Kamis, 21 Maret 2013

PENGEMBANGAN ITU BUTUH MANAJEMEN KREATIVITAS




Ust. Hefni Zain
Manajemen sebagai disiplin ilmu yang baru dikenal pada pertengahan abad ke 19, dewasa ini menjadi sangat popular, bahkan dianggap sebagai salah satu kunci keberhasilan pengelolaan berbagai organisasi,  termasuk lembaga pendidikan Islam. Karena itu penguasaan terhadap  teori dan praktek manajemen merupakan sebuah keniscayaan bagi setiap lembaga dalam rangka mengembangkan lembaganya secara optimal, efektif dan efisien, lebih-lebih ditengah arus revolusi informasi dimana  berbagai lembaga pendidikan terus dihadapkan pada berbagai kompetisi dan  tantangan yang kian kompleks, maka untuk  mempertahankan eksistensi dan keunggulan daya saing lembaga tersebut, juga untuk menghasilkan out put yang bermutu tinggi, diperlukan trobosan manajemen yang dapat memobilisasi segala sumber daya yang tersedia secara optimal dan akurat, baik melalui pengembangan dan penataan SDM maupun peningkatan kompetensi dan penguatan institusi, dan semua itu mustahil tanpa pemahaman yang memadai mengenai teori dan praktek manajemen.
Namun yang paling mendesak diperlukan dalam rangka memajukan sebuah lembaga pendidikan adalah manajemen kreatifitas, sebab kunci kemajuan dari sebuah lembaga apapun sejatinya adalah jika terdapat kreativitas dari orang-orang yang berada di lembaga itu. Kreativitas merupakan kata kunci dan pintu masuk dari berkembangnya inovasi, pikiran-pikiran baru dan juga modernisasi. Namun kreativitas memerlukan iklim, ruang, atau space untuk tumbuh dan berkembang. Tanpa itu, maka kreativitas akan mati membusuk, dan yang terjadi adalah kegiatan yang bersifat rutinitas yang bersifat teknis.
Akhir-akhir ini ada trend bahwa banyak pihak yang dalam menggerakkan lembaganya lebih memilih menggunakan pendekatan birokrasi mesin, dimana semua kegiatan dijalankan atas dasar aturan yang ketat dan saklek. Perencanaan yang telah disusun harus bisa dilaksanakan. Selain itu, pelaksanaannya harus sesuai dengan aturan yang ada. Menyimpang sedikit dari aturan yang ada dianggap salah dan melanggar, dan kalau perlu harus mendapat sanksi, sekalipun sebenarnya justru menguntungkan lembaga itu sendiri.
Model manajemen yang seperti itu sangat sulit dilakukan oleh perguruan tinggi. Pimpinan perguruan tinggi, harus mengikut saja apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sementara sehari-hari, pimpinan perguruan tinggi menghadapi orang kreatif dan bahkan juga keadaan yang selalu berubah. Menghadapi persoalan seperti itu, maka pimpinan perguruan tinggi dihadapkan pada situasi yang dilematis dan amat sulit. Tidak memenuhi aspirasi dosen dan mahasiswa dianggap jumud, sedangkan menyimpang dari aturan, akan dianggap salah dan bahkan dikenai sanksi.
Dalam keadaan seperti itu, maka yang sering terjadi adalah penyesuaian kebijakan dengan tuntutan birokrasi, sekalipun hal itu sebenarnya juga salah. Contoh yang paling mudah tentang adaptasi itu misalnya, ketika kampus memerlukan masjid, sedangkan dana untuk membangun tempat ibadah itu tidak mungkin disetujui, maka masjid itu dinamai saja laboratorium. Dana dari pemerintah hanya boleh digunakan untuk membangun laboratorium, tetapi tidak boleh untuk membangun masjid. Maka, jalan keluarnya masjid itu harus dinamai gedung labortatorium kajian Islam.
Itulah salah satu contoh adaptasi yang harus dilakukan. Selain itu masih banyak kegiatan yang diberi nama hanya untuk menyesuaikan dengan mata anggaran yang disediakan oleh pemerintah. Hal demikian itu telah dipahami dan dilaksanakan di mana-mana, di kantor pemerintah. Dengan demikian, rekayasa-rekayasa seperti itu dianggap wajar dan atau hal biasa. Padahal sebenarnya, dengan cara itu secara otomatis, telah mengajari birokrat untuk tidak jujur.
Pada akhir-akhir ini, berbagai pihak mendorong tumbuhnya kaum entrepreneur. Ciri khas entrepreneur adalah keberanian, kebesan dan berani mengambil resiko. Tidak pernah ada entrepreneur sukses manakala harus dihadapkan pada berbagai aturan yang membelenggu. Entrepreneur selalu kreatif untuk melakukan ekprerimentasi atau uji coba dan uji coba. Kreatifitas itulah yang menjadikan entrepreneur menjadi maju. Sebaliknya, banyak usaha yang ditangani oleh pemerintah justru menjadi mandeg dan bahkan bangkrut. Hal itu dikarenakan dijalankan oleh birokrat pemerintah dengan aturan yang ketat.
Bangsa Indonesia sekarang ini, dirasakan banyak tertinggal dari bangsa lain. Akan tetapi anehnya yang dikerjakan sehari-hari adalah membuat undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dirjen, dan seterusnya. Akibatnya, para birokrat terbelenggu dan sulit melakukan langkah-langkah cerdas dan stratagis. Cerdas dianggap menyimpang, dan menyimpang selalu berkonotasi salah.
Mestinya dalam suasana seperti ini, di kalangan pemerintah perlu ditumbuh-kembangkan manajemen yang berpihak pada kreativitas, atau mungkin cocok disebut entrepreneur birokrasi. Yaitu, birokrasi yang memberi ruang bagi para birokrat untuk mengambil langkah-langkah cerdas dan strategis guna mengakselerasi pertumbuhan dan sekaligus memperkokoh institusinya. Mungkin dalam kebijakan ini akan muncul kekhawatiran, yaitu terjadi penyelewengan terhadap aset dan kekayaan negara. Padahal sebaliknya, jika kreativitas diberi ruang, maka akan berpeluang menguntungkan negara. Saya pribadi lebih memilih untuk memberikan peluang berkreativitas.
Saya melihat bahwa berbagai penyimpangan yang terjadi di birokrasi selama ini, berupa korupsi, kolusi dan nepotisme, adalah justru dilahirkan dari manajemen yang kaku atau disebut manajemen mesin itu. Manusia tidak akan merasa nyaman jika berada di lingkungan yang sedemikian membelenggu. Oleh karena itu, mereka mencari peluang-peluang untuk menumbuh-kembangkan kreativitas itu. Kreativitas adalah kebutuhan bagi semua orang, sehingga harus disalurkan. Saya berpendapat bahwa, terjadinya kasus-kasus korupsi dan juga mental mendua selama ini, sebenarnya adalah bersumber dari birokrasi yang dikendalikan secara ketat seperti itu.
Oleh karena itu saya berpandangan bahwa untuk mengejar ketertinggalan dan sekaligus mempercepat pertumbuhan bangsa ini perlu dikembangkan entrepreneur birokrasi. Dengan cara itu maka para birokrat pemerintah akan merasa lebih dihargai, dipercaya, dan akan tumbuh rasa tanggung jawab untuk mengejar prestasi masing-masing. Birokrasi pemerintah yang dirasakan membelenggu akan mengakibatkan lahirnya orang-orang yang tidak kreatif dan bahkan banyak berbuat semu atau seolah-olah. Buktinya, cukup banyak, di antaranya adalah keadaan yang kita lihat dan rasakan sekarang ini. (Tulisan diresensi dari ceramah Prof. Dr. Imam Suprayogo di S3 UIN Maliki Malang Jawa Timur)


Tidak ada komentar: