pertolongan Allah akan segera tiba, lalu merubah segalanya menjadi baik.

Saudaraku......
Setiap doa yang tulus, rintihan yang jujur, air mata yang menetes penuh ikhlas dan semua keluh kesah yang menyayat hati akan diperhatikan oleh Allah. Ya Rabb gantikanlah kepedihan ini dengan kesenangan, jadikan kesedihan itu sebagai awal kebahagiaan, Tidak ada satu kekuatanpun didunia ini tanpa pertolonganMu, cukuplah bagiku Engkau sebagai pelindung dan penolong kami karena Engkaulah sebaik baik pelindung dan penolong.

Selasa, 07 Mei 2013

HATI-HATI MEMILIH PEMIMPIN



Oleh : Ust. Hefni Zain.

Seperti biasa, setiap menjelang pilkades, pilkada atau pemilu, para kandidat mulai sibuk mempengaruhi rakyat mencari dukungan. Baliho, gambar bakal calon, poster, stiker dan sejenisnya, mulai memenuhi seluruh pemandangan di pinggir jalan. Rakyat kecil juga mulai dimanjakan, diingat, dan bahkan dibodohi. Berbagai bantuan “tidak ikhlas” mulai ditabur, broker-broker politik mulai bersliweran, gendrang kampanye untuk mengumbar janji-janji kosong (biasanya dikemas dalam bentuk visi misi) mulai ditabuh, dan suhu politik mulai memanas.
Para pemilih hendaknya cermat dan berhati-hati dalam menentukan pilihan, sekali salah pilih, implikasinya akan terasa hingga beberapa tahun ke depan.
 Secara umum prilaku manusia selalu bersumber pada tiga hal, yakni : nafsu, emosi dan otak (akal). Nafsu berpusat pada sulbi, darinya muncul energi, hasrat dan keinginan. Emosi berpusat di jantung, darinya mengalir darah, semangat, ambisi dan keberanian. Sedangkan otak (baca : akal) terletak di kepala, darinya melahirkan pemikiran, intelek dan pengetahuan. 
Manusia yang dikuasai sulbinya, ia menjadi rakus, hiper dan selalu mengejar kekayaan dengan segala cara, baginya kebajikan tertinggi adalah “kepemilikan”. Manusia jenis ini sangat cocok dididik menjadi pengusaha. Sementara manusia yang dikuasai jantungnya, ia menjadi kasar, sangar dan selalu berusaha mencari kemenangan. Baginya kebajikan tertinggi terletak pada “penaklukan”. Manusia jenis ini sangat cocok menjadi prajurit tempur atau pendekar di dunia persilatan.
Tentu saja ada manusia istimewa yang dikuasai kepalanya, ia tidak tertarik pada kekuasaan, kekayaan dan kemenangan. Tempat terindah baginya bukan di dunia usaha, bukan pula di arena pertempuran, tetapi ditempat sunyi  saat ia melahirkan gagasan-gagasan cemerlangnya. Baginya kebajikan tertinggi adalah kearifan. Manusia jenis inilah yang paling cocok menjadi pemimpin yang mengatur  masyarakat dan pemerintahan.
Celaka bila manusia sulbi menjadi pemimpin, karena ia akan  menjadikan rakyatnya sebagai alat komoditas. Isu kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan rakyatnya akan dijadikan “mesin ATM” yang dapat meraup keuntungan besar. Pemimpin model ini  abai terhadap kesejahteraan rakyatnya, yang diburu setiap hari adalah bagaimana dapat memenuhi keinginan biologisnya dengan cara apapun,  karena itu : berselingkuh, memperkaya diri, korupsi dan aniaya adalah prilakunya sehari-hari, kendati semua itu dilakukannya dengan cara yang halus, canggih dan dibungkus dengan argumentasi yang sok ilmiyah. Sebagai sosok yang dikuasai sulbi,  manusia jenis ini tidak pernah puas dengan apa yang telah didapatkannya. Ia akan terus menumpuk kekayaan sebanyak-banyaknya, mempertahankan kekuasaan sekuat-kuatnya dan memelihara gundik dimana-mana.
Celaka juga bila manusia jantung menjadi pemimpin, sebab rakyatnya akan dijadikan bamper bagi terwujudnya ambisi untuk sebuah penaklukan dan popularitas. Sebagai seorang yang menjadikan penaklukan”, sebagai kebajikan tertinggi, dia bertangan besi, tempramental, pendendam, dan selalu su’udzan. Maka siapapun yang menentangnya akan segera disingkirkannya. Manusia jenis ini hanya bertujuan satu hal dalam hidupnya, yakni mengalahkan lawan-lawannya. Ia menganggap semua orang yang tidak sejalan dengannya adalah pesaing yang mesti dihabisi. Yang dominan dalam otaknya hanya dua kata : Win and Los.
Rakyat akan selamat, jika manusia kepala yang menjadi pemimpin, yakni manusia yang memiliki kearifan dan hikmah, indikatornya,  adalah : mempunyai ketinggian moralitas, kelembutan hati, berprilaku jujur, ikhlas, sederhana dan jauh dari kemewahan. Manusia jenis ini biasanya disebut Masyahidul Israqiyah (kelompok manusia tercerahkan). Hanya orang yang memimpin dengan hikmah yang berpeluang mewujudkan terciptanya tatanan masyarakat yang  khoir dan salamah, yang terbebas dari berbagai bentuk diskriminasi dan eksploitasi.
Dalam konteks keIndonesiaan, pemimpin yang baik bukanlah yang berdiri di tabung kaca melainkan yang mengalir didalam denyut nadi rakyatnya sebagai pusat energi yang menciptakan gelombang metabolisme rohani rakyatnya, pemimpin yang baik bukanlah ditakuti bawahannya melainkan dicintainya serta mampu membuat yang dipimpin memiliki kesadaran mendalam untuk memimpin dirinya masing-masing.
Karena itu salah satu indikator prilaku pemimpin yang baik adalah bukan saja yang melakukan open house atau open SMS untuk menyerap keluhan, harapan, tuntutan dan aspirasi murni masyarakatnya, tetapi juga yang membuka hati (open  heart) seluas-luasnya bagi rakyatnya, yang dengan itu akan terjadi silatur ruh atau sambung batin yang kuat antara  hati sang pemimpin dengan hati rakyatnya sehingga ia merasakan apa yang dirasakan rakyatnya dan begitu pula sebaliknya, termasuk dalam konteks ini pemimpin yang baik adalah mereka yang merasa legowo bila dikritik, diingatkan atau bahkan didemo oleh rakyatnya sebagai wujud  apresiasi cinta demi kemakmuran bersama.
Pemimpin yang baik bukan yang enjoy mempunyai pembisik yang selalu membenarkan tindakannya, tetapi yang selalu berkata benar dihadapannya. Pemimpin yang baik adalah mereka yang memulai gerakan kepemimpinannya dengan bukti bukan dengan janji, ia memberikan semua yang dimilikinya dan tidak berharap apapun bagi dirinya kecuali kesejahteraan rakyatnya, ia laksana pohon buah di pinggir jalan, meskipun sering dilempari dengan batu, ia tidak berhenti menghadiahkan banyak buah matang bagi semua orang. Baginya kejujuran lebih utama dari sekedar memperoleh kekuasaan, bukan demi memperoleh kekuasaan lalu  menghalalkan segala  cara. 
Bagi pemimpin jenis ini, tiada yang lebih diutamakan selain rakyatnya, baginya makna terdalam dari hidupnya adalah menyatukan dirinya dengan rakyat yang dipimpinnya, hanya rakyatnya yang penting, yang utama, yang ujung dari segala ujung tujuan kepemimpinannya. Karenanya pekerjaan utama pemimpinjenis ini adalah meninggikan dan mendahulukan kehendak rakyatnya diatas segalanya, bahkan ia akan rela melakukan atau mengorbankn apa saja demi rakyat kemakmuran rakyat  yang dicintainya.
Saya kira tidak mungkin rakyat dapat belajar hidup sederhana kalau para pemimpinnya berlomba mengejar kemewahan, tidak mungkin rakyat dapat hidup sejahtera bila para pemimpinnya tidak menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai orientasi kepemimpinannya. Intinya, untuk mendapatkan kepercayaan rakyatnya, seorang pemimpin mesti menunjukkan keteladanan, kearifan, ketinggian akhlak dan kelembutan hati, juga berprilaku jujur, hidup sederhana dan jauh dari berbagai bentuk kemewahan. Saatnya para pemimpin belajar banyak, karena rakyat telah mengalami banyak.

KARYA ILMIAH BERBASIS RESEARCH




Pengantar
          Dalam penulisan karya ilmiah berbasis riset, setidaknya terdapat dua hal yang perlu dikuasai. Pertama, bagaimana sesungguhnya seluruh proses penelitian itu dilakukan. Kedua, bagaimana hasil sebuah penelitian itu harus dilaporkan, termasuk dalam jurnal ilmiah. Sesungguhnya yang menjadi tujuan utama dari penulisan karya ilmiyah berbasis riset adalah memberitahukan kepada pembaca tentang masalah yang diteliti, metode yang digunakan, hasil-hasil yang telah ditemukan dan kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian tersebut. Dalam laporan penelitian tugas utama penulis/peneliti adalah untuk  melaporkan hasil penelitiannya sebaik dan sejernih mungkin tentang apa yang telah dilakukan, mengapa hal itu dilakukan, serta kesimpulan apa yang diambil dari penelitiannya dan bukan untuk menyakinkan pembaca mengenai kegunaan hasil penelitian dan sejenisnya[1].
          Meskipun penulisan hasil penelitian merupakan bagian akhir dari seluruh proses penelitian, tahap ini umumnya dianggap paling menentukan dari seluruh agenda penelitian yang telah dilakukan.  Laporan penelitian yang lengkap tentu tidak hanya menyanjikan hasil penelitian, tetapi juga, menampilkan proses penelitian itu secara utuh [2]. Tulisan singkat ini berusaha membahas elemen-elemen pokok yang  ada dalam karya ilmiah berbasis hasil riset :

1. Topik atau judul.
       Pemilihan topik atau lebih konkritnya judul, akan  menggambarkan tingkat kedalaman dan cakupan dari sebuah penelitian yang akan dibahas. Bagi pembaca judul akan  dianggap mewakili bobot sebuah hasil penelitian yang akan ditulis; bahkan gambaran mutu tulisan yang akan digarap. Mulai dari luasan teorisasi yang akan ditemukan. Karena itu biasanya ada beberapa kriteria minimal yang harus dipenuhi sebagai sebuah pemilihan tema atau judul dalam karya ilmiah:
a.   Dalam judul laporan sebaiknya sudah mengambarkan apa yang telah diteliti.
Dalam penetapan judul pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, jika penelitian itu bersifat kualitatif judul bisa dirumuskan dari perasan hasil temuan yang telah ada. Sebaliknya jika penelitian itu bersifat kuantitatif, maka judul telah ditentukan secara deduktif dan menggambarkan masalah yang akan diteliti. Apapun proses penetapan judul yang dilakukan (induktif atau deduktif)  maka hendaknya judul jangan terlalu luas  cakupannya atau sebaliknya terlalu sempit. Demikian juga judul penelitian juga jangan bersifat simbolik, terlalu abstrak atau mungkin puitis.  Judul yang baik adalah yang memperlihatkan korelasi antara variable secara jelas, juga, mencerminkan arah penelitian yang akan dilakukan.
b. Judul yang dipilih hendaknya memiliki signifikansi sebagai karya ilmiah: baik dari segi kebutuhan akademis (menjanjikan temuan teoritis) maupun dari segi praktis ( sebagai problem solving). Jangan sampai sebuah penelitian kurang memberikan janji atas kontribusi baik dalam wacana pemikiran ataupun deskripsi empiris yang membutuhkan verifikasi kajian sejarah.  Dengan kata lain judul harus singkat, memikat,  informatif, menjanjikan tema-tema aktual dalam bidangnya, dan disampaikan dalam bahasa yang jernih.   

2. Latarbelakang
       Meskipun tidak ada rumusan baku bagaimana latarbelakang penelitian harus dibuat, namun isi pokok dari latarbelakang adalah membangun argumen: mengapa penelitian itu penting untuk dilakukan. Tentu saja arti “penting” disini bukan menurut pengertian peneliti yang subyektif, tetapi harus dilihat dari  kepentingan yang lebih luas dan obyektif. Misalnya, dari segi  akademik mungkin akan melahirkan teori baru dan/atau membatalkan teori lama. Sedangkan dari kepentingan yang lebih  pragmatik akan dapat memecahkan masalah (problem solving) yang sedang dihadapi masyarakat, misalnya. Dengan demikian masalah penelitian bukan hanya  bermula  dari sensitifitas peneliti terhadap fenomena sosial yang ada, tetapi juga, adanya kesenjangan fakta sosial yang ingin diketahui atau dipecahkan. Yang jelas masalah penelitian bukan semata-mata didasarkan interest  peneliti yang subyektif.
         Dalam membangun argumen mengapa penelitian itu perlu dilakukan bisa saja terinspirasi oleh hasil penelitian orang lain, data-data statistik, hasil bacaan jurnal penelitian, studi pustaka, pengamatan yang menceritakan terjadinya kesenjangan antara yang “seharusnya” (das sollen) dengan fakta-fakta sosial “yang ada” (das sein), misalnya. Dengan demikian seluruh bagunan dalam latarbelakang sebenarnya merupakan  sebuah argumentasi yang menyakinkan mengapa penelitian itu penting untuk dilakukan.  Oleh karena itu dukungan argumentasi baik yang dipungut dari referensi: literatur, laporan research sejenis, diskusi teoritik, dukungan statistik, artikel-artikel yang relevan sangat penting. Paling tidak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis latarbelakang:
a.  Argumentasi yang disusun harus bersifat sistematis mulai dari premis-premis atau pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum menuju hal-hal yang lebih khusus. Misalnya dari problem-problem nasional, regional, lokal, utamanya jika  penelitian itu bersifat empiris.  Kalau sifatnya diskripsi paling tidak menjanjikan sesuatu yang baru dan relevan dalam kehidupan yang sekarang. Apa kira-kira relevansinya penelitian yang akan dilakukan dengan kebutuhan akademik, pragmatis atau problem solving  hendaknya diungkapkan secara eksplisit. Sistematisasi argumen itu penting untuk dilakukan. Tidak jarang ditemui argumentasi yang dibangun sering kali kesana-kemari tanpa adanya fokus yang jelas. Dengan kata lain, meskipun tidak diungkapkan scara eksplisit, ruang lingkup masalah penting untuk dijelaskan disini. Pertanyaan penelitian yang hendak dicari jawabnya dalam penelitian  harus tergambarkan dalam  latar belakang ini.
b.  Mengingat tidaklah mudah memilih sebuah topik yang belum dilakukan orang lain, maka sekiranya topik yang dipilih sudah banyak ditulis orang lain,  harus ada argumentasi yang memberikan penjelasan bahwa apa yang akan dilakukan berdeda dengan yang dilakukan penulis yang sudah ada. Baik dari segi pendekatan yang digunakan, teori yang akan digunakan maupun hasil yang diharapkan.  Jadi disini sekali lagi penguasaan penulis untuk mengetahui berbagai jenis penelitian yang telah dilakukan orang penting untuk diuji. Meskipun begitu, studi literatur yang lebih serius tentu saja tempatnya ada dalam studi literatur atau kerangka teori.
c.  Dalam membangun argumentasi harus memperlihatkan konsistensi logika  penelitian yang runtut, sistematis dan tidak meloncat dari satu masalah kemasalah lain tanpa adanya penjelasan yang memadai. Jadi, diluar  teknis kebahasaan hendaknya diperhatikan kapan perubahan paragrap itu harus dilakukan (sesuai dengan main idea yang ingin dijelaskan) juga harus koheren.
d.  Pada akhirnya dalam latar belakang harus mampu menjawab studi apa yang akan dilakukan, mengapa itu penting untuk dilakukan dan bagaimana cara melakukannya termasuk limitasi atau keterbatasan penelitian yang dihadapi.  Semuanya itu  penting untuk dijelaskan dalam latarbelakang.
e.  Singkatnya dalam latarbelakang harus memuat argumen yang jelas tentang mengapa penelitian itu penting untuk dilakukan; argumen itu harus didukung oleh data atau pemikiran dalam setiap point yang diturunkan; dan seluruh argumen itu harus ditunjukkan bagaimana seluruh masalah (pertanyaan penelitian) yang diformulasikan itu terintegrasi secara konseptual.

3.  Perumusan Masalah
 Pertanyaan penelitian  pada dasarnya sangat berkaitan dengan tujuan dan sifat penelitian yang akan dilakukan. Artinya perumusan masalah sangat tergantung dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai dan jenis penelitian yang akan dilakukan. Sementara bentuk perumusan masalah dapat berupa pertanyaan atau berbentuk peryataan. Jika tujuan penelitian itu bersifat deskriptif (to describe), misalnya, maka bentuk pertanyaannya biasanya dirumuskan dengan pertanyaan “apakah” (what), tetapi jika jenis penelitiannya bersifat eksplanasi (to explain), maka  perumusan masalahnya biasanya didahului oleh pertanyaan “mengapa” (why) atau sejauhmana (how). Tentu saja ketentuan ini bukan rumus matematis. Apa yang dikemukakan dalam rumusan masalah sebenarnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang ingin ditemukan jawabannya dalam penelitian yang akan dilakukan. Sementara hal-hal yang dapat dipilih sebagai masalah antara lain: kontribusi terhadap khasanah ilmu pengetahuan; menindaklanjuti temuan-temuan sebelumnya; dan mencari jawaban dari (sesuatu) masalah dan sebagainya.  Dan yang lebih penting pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dalam perumusan masalah minimal harus menyatakan hubungan antar dua  gejala, apa yang akan diteliti harus dapat ditiliti secara empiris dan dikemukakan secara eksplisit[3].
Dengan kata lain rumusan masalah pada dasarnya merupakan rincian pertanyaan penelitian yang telah dituangkan dalam latarbelakang. Karena itu, sekali lagi,  yang terpenting dalam merumuskan masalah akan sangat tergantung dengan jenis penelitian yang akan dilakukan. Apakah penelitian itu sifatnya deskripsi, eksplanasi, prediksi, atau yang lain. Semuanya ini akan membawa konsekuensi pada tujuan penelitian yang ingin dicapai, termasuk metode yang akan digunakan.
Dalam field research ada beberapa teknik untuk menjaga konsistensi antara perumusan masalah dengan tujuan penelitian. Jika tujuan penelitiannya hanya ingin mendiskripsikan secara mendalam atas realitas yang diteliti, maka bentuk rumusan pertanyaannya bisanya di dahului oleh ”what”. Misalnya faktor-faktor apa saja yang menyebabkan cara keberagamaan yang tektual lebih menarik dibandingkan yang subtansial. Sebaliknya jika tujuan penelitiannya ingin melakukan eksplanasi (menjelaskan) maka pertanyaan yang dikembangkan dalam perumusan masalah didahului oleh pertanyaan ”why”. Misalnya, mengapa radikalisasi keagamaan yang menggunakan kekerasan marak di Indonesia dan seterusnya. Tapi, magic question ini tentu saja fungsinya  hanya untuk mempermudah dalam merumuskan pertanyaan penelitian yang sudah secara umum di bahas dalam lalarbelakang pemikiran.
Mengingat bahwa  sebagian besar dari penelitian yang dilakukan di UIN adalah studi pustaka, maka rumusan masalah yang diturunkan,  harus konsisten antara jenis penelitian yang akan dilakukan dengan tujuan penelitian yang akan dirumuskan. Jika sekiranya tujuannya ingin membandingkan dua pemikiran tokoh dalam hal metode dan pemikiran dalam bidang teologis, misalnya,  maka rumusan deskripsinya minimal harus  mendalami kedua area itu. Jangan sampai yang dijanjikan adalah studi perbandingan pemikiran dalam filsafat manusia antara Hasan Hanafi dengan Arkoun, misalnya, yang dibahas malah pandangan kenduanya tentang teologis atau politik.
              Sementara itu jika penelitiannya bersifat field research maka pembahasan tentang fungsi research question harus jelas; bagaimana mengembangkan dan menyuling pertanyaan penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian atau hipotesa kerja yang telah dirumuskan. Masalah ini penting untuk ditegaskan, mengingat terlalu banyaknya laporan penelitian yang tidak mencerminkan adanya:  koherensi, unity, konsistensi antara masalah penelitian, tujuan penelitian, teori yang akan digunakan, hipotesa (jika ada) yang dikembangkan dan jawaban penelitian yang dirumuskan dalam kesimpulan. Seringkali kesimpulan tidak menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dan jauh dari tujuan penelitian yang telah digariskan.

4. Tujuan Penelitian

          Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa antara rumusan masalah dan tujuan penelitian harus merupakan satu kesatuan. Seperti diketahui  dilihat dari Basic Research paling tidak ada 5 tipe tujuan penelitian: [4]

a.   To explore (penjajagan): tujuannya berusaha untuk pengembangan awal, mencari gambaran kasar atau mencari pemahaman tentang fenomena sosial (keagamaan) yang belum diketahui sebelumnya.
  1. To describe: tujuannya untuk menggambarkan realitas sosial (keagaman) secara apa adanya atau melakukan pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu, termasuk keajegan-keajegan sosial yang ada. Peneliti mengembangkan konsep atau teori, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.
  2. To explain: untuk menjelaskan hubungan kausal fenomena sosial (keagamaan) dengan mengembangkan pengujian hipotesa.
  3. To understand: untuk memahami fenomena sosial (keagamaan) secara mendalam,  termasuk menentukan alasan-alasan dari tindakan sosial yang ada, kejadian-kejadian serangkain episode sosial, dengan berbagai alasannya yang diderivasi dari aktor sosial.
  4. To predict: untuk melakukan ramalan kejadian tertentu dimasa mendatang, setelah melakukan pemahaman dan penjelasan atas fenomena sosial tertentu sebagai landasan postulatnya.
  5.  To change: untuk melakukan intervensi sosial, seperti membantu partisipasi
  6.  To evaluate: untuk memonitor program intervensi sosial atau menilai apakah program yang telah ditetapkan sesuai dengan outcome yang telah direncanakan dan membantu memecahkan masalah dan membuat kebijakan.
  7.  To asses social impact: untuk mengindentifikasi kemungkinan konsekuensi/dampak sosial-kebudayaan dari pelaksanaan proyek, perubahan teknologi atau kebijakan tindakan pada stuktur sosial, proses sosial dan sebagainya

 Meskipun kategorisasi tujuan penelitian di atas umumnya untuk field research, tetapi prinsip-prinsipnya juga berlaku dalam studi literatur. Khususnya dalam teknik membangun korelasi antara perumusan masalah dengan tujuan penelitian. Karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan tujuan penelitian:
a.   Jika pertanyaan penelitian yang ingin dijawab adalah faktor-faktor apa (what) saja yang mempengaruhi radikalisasi keagamaan di Indonesia maka tujuan penelitiannya adalah mendiskripsikan. Namun jika yang ingin diketahui adalah mengapa (why)  formalisai agama lebih menarik di kalangan mahasiswa umum daripada mahasiswa agama, maka tujuan penelitiannya adalah untuk eksplanasi. Tentu saja hal ini bisa dibalik. Jika tujuan penelitian untuk mengetahui atau mendiskripkan faktor-faktor  yang mempengaruhi radikaliasi, maka rumusan penelitiannya bisa disesuaikan denagn tujuan penelitiannya. Yang jelas harus ada konsistensi antara tujuan penelitian dengan rumusan masalah. Jangan sampai tujuannya untuk intervensi (change) masalah yang dirumuskan untuk memprediksi dan seterusnya.
  1. Konsistensi antara rumuan masalah (pertanyaan penelitian) dengan tujuan penelitian juga menagih konsistensi dalam elemen lainnya, khususnya terhadap hipotesa (jika ada) yang dikembangkan dengan teori yang akan digunakan (akan dibahas dalam fungsi teori). Misalnya, kalau tujuan penelitiannya hanya untuk mendiskripsikan maka posisi teori paling banter hanya membantu memahami/ membahasakan atau menafsirkan realitas yang ditemukan dan bukan untuk membuktikan salah benarnya sebuah teori.

5.  Kegunaan Penelitian
           Kegunaan penelitian sebenarnya lebih diperuntukkan untuk menjawab kebutuhan yang lebih pragmatik daripada  kebutuhan akademik. Karena itu rumusan yang dikemukakan, jika penelitian itu akan menjanjikan rekomendasi, maka rumusannya harus  menyakinkan dan berhasil-guna  seperti yang telah ditawarkan dalam tujuan penelitian. Dalam banyak kasus antara tujuan dan kegunaan penelitian tidak jarang dijadikan satu,  meskipun umumnya dipisahkan.

6. Studi Literatur
          Studi literatur merupakan bagian yang sangat penting dalam studi karya ilmiah seperti tesis atau disertasi. Tingkat kedalaman atau  keleluasaan sebuah hasil penelitian sebagian akan ditentukan oleh seberapa jauh peneliti   memiliki pengetahuan yang mendalam terhadap sesuatu masalah yang akan diteliti, yang salah satunya ditentukan oleh keluasan bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Jadi studi literatur pada dasarnya merupakan ajang sana ilmiah yang memperlihatkan keluasaan pengetahuan peneliti terhadap materi yang akan dibahas. Ada beberapa fungsinya literatur review   dalam karya ilmiah (penelitian):[5]  
a.   Untuk menunjukkan relevansi antara masalah yang akan diteliti dengan pengalaman orang lain yang bergerak dalam ranah yang serupa. Dengan melalukan review literatur diharapkan akan membantu peneliti untuk  mempertajam masalah yang akan dikaji. Sebaliknya minimnya studi literatur akan menggambarkan dangkalnya penguasaan material terhadap masalah yang akan dikaji.
  1. Literatur review juga akan memberikan back ground dan justifikasi atas penelitian yang akan dilakukan, baik dalam upaya membantu mempertajam masalah pertanyaan penelitian maupun dalam rangka   memperluas cakrawala  masalah yang akan diteliti.
  2. Untuk membantu kemungkinan menemukan jawaban penelitian atau membantu mengembangkan hipotesa (kerja) yang telah dirumuskan;
  3. Menunjukkan asumsi yang mendasari dibalik pertanyaan yang diajukan dalam penelitian. Jadi setiap pertanyaan yang dirumuskan harus dilandasi oleh kerangka teoritik yang jelas. Setiap pertanyaan penelitian idealnya tidak facum dari kerangka acuan teoritik yang tersedia.
  4. Menggambarkan asumsi paradigma yang digunakan serta asumsi-asumsi nilai-nilai yang diusahakan dalam penelitian; menunjukkan peneliti cukup mengetahui antara penelitian yang dilakukan dengan intellectual traditions yang ada dalam topic itu dan mensupport atas studi yang dilakukan.
  5. Menunjukkan bahwa peneliti telah mengidentifikasi masalah yang terjadi sebelumnya dan studi yang akan dilakukan akan mengisi apa yang dibutuhkan dan belum dilakukan orang lain atau mengisi slot-slot yang belum dikaji peneliti lain;
  6. Membantu  untuk meredefinisi atas pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendasar dari ”empirical traditions” yang pernah ada. Jadi studi literatur  akan menghindarkan peneliti untuk melakukan pengulangan terhadap masalah yang pernah diteliti orang lain dan membebaskan diri dari  kedangkalan kajian.

7. Kerangka Teori
      Kerangka teori  merupakan bagian yang paling krusial dalam sebuah penelitian. Hampir tidak ada sebuah penelitian apapun—kecuali grounded research-- jenisnya yang tidak menggunakan teori sebagai alat untuk membantu menggambarkan, memahami, menganalisa atau memprediksi data yang telah diperoleh. Meskipun begitu, ada pendapat yang menyatukan antara kerangka teori dengan studi literatur. Namun dalam tradisi yang lebih baku keduanya dipisahkan. Satu hal yang harus diperhatikan dalam sebuah penelitian bahwa posisi atau fungsi teori dalam penelitian ilmiah harus disesuaikan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Tidak boleh terjadi, misalnya, tujuan penelitiannya hanya untuk menggambarkan realitas sosial keagamaan, tetapi teori yang digunakan diposisikan sebagai pembuktian hipotesa (to explain). Paling tidak ada bebeapa posisi teori dalam penelitian empiris:
a.   Dalam penelitian yang masih dalam tahap penjelajahan (to explore), maka posisi teori pada dasarnya tidak terlalu dominan. Kecuali untuk membantu memahami realitas sosial yang ada. Misalnya kita belum tahu mengapa sistem perkawinan poliandri bisa diterima oleh masyarakat di kecamatan x di Pasuruan: atau kita juga belum tahu secara persis, mengapa di kampus-kampus sekuler paham wahabi, Salafi, dan sejenisnya lebih menarik dibandingkan paham sunnni, umpamanya. Atau kita belum tahu persis apakah benar  NU dan Muhammadiyah sekarang  cenderung ke kanan sehingga perlu dilakukan penjelajahan.
b.   Dalam penelitian desktiptif (to describe), meskipun tujuan penelitian hanya menggambarkan realitas sosial secara apa adanya, teori akan sangat membantu untuk menafsirkan atau memahami realitas sosial yang ada. Misalnya, untuk menggambarkan orientasi ideologis dikalangan mahasiswa kita dapat membuat kategorisasi ideologis  ( religius, moderat, kosmopolitan dan nasionalis), tentu saja banyak teori yang bisa digunakan untuk membuat kategorisasi seperti ini. Apapun kategorisasi yang dibuat fungsinya  dapat membantu  untuk memahami gejala social-keagamaan yang telah ditemukan.
c.    Dalam penelitian penjelasan (to explain), posisi teori sangat jelas, yakni untuk landasan penjelasan realitas sosial yang diturunkan dalam hipotesa yang hendak diuji. Jadi posisi teori adalah untuk menuntun hipotesa yang ingin dibuktikan melalui uji statistik. Meskipun jenis penelitian ini hampir tidak menjadi kecenderungan utama dalam disertasi di UIN, tetapi konteks teori dalam jenis penelitian seperti ini penting untuk dipahami.

Satu hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan teori dalam sebuah karya ilmiah seperti tesis atau disertasi adalah sejauhmana teori yang sudah disusun  itu telah dibunyikan dalam temuan (analisa data) sesuai dengan jenis penelitian yang telah dirumuskan. Dalam banyak kasus, teori seringkali tidak dibahasakan sama sekali dalam bab analisa data. Sehingga bab teori seolah-oleh menjadi terpisah sama sekali dengan data yang telah ditemukan.  Jadi, sekali lagi, pilihan terhadap teori yang dikutip dalam sebuah penelitian harus sesuai dengan jenis dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Teori tidak bisa dikutip secara begitu saja tanpa disadari kegunaannya dalam penelitian yang akan dilakukan. Tidak boleh terjadi teori akhirnya terpisah sama sekali dengan temuan-temuan lapangan yang ada. Atau bahasan teori kesana-kemari dan tidak relevan dengan amalah yang akan diabhas.
Yang terpenting dalam bab teori adalah adanya pembahasan yang mendalam terhadap teori yang akan digunakan. Misalnya peneliti akan melihat kesetaraan jender dalam perspektif al-Qur’an. Meskipun disini yang dilihat adalah kesetaran perpektif jender menurut al-Qur’an dan bukan dalam perspektif cultural studies, misalnya, maka pembahasan teori tentang jender tetap diperlukan. Penguasaan perspektif teori jender, minimal dalam perkspektif teori feminimisme liberal, feminimisme Marxis-sosialis atau feminimisme radikal dsb jelas akan berguna atau membantu untuk menganalisa kesetaraan jender (sebagai konsep kontemporer). Atau jika kita mau membahas relasi agama (Islam)  dan negara  pada masa orba, misalnya, maka minimal pembahasan perspektif yang ada dalam Islam harus dibahas. Yaitu pandangan Abu  A’la al-Maududi yang mewakili pandangan keharusan formaliasi agama  (“Islam addin wa-daulah”) :  pandangan teori pemisahan antara agama dan negara model Ali Abdurroziq yang menggangap tidak ada cetak biru dalam al-Qur’an kecuali hanya prinsip-prinsip umum, seperti keadilah (‘adalah), persamaan (mushawah) dan demokrasi (syura) dan pandangan yang menggambarkan hububungan antara agama dan negara bersifat simbiose mutualistik, yang diwakili oleh Al- Mawardi, misalnya. Disamping perlunya pembahasan tentang teori negara (yang mendasari perspektif orde baru).

8. Metodology
          Hal lain yang harus dibedakan secara ketat dalam sebuah  penelitian ilmiah adalah apa yang disebut metodologi dengan metode. Per definisi perbedaan itu antara lain:  
a.   epistemology is the science of knowing , methodology  (a subfield of epistemology) might be called “the science of finding out[6]
b.   methods as the techniques or procedures used to collect and analyse data. Methodology, on the hand, refers to discussions of how research is done, or should be done, and to the critical analysis of research[7]

Jadi jika metodologi merupakan pendekatan atau perspekstif maka metode adalah sebuah  presedur atau teknik yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisa data.  Bagi sebuah karya ilmiah seperti disertasi masalah metodologi dan metode yang digunakan mestinya diuraikan secara detail dan mendalam. Dengan demikian dalam metode penelitian paling tidak yang harus diuraikan adalah: bagaimana data akan dikumpulkan dan dianalisa.
    Misalnya kita sedang peneliti tentang karya sastra dengan teori dekontruksinya Foucult dan Derrida: Atau kita mau merekontruksi perdebatan Al-Ghozali dengan Ibnu Rusyd tentang “takhafut takhafut dan takhafut falasifah” dan relevansinya dengan perkembangan pemikiran di Indonesia dalam kasus NU atau MUI, misalnya. Maka pendekatan yang dijanjikan tidak bisa hanya menyebut komparatif kritis, tetapi harus lebih detail apa yang dimaksud komparatif kritis tersebut. Atau judul “Lajnah Bahtsul Masail Nahdatul Ulama, 1926-1999, Telaah Kritis Terhadap Keputusan Hukum Fiqh:, maka pendekatan yang digunakan tidak bisa hanya disebut Analisis Kuantitatif, kualitatif, Kombinasi keduanya, reflektif, komparatif, kritis.  Harus dijelaskan dalam hal apa pendekatan kuantitatif digunakan termasuk analisa yang dijanjikan. Demikian juga apa yang dimaksud reflektif, kritis harus disebutkan. Singkatnya setiap metodolgi dan metode yang digunakan bukan hanya perlu dijelaskan tetapi juga dipertangungjawabkan relevansinya dengan masalah yang akan diteliti.
     
Teknik Pengumpulan Data
          Hal lain yang juga perlu disebutkan dalam laporan penelitian adalah masalah teknik pengambilan datanya.  Sebagaimana yang kita ketahui beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif antara lain: observasi terstruktur (structured observation); questionnaire; structured interview; content analysis of documents. Sedangkan dalam penelitian  kualitatif antara lain kita kenal pengumpulan datanya seperti: Participant observation; focused interview; indepth interview; oral/life histories; focus groups/Group interviews dan content analysis document. Semuanya harus diuraikan sesuai dengan pendekatan  penelitian yang digunakan dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
          Dalam penulisan laporan semua tehnik pengumpulan data itu harus diuraikan secara jelas. Termasuk menceritakan seluruh cara kerja yang dilakukan.

Analisa data
          Mengingat bahwa dalam analisa data merupakan bab kunci dalam sebuah karya ilmiah seperti tesis atau disertasi, ada beberapa hal teknis yang perlu diperhatikan:
a.   Dari segi teknis harus ada konsistensi antara posisi teori yang digunakan dengan temuan data yang ada. Apakah teori difungsikan sebagai alat untuk memahami atau menafsirkan realitas sosial keagamaan yang diteliti atau berfungsi untuk diverifikasi (ini jarang ada dalam disertasi di UIN).  Yang tidak boleh  terjadi jika teori yang diuraikan sama sekali tidak dibunyikan dalam analisa data.
b.   Dalam analisa data harus  konsisten antara pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, tujuan penelitian, hipotesa (kerja) yang telah dikembangkan. Jika misalnya, apa yang dijanjikan dalam tujuan penelitian ingin memetakan polarisasi pemikiran Ulama dalam kalangan NU dalam menanggapi hubungan agama dan negara, maka kategorisasi (analisa data) yang ada akan menggunakan tiga perspektif yang sudah disebutkan dalam teorisasi (Maududian, Abduroziqian, Mawardian)  atau mungkin menemukan kategori lain. Tentu saja dalam analisa mungkin tidak hanya memetakan polarisasinya tetapi juga mencari penyebabnya.
c.    Prosedur atau teknik yang paling lazim dalam penelitian kualitaif  antara lain: Description; Theory generation; Analytic induction, Grounded theory (open and axial coding), Categorizing and connecting, From everyday typications to typologies. Atau seperti analysis interactive model yang dikembangkan Miles dan Huberman (1998) mulai data collection and timing, data display, data reduction and analysis,  hingga conclusion.  Terlalu banyak sebenarnya model analisa dalam penelitian kualitatif. Yang penting harus disadari bahwa dalam penelitian kualitatif antara analisa data dan pengumpulan data tidak terjadi secara terpisah (seperti dalam penelitian kuantitatif). Data dikumpulkan baru dianalisa. Jadi tidak harus ada bab yang terpisah antara temyan data dan analisanya. Apalagi dalam studi literartur. Analisa data bisa jadi sudah inheren dengan dengan urain tentang masalah yang dibahas. 
d.   Bagi jenis penelitian yang melakukan field research dan menggunakan metode kualitatif (etnografi) misalnya,  satu hal yang harus  diingat adalah perlunya pembedaan ayng ketat antara emic dan ethic. Antara pendapat informan dengan pendapat peenliti ahrus dipisahkan secara jelas. Sehingga antara opini dan fakta harus jelas pemisahannya.
e.   Apabila penelitian itu kuantitatif (survey), maka analisis statistik yang akan digunakan diuraikan secara singkat sesuai dengan tujuan dan jenis hipotesa yang telah dikembangkan. Misalnya, jika tujuan penelitiannya hanya deskriptif, maka teknis analisisnya hanya menggunakan statistika dasar yang berkaitan dengan parameter statistika deskriptif (tabel frekuensi, mean, median standar deviasi dan sebagainya). Namun jika tujuan penelitiannya adalah eksplanatoris atau untuk menguji hipotesa,  maka teknis analisa akan lebih komplek dengan mengunakan statistika inferensi.
f.     Singkatnya jenis teknik analisis yang digunakan sangat tergantung pada aras pengukuran dan tipe hipotesa atau model yang hendak diuji. Jika hipotesis kontigensi, yaitu mengujian antar dua variabel yang diukur pada skala nominal, dapat menggunakan analisa chi square: Jika hipotesis perbedaan antar kelompok, maka dapat menggunakan uji beda mean (bila terdiri dari dua kelompok) dan F-test (bila terdiri dari dua kelompok) atau yang dikenal dengan ANOVA (Analisis varian) demikian seterusnya.

10. Kesimpulan
          Salah satu hal yang perlu diingatkan dalam penulisan kesimpulan bahwa isinya harus merupakan jawaban dari pertanyaan dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Yang seringkali ditemui  adalah  kesimpulan cenderung berdiri sendiri yang tidak ada hubungannya dengan tujuan yang telah ditetapkan. 

11. Kepustakaan
          Istilah bibliografi dan/atau kepustakaan seringkali dianggap kurang terlalu lazim dalam karya ilmiah, karena istilah itu  mengacu pada semua pustaka yang belum tentu relevan dengan karya tulis yang disiapkan penulisnya. Demikian juga istilah “kepustakaan”  juga, dianggap terlalu luas karena mengacu pada segala hal yang berkenaan dengan pustaka.[8] Istilah yang dianjurkan adalah referensi, daftar pustaka, atau daftar acuan.[9] Apa yang paling diperlukan dalam menyusun daftar acuan, diluar kecermatan dan ketelitian, juga kejujuran. Sebab, tujuan utama dari penulisan daftar pustaka itu, disamping untuk memberi informasi kepada pembaca tentang sumber tulisan yang telah diacu, juga menunjukkan kejujuran penulis untuk menghindari tuduhan plagiat. Sementara ada beberapa variasi dalam penyusunan referensi dalam karya ilmiah. Beberapa variasi itu antara lain :
a.   menulis nama penulis/penyunting: lengkap untuk nama kecil dan nama keluarga, ataukah dengan inisial saja untuk nama kecil;
b.   meletakkan tahun penerbitan: di bawah nama penulis/penyunting, disamping nama penulis/penyunting, atau dibagian referensi;
c.    menulis dan meletakkan judul buku dan nama penyunting bagi sumber referensi berupa sebuah artikel dalam buku; atau
d.   menulis volume, nomor, dan nomor halaman bagi jurnal ilmiah.



Daftar Pustaka
Blaikie, Norman, 2000. Designing Social Research, First Published in 2000 by Polity Press in association with Blackwell Publishers Ltd.
B. Miles, Matthew , Huberman, A. Michael. 1994.             Qualitative Data Analysis, Second Edition, Sage Publications International Educational and Professional Publisher, Thousand Oaks London, New Delhi.
Babbie,Earl.1992. The Practice of Social Research.Belmont:Wadsworth Publishing Company.
Denzin K. Norman and Lincoln S. Yvonna (eds).1994.  Hand Book of Qualitative Research, Sage Publications, Thousand Oaks. London. New Delhi.
Kvale, Steinar. 1996. Interviews An Introduction to Qualitative Research Research Interviewing. SAGE Publications. Thousand Oaks. London. New Delhi.
Rahadjo,  Rahardjo. 2004 Makalah “ Metodologi Penelitian,” PPK-LIPI, Jakarta.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (eds), 1989. Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta.
Winarno, Yunita T. dkk (eds). 2004.  Karya Tulis Ilmiah Sosial Menyiapkan, Menulis, dan Mencermatinya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,


[1] Fred N. Kerlinger, Forundation of Behavioral Research,  Thrid Edition, 1986; diterjemahkan oleh Landung R. Simatupang, Asas-Asas Penelitian Behavioral, Gadjah Mada University Press, 1993.
[2] Masri Singarimbun, Sofian Efendi (eds), Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hal. 319.
[3] Lihat Yulfita Rahardjo, Metodologi Penelitian, PPK-LIPI,2004. hal.2.
[4] Norman Blikie,  Designing Social Research, First Published in 2000 by Polity Press in association with Blackwell Publishers Ltd, 2000. hal. 72.

[5]  Ibid., hal. 71
[6] Earl,Babie. The Practice of Social Research.Belmont: Wadswoth Publishing Company, 1992.hal.7.
[7]  Blaikie,op.cit. hal.8.
[8] Yunita T. Winarto, Menyusun Referensi, dalam Yunita T.Winanto dkk (eds).,  Karya Tulis Ilmiah Sosial Menyiapkan, Menulis, dan Mencermatinya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 76.
[9] Loc.cit