Ust. Hefni Zain
I
Jutaan
bibir manusia di bumi ini menyebut namanya, jutaan huruf dan
kalimat dirangkai oleh para ulama’, sastrawan, filosof dan sejarawan untuk
mengungkap kekaguman yang tak pernah kering dari kepribadiannya. Dialah Baginda Nabi besar Muhammad saw, model tokoh paripurna yang kehadirannya tidak saja
membawa pencerahan bagi seluruh umat manusia, tetapi juga
sebagai rahmah bagi sekalian alam. Karena itu, setiap kali bulan rabiul awal tiba, umat
Islam dengan antusias menyambutnya dengan berbagai cara dan kegiatan, yang
semua itu tidak bisa diartikan lain, kecuali sebagai ekspresi kecintaan dan
penghormatan mereka kepada Rasululloh saw.
Sayyidina Abu Bakar
Ash-Siddiq dawuh :
“Barang siapa
yang memberikan infaq satu dirham untuk memperingati kelahiran Nabi Saw : akan
menjadi temanku masuk surga” . Sementara Sayyidina Umar Bin Khoththob dawuh : “Barang siapa yang memuliakan kelahiran Nabi
Saw, berarti telah menghidupkan Islam” Sedangkan Sayyidina Ali Bin Abi Tholib dawuh :
Barang siapa yang memuliakan kelahiran Nabi Saw, tidak meninggalkan dunia
kecuali membawa iman.
Memang
merupakan obsesi setiap muslim untuk selalu mendapatkan syafaat
Nabi Muhammad saw, selalu dekat dengan beliau, diakui sebagai pengikut setianya
dan dikumpulkan bersamanya di akherat kelak, dan tidak ada seorangpun diantara
kita yang menghendaki jauh dari beliau,
sebab sejatinya tidak ada yang dapat kita andalkan dari amal kita
dihadapan Allah tanpa syafaat beliau, terlalu banyak dosa dan kelemahan
kita dan terlalu sedikit amal sholeh
kita untuk dipamerkan di hadapan Allah swt, maka satu satunya harapan kita yang
masih tersisa untuk memperoleh kehidupan yang baik adalah pertolongan dan kasih
sayang Allah swt juga syafaat Rasululloh saw.
Namun sulit
dipungkiri bahwa peringatan maulid Nabi Muhammad saw yang semula dimaksudkan
untuk membangkitkan kecintaan kepada beliau dan meneladani pola hidup beliau, secara empiris
perlahan mulai kehilangan nilai substansinya, bahkan tidak jarang Rasululloh
saw tidak diikut sertakan dalam peringatan tersebut. Kegiatan-kegiatan itu
acapkali diisi dengan gelak tawa yang
justru dapat menjauhkan kita dari dari syafaat
Rasululloh saw. Kita mau membayar mahal hanya untuk mengocok perut kita
agar tertawa terpingkal-pingkal. Setelah peringatan itu usai tidak tampak
efeknya bahwa kita baru saja memperingati maulid Nabi Muhammad saw.
Sayyidina Ali pernah mengingatkan para sahabat, “Demi
Allah, janganlah kalian membuat Rasululloh kecewa, tidakkah kalian sadari bahwa
prilaku kalian diperlihatkan kepadanya, jika beliau melihat prilaku tercela
kalian, beliau sangat kecewa. Di
tegaskan dalam Al-Qur’an “Beramallah kalian, maka Allah akan melihat amal
kalian, juga Rasululloh dan orang-orang yang beriman” (Qs At-Tawbah
: 105). Hari-hari ini tentu beliau sangat kecewa, tatkala diperlihatkan
kepadanya prilaku umatnya yang keterlaluan, mengkomersilkan ayat-ayat Tuhan,
mengkomoditaskan rakyat, , hati kita yang khianat, dan tubuh kita yang keasyikan
dalam permainan dunia. Dan kekecewaan
itu semakin perih, ketika berbagai bentuk prilaku tak terpuji itu justru
diatasnamakan membela ajaran beliau, laksana penyamun yang
berjubah kesholehan.
Dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah disebutkan bahwa nabi saw pernah bersabda ”Akan datang suatu masa pada umatku, mereka mencintai lima hal dan
melupakan lima hal lainnya. Mereka mencintai dunia tapi melupakan akherat.
Mencintai kemewahan tapi melupakan siksa kubur, Mencintai harta benda tapi
melupakan hisab Allah, Mencintai
keluarganya tapi melupakan kebenaran, Mencintai dirinya tapi melupakan
Allah swt. Kata Nabi mereka jauh
dariku dan aku jauh dari mereka”.
II
Apa yang
diprediksi Nabi saw kini benar-benar terjadi, tidak sedikit orang yang mengaku
pengikut setia Rasul saw terus berburu harta dan kemewahan, padahal kemewahan
hanya dikendalikan oleh logika hasrat (logic of desire), maka pemburunya
berkecenderungan menderita maniak rakus, dengan kata lain, dalam pelukan
kemewahan seseorang pasti mengalami proses transformasi yang supercepat menjadi
“kerakusan”, dan bila kerakusan menguasai seseorang, maka yang bersangkutan
akan memburunya kemanapun dan dengan cara apapun. Akibatnya kemewahan
mengaburkan pandangan yang bersangkutan dari segala sesuatu yang ada
disekelilingnya, ia akan menelan habis kesadaran yang bersangkutan membuatnya
buta dan tuli terhadap kegetiran, kepahitan, dan kekerasan hidup saudaranya
yang lain. Inilah hal essensial yang dikhawatirkan Rasulululloh saw, dan mesti
menjadi catatan penting bagi semua pihak
yang nuraninya masih normal.
Selama
hidupnya, Rasululloh saw telah mengorbankan segalanya dalam membimbing kita ke
jalan yang lurus dan selalu berharap agar kita menjadi orang yang baik, sebagai
balasannya kita malah kecewakan dan khianati
hati beliau dengan menjadi pengikut manzhab kemewahan sambil mengaku
pengikut Rasul. Sejatinya pemuja
kemewahan adalah para pecandu citra, simbol dan fantasi. Eksistensi
mereka amat bergantung kepada seberapa banyak kepemilikan harta benda. Maka,
bila para pecandu narkoba harus direhabilitasi karena mengalami perasaan tidak
percaya diri, tidak berguna dan tidak berdaya jika tidak mengonsumsi zat
adiktif itu, tentu siapapun yang tidak percaya diri karena penghasilan yang
lebih rendah atau kepemilikan yang lebih sedikit adalah sama buruknya dengan
pecandu narkoba yang juga harus menjalani rehabilitasi mental. Kesadaran ini penting untuk mempertahankan keistiqomahan kita dalam mengikuti Rasul saw serta
untuk memperkokoh tekad kita untuk tidak membiarkan diri kita dibuai oleh
rumbai-rumbai kemewahan, kemegahan dan popularitas.
Islam
mengajarkan umatnya hidup didunia tetapi tidak meletakkan hatinya didunia,
bekerja di dunia tetapi semata mata untuk kepentingan akherat, dengan itu
menjadikan dirinya tidak mau ditipu dan
diperbudak oleh permainan dunia sehingga hatinya menjadi merdeka, sebab dirinya
tidak lagi hawatir atas apapun yang terjadi, ia tidak bersedih karena apa yang
lepas dari tangannya dan tidak bangga dengan apa yang diberikan kepadanya.
Dalam banyak
riwayat disebutkan “Tiap sesuatu terdapat ujian dan ujian terhadap umatku ialah
kecintaan terhadap harta benda” (Hr. Ibnu majah) “Cinta yang berlebihan
terhadap harta dan kedudukan dapat mengikis agama seseorang (Hr. Tabrani)
“Sesungguhnya kecintaan terhadap dinar dan dirham telah membinasakan orang
orang sebelum kamu dan dimasa yang akan datangpun tetap akan membinasakan (Hr.
Tabrani). Islam bukan mengajarkan umatnya menolak harta dan tidak boleh
memilikinya, yang dianjurkan Islam adalah jangan sampai seseorang
terlalu mencintainya sehingga menjadikan dirinya diperbudak oleh hartanya itu.
Bagi Islam manusia yang baik adalah
seseorang yang tidak meletakkan kebahagiannya pada apa yang dimiliki melainkan
pada pemanfaatannya.
III
Rasululloh pernah bermimpi
mimbarnya dikrubuti kera, sejak mimpi itu Rasul saw begitu sedih, Rasul
Bersabda nanti akan ada fitnah yang menggunung, waktu itu berada di perut bumi
lebih baik daripada di punggung bumi,
Saat itu Rasul membayangkan suasana ketika kaum munafiq mencemari ajaran
rasul, ketika sunnah rasul dirubah menjadi ajang kepentingan politik, ketika agama dimainkan oleh orang
yang memiliki kewenangan, Rasul saw sangat menyedihkan hal itu dan menangisi
mimbar agama Rasul sepeninggal beiau. Ternyata
semua itu terjadi, kini ajaran beliau banyak diubah oleh kaum yang mengaku umat
beliau, ungkapan cinta yang semestinya menjadi sunnah dan ungkapan tauhid tak
jarang disebut bid’ah atau bahkan syirk.
Sejumlah ulama menyebutkan
bahwa ciri-ciri pengikut Rasululloh saw antara lain adalah :
1.
Mereka yang
berjuang di jalan Allah dan tidak peduli apakah maut menjemput mereka atau
mereka menjemput maut.
2.
Mereka yang
berakhlaq mulia dan mendahulukan kepentingan orang lain dari kepentingan mereka
sendiri, mencintai orang lain sama dengan mencintai diri mereka sendiri.
3.
Mereka yang
memberikan apa yang dipandang baik dan menahan apa yang dipandang jelek,
menampakkan akhlak terpuji dan bersegera melakukan hal hal mulia, tidak
didapatkan dalam diri mereka prilaku yang dilarang Allah swt.
4.
Mereka yang
banyak memberikan manfaat pada orang lain, walau dirinya sendiri harus
menderita.
5.
Mereka yang
lebih banyak memberikan uswatun hasanah daripada mau’idatun hasanah.
6.
Mereka yang
membalas makian dengan doa keselamatan.
7.
Mereka yang
mengayomi siapa saja terutama orang kecil, teraniaya dan tertindas.
8.
Mereka yang
prinsip hidupnya tidak bisa ditukar dengan gemerlap duniawiyah.
9.
Mereka yang
meletakkan ukuwah diatas segalanya.
Maka kalau kita ingin menjadi pengikut Rasul yang sesungguhnya,
seseorang harus banyak memberikan manfaat pada orang lain walau dirinya harus
menderita, tidak berhenti mengupayakan persatuan kaum muslimin walau berat
resikonya, terus berpegang teguh kepada dua pusaka peninggalan beliau dan terus
berjuang mempersatukan sesama mu’min dalam akidah, bertoleransi dalam
khilafiyah dan berfastabiqul khoirat dalam amaliyah.
Kini saatnya bercermin diri pantaskah kita mengaku sebagai
pengikut Rasululloh padahal sedikitpun kita tidak berpegang teguh pada prinsip
hidup yang diajarkan dicontohkan beliau,
pantaskan kita mengharapkan sorga Allah
padahal kita tak berhenti bermaksiat
kepadaNya.
Selama hidup beliau sangat jujur dan amanah, shg mendapat
julukan al-amin (terpercaya), Memilih pola hidup sederhana, Mendahulukan kepentingan
orang lain diatas kepentingan pribadi, Menghormati yang senior dan menyayangi yang yunior, Selalu
bertaqwa, bertaubat, Sabar dalam segala hal, Selalu bersyukur & Bertawakkal
kepada Allah dalam segala urusan, (As safaqah & An nasru) Belas
kasihan & Suka memberi pertolongan kepada yang lain, (Al Ikhaa), Memiliki
mental persaudaraan yang tinggi, (An nasihaah),Suka memberi nasehat), (Al
afwu) Suka memaafkan kesalahan orang lain dan semacamnya.
Dalam pemimpin, beliau bukan hanya pandai memberi teladan tetapi juga menjadi teladan bagi
uamatnya, bukan hanya memberi contoh tetapi menjadi contoh. Bukan hanya pandai
bermai’idah hasanah, tetapi juga
beruswah hasanah
Sifat-sifat seperti inilah yang
kian hari kian langka dalam kehidupan kita. Sebaliknya Justru yang tambah subur
dalam kehidupan kita adalah prilaku dan sifat-sifat yang selama hidupnya sangat
di jauhi Rasululloh, yakni : ketidak jujuran, hidup mewah, berlomba memperkaya
diri dan mendahulukan kepentingan diri, keluarga, kerabat, dan kroni-kroninya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar