Jumat, 29 Maret 2013

MODEL PENDIDIKAN ISLAM MASA DEPAN



Hefni Zain
      
Kendati telah dirintis berbagai upaya dan langkah reformasi pendidikan Islam, namun sulit dipungkiri ia belum mampu keluar secara signifikan dari berbagai kelemahan mendasar yang melilitinya sehingga kondisinya hingga detik ini belum juga membanggakan.
Seperti diketahui  alqur’an  hadits yang notabene merupakan landasan dan dasar pendidikan Islam saat ini belum benar-benar digunakan sebagaimana mestinya, hal ini diakibatkan oleh  minimnya pakar --di Indonesia-- yang secara khusus mendalami pemahaman kedua sumber tersebut dalam perspektif pendidikan Islam, akibatnya proses pendidikan Islam belum berjalan diatas landasan dan dasar ajaran Islam itu sendiri.
Dalam ranah konseptual tidak sulit kita melihat bahwa visi, misi  dan tujuan pendidikan Islam seringkali hanya diorientasikan untuk menghasilkan manusia – manusia siap pakai  dan menguasai ilmu Islam saja, belum siap hidup dan berkarekter Islami, sehingga lulusan pendidikan Islam acapkali  terpinggirkan dalam ranah kompetisi global dan konteks ruang yang lebih kompleks.
Problema ini kian diperparah oleh belum tersedianya tenaga pendidik Islam yang profesional, yaitu tenaga pendidik yang selain menguasai materi ilmu yang diajarkannya secara baik dan benar, juga mampu mengajarkannya secara efektif dan efisien kepada para  peserta didik. Mesti diakui saat ini para pendidik muslim secara umum belum dapat dikatakan profesional, hal ini dikarenakan sumber daya pendidik muslim yang ada tidak berasal dari lembaga-lembaga keguruan, mereka  direkrut menjadi tenaga pendidik karena alasan kebutuhan atau alasan-alasan lain yang sifatnya jauh dari pertimbangan akademik dan kompetensi profesional. Demikian juga berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi profesionalitas pendidik melalui diklat, work shop, penataran dan sebagainya belum menunjukkan hasil yang diharapkan, mengingat dalam aras riil berbagai kegiatan tersebut sering lebih  “bersemangat proyek“ sehingga tak jarang melenceng dari tujuan dan sasaran yang diharapkan.

ISU- ISU STRATEGIS 
Bertolak dari realitas tersebut, dewasa ini terdapat berbagai isu strategis yang perlu dikembangkan dalam pendidikan Islam, antara lain :
Pertama, penataan aspek fondasional, (a) perlu keberanian untuk melakukan berbagai rekonstruksi paradigmatik oleh para pakar pendidikan Islam yang secara khusus mendalami alquran hadits dalam perspektif pendidikan Islam, sehingga proses pendidikan Islam betul betul berjalan diatas landasan ajaran Islam orisinil. (b) perlu perubahan paradigma, bahwa pendidikan Islam bukan sekedar transformasi  materi dan  informasi keIslaman dari guru ke peserta didik, tetapi bagaimana  menghidupkan ghirah Islam dalam setiap jiwa peserta didik. (b) perlu dikembangkan pendidikan model yang tidak hanya berorientasi pada pemaparan teori melainkan pada contoh teladan yang kongkrit. (c) perlu dikembangkan aplikasi pendidikan integralistik, humanistik, pragmatik, dan idealistik. (d) perlu dikembangkan model pendidikan Islam yang menerapkan trio cerdas bagi peserta didik secara sinergis, yakni kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ)  dan kecerdasan spiritual (SQ). 
Kedua, penataan aspek operasional, meliputi (a) kontektualisasi kurikulum, artinya  kurikulum harus didesain berdasarkan kebutuhan stakeholder melalui serap aspirasi, (b) pengembangan strategi pembelajaran selain harus dioreientasikan pada konsep pembelajaran aktif, kreatif, Inovatif, efektif dan menyenangkan (PAKIEM), juga harus berbasis cinta, sehingga peserta didik diposisikan seperti anaknya sendiri . (c) perlu diupayakan secara terus menerus peningkatan profesionalitas dan kompetensi guru yang betul betul berbasis keguruan. (d) rekrutmen peserta didik mesti dilakukan secara selektif sehingga terjaring bibit unggul potensial, dan (e) kelengkapan sarana prasarana serta fasilitas pembelajaran mesti terpenuhi agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.
Ketiga, penataan aspek menejerial, yang mendesak dikembangkan adalah meliputi (a) implementasi organisasi yang efektif dan efisien, (b) perencanaan pendidikan yang visioner dan marketable, dan (c) upaya  pengembangan net working yang luas  serta bersifat sibiosis mutualistik.

TAWARAN MODEL PENDIDIKAN ISLAM MASA DEPAN 
Dalam upaya mengejar ketertinggalan pendidikan Islam di segala bidang, terdapat beberapa tawaran model pendidikan Islam masa depan, antara lain :
Model pendidikan Islam berbasis humanistik demokratik.
Proses informatisasi yang begitu cepat sebagai konsekwensi dari revolusi tehnologi telah membuat horizon kehidupan di planit bumi ini semakin meluas sekaligus mengerut, hal ini berarti masalah masalah  kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak tidaknya  tidak dapat dilepaskan dari  pengaruh kejadian dibelahan bumi yang lain.  Rontoknya sistem otoriter yang menindas nilai nilai hakiki manusia dewasa ini menunjukkan keinginan umat manusia untuk memperoleh kehidupan kemerdekaan yang sejati, usaha ini dalam pendidikan telah melahirkan kembali pendekatan yang mementingkan pengembangan kreatifitas dan kepribadian anak.
Gerakan humanisasi ini menuntut reformasi mendasar ranah pendidikan di segala bidang, kecenderungan demokratisasi global juga telah memaksa perubahan konsep pendidikan Islam yang sebelumnya sentralistik birokratik berbasis kekuasaan kearah  demokratik transparan berbasis partisipatoris, model ini berorientasi dan menjadikan “manusia” sebagai titik pusat dan titik tolaknya, inilah yang kemudian dikenal dengan pendidikan humanistik demokratik, yakni model pendidikan dari, oleh dan untuk peserta didik, yang dimaksudkan mencegah terjadinya dehumanisasi. Konsederasi yang dapat digunakan bagi model ini adalah bahwa setiap manusia dan masyarakat diciptakan dalam keadaan merdeka, karena itu  kemerdekaan adalah hak setiap manusia, dan kemerdekaan sejati itu adalah terbebasnya rakyat dari berbagai bentuk ketidak berdayaan disegala bidang.
Sifat dari pendidikan model ini  antara lain :  Fleksibel, open minded, menolak berbagai bentuk otoritarian dan absolutisme, liberal (Bahwa manusia sejak awal memiliki kebebasan & kemampuan untuk eksis dalam setiap perubahan), maka tugas utama  pendidikan jenis ini adalah mengoptiimalkan keberlangsungan dan kontinoitas perkembangan potensi awal  (fitrah) manusia tersebut. Bagi model ini, pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai esensi humanisme yang  memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan   kestabilan dan arah yang jelas. Model  ini merupakan reaksi terhadap gaya hidup yang mengarah pada hal hal materialistik, positivistik dan duniawiyah semata.
Proses pendidikan Islam dapat disebut humanistik demokratis apabila memenuhi beberapa karakter dasar sebagai berikut :  (a) Ia bertolak dari, oleh dan untuk peserta didik, ia ditopang oleh prinsip dasar bahwa setiap menentukan sesuatu harus atas dasar musyawarah mufakat secara bebas, wajar, terbuka dan bertanggung jawab, (b) Menekankan pengakuan kesederajatan paedagogis dan  menempatkan peserta didik sebagai individu yang unik, hidup dan memiliki bakat, minat, kecerdasan, skill dan sikap yang berbeda satu sama lainnya, karenanya ia mesti menggunakan tratmen yang berbeda pula sesuai dengan karakter mereka masing masing. (c) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam semua proses pedidikan serta mengacu pada continous progress dalam meningkatkan percepatan achievement dan pemberian kebebesan bagi akselerasi kreatifitas para peserta didik. (d) Mencerminkan bahwa belajar adalah prakarsa peserta didik, pengakuan akan hak hak peserta didik untuk memperoleh sesuatu sesuai dengan yang dibutuhkannya. Dan (e) Berupaya membebaskan peserta didik dari berbagai bentuk penindasan, dehumanisasi, budaya verbal, mikanik dan dangkal, serta membebaskan peserta didik dari berbagai problem kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.
Maka itu, strategi tehnis yang perlu dilakukan dalam spirit model ini antara lain adalah : (1) Melaksanakan reformasi, redefinisi dan reorientasi landasan teorik konseptual proses pendidikan Islam yang mampu menumbuh kembangkan totalitas jati diri peserta didik. (2) Menciptakan pluralisme dan variasi pendidikan, terutama menyangkut strategi pembelajaran. (3) Menyediakan lingkungan belajar  yang bebas untuk melakukan pilihan pilihan tindakan belajar yang mendorong peserta didik terlibat secara emosinal, rasional dan fisikal guna memunculkan kegiatan yang kreatif dan produktif. (4) Adanya kesepakatan bersama melalui kontrak pembelajaran tentang model, strategi, materi , tujuan serta evaluasi pembelajaran.
Model pendidikan humanistik demokratik dalam tata kerjanya memiliki beberapa indikator konkrit, antara lain : (a) Teacher pupil planning, bahwa proses pendidikan dipilih  dan ditentukan bersama oleh peserta didik dan guru, (b)  Cooperative learning, belajar bersama antar peserta didik, saling memberi dan menerima dengan tujuan saling melengkapi satu sama lain, (c), Individual learning dan independent learning,  adanya kebebasan individu untuk mengaktualisir diri  dengan memilih cara , bahan dan tujuan yang dibutuhkan, (d) Group discussion,  memecahkan masalah bersama, mengambil kesepakatan bersama dengan saling mendengarkan dan menghargai pikiran semua anggota kelompok, dan (e) Teacher is fasilitator, Guru bertindak sebagai fasilitator yang berposisi sebagai salah satui sumber informasi dan bukan satu satunya sumber informasi.
Dengan demikian maka maksud  primer pendidikan Islam humanistik demokratik ini  adalah:  (a) sebagai penguatan (empowering) peserta didik melalui penyadaran diri untuk melakukan tindakan efektif menuju perbaikan kondisi kehidupan mereka. (b) bersama peserta didik menemukan dan memahami masalah riil dan kritis yang dihadapinya sekaligus mencari solusi pemecahannya. (c) mewujudkan partisipasi pembangunan peserta didik  dalam menangani
 persoalan-persoalan aktual yang dihadapi mereka

 akibat globalisasi Internasional. (d) mewujudkan peserta didik yang sejahtera, berdaulat, cerdas, terorganisir, memiliki kemampuan mengelola sumberdaya mereka secara bertanggung jawab serta memanfaatkannya secara bijaksana untuk melawan ketidak adilan budaya, politik, pendidikan dan ekonomi global. Tujuan paling utama dari pendidikan humanistik adalah terwujudnya manusia yang manusiawi.
Ali Syariati ketika  memberi nasihat kepada putra putranya mengatakan “Wahai putra putraku! Kalian boleh menjadi insinyur, guru besar, ulama’, pedagang, atau apa saja. Tapi yang paling mendasar dan jangan sampai kalian lupa, Jadilah kalian manusia!.  Menjadi manusia adalah hal yang paling penting, tidak ada gunanya seseorang menjadi profesor, ulama, birokrat atau konglomerat, bila ia masih berada dalam derajat binatang.
Model pendidikan Islam integralistik.
Pendidikan integralistik adalah model pendidikan yang  memandang manusia sebagai satu kesatuan yang utuh, kesatuan jasmani, sukmawi dan rohani, kesatuan intelektual, emosional dan spiritual, kesatuan pribadi dan sosial . Oleh karena itu pendidikan masa depan tidak boleh hanya focus pada education for the brain, tetapi juga pada education for the heart, sebab faktanya pengembangan kreatifiats rasional semata tanpa diimbangi oleh kecerdasan emosional terbukti menyeret manusia pada jurang demartabatisasi yang membuat mereka kehilangan identitas serta mengalami kegersangan psikologis, mereka hanya meraksasa dalam tehnik tapi terus merayap dalam etik. Tujuan pendidikan model ini adalah untuk menghindari split personality pada diri manusia, juga disintegrasi personal , sosial, kultural dan spiritual dalam kehidupan manusia.
Globalisasi, disatu sisi memang telah berhasil mengantarkan manusia pada puncak kebangkitan tehnologi, tetapi disisi lain --disadari atau tidak-- telah menyeret manusia pada pelbagai kegelisahan psikologis, syndrom aleinasi dan kecemasan yang tak kunjung usai, karena itulah, ia disamping disebut sebagai the age of tehnology  juga dikenal sebagai the age of anxiety . Adalah hukum alam, bahwa pembangunan yang berkembang begitu cepat akan selalu seiring dengan biaya sosial yang harus dikeluarkan, berdirinya real estate dan departemen store dipelbagai tempat akan seiring dengan kehadiran perkampungan kumuh dan zona zona kejahatan, bila konglomerat bertambah maka demikian juga dengan orang melarat dan orang jahat. Perkembangan daya nalar yang tidak seimbang dengan daya spiritual hanya akan melahirkan manusia yang split personality, kian banyak sosok pandai tapi kian langka sosok jujur, kian membludak sosok yang pongah dengan pengetahuan tapi bingung menikmati kehidupan, mampu merekayasa kosmik tetapi tidak mampu mengendalikan diri sendiri, alhasil  globalisasi telah mengantarkan manusia pada pucuk popularitas tetapi sekaligus menjadikannya mengalami krisis kemanusiaan yang kronis.
Disaat banyak manusia mengalami kecemasan dan keresahan yang tak berkesudahan, maka reoreintasi pola hidup perlu segera dilakukan,  jalan hidup yang tidak “melulu ngakal” perlu segera dicari, sebab secara empirik dalam kehidupan yang terus menua, dunia tidak saja memerlukan manusia pinter, tapi yang lebih penting adalah munculnya manusia suci dan benar, maka dalam konteks yang seperti itu “pola hidup ngati” adalah sesuatu yang niscaya. Pola hidup ngati kiranya menjadi alternatif solutif sebagai pusat rehabilitasi sosial bagi pihak pihak yang mengalami kegoncangan psikologis dan kegersangan spiritual juga dalam rangka membentuk prilaku zuhud, qona’ah, sabar, ridlo dan tawakkal sebagai balance terhadap kecenderungan pola hidup serakah, materialistik dan hedonistik.
Maka tidak heran, di barat sendiri dalam beberapa dekakde terakhir ini  jalan hidup ngati (baca : jalan hidup sufi ) mengalami kebangkitan yang luar biasa, Hakim Chisthi dalam risetnya menemukan bahwa di barat tatkala kemajuan IPTEK kian dipacu, justru semakin bermunculan tarekat tarekat sufi, terutama di kawasan Manhattan seperti tarekat bookstore, halvatiye Jarrahi dan semacamnya, bahkan di New york tarekat silmani yang dipelopori Javad Nourbakhsh, dengan super aktif menerbitkan karya karya sufistik kedalam berbagai bahasa, semua itu menandakan bahwa sejumlah masyarakat di barat sendiri sudah masuk pada “tahap muak” dengan pola hidup hipokrit hedonis yang justru memperbesar munculnya kekacauan dihampir semua aspek kehidupan.
         
Model pendidikan Islam Pragmatik.
Sejatinya pendidikan  berfungsi sebaga alat untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi kehidupannya dimasa yang akan datang. Sedangkan kehidupan mendatang akan ditandai oleh perubahan-perubahan yang amat dahsyat sebagai konsekwensi logis dari perkembangan nalar manusia. Maka pendidikan mesti mampu mempersiapkan peserta didik yang mempunyai kemampuan beradaptasi, berelevasi dengan kemungkinan-kemungkinan masa depan tersebut sehingga tetap survive
Pendidikan pragmatik adalah pendidikan yang memandang manusia sebagai mahluk hidup yang membutuhkan sesutu untuk melangsungkan, mempertahankan dan mengembangkan hidupnya baik yang bersifat biologis (makan minum, seks, tempat tinggal, dsb), psikis (berfikir, olah rasa, mengekspresikan dirinya dalam karya seni, kebutuhan untuk mencapai sesuatu, self achievement, fulfillment, actualization), maupun sukmawi (kebutuhan untuk berhubungan dengan yang adi kodrati).
Keberhasilan pendidikan dalam konteks ini mesti diukur dari kegunaan nilai praktisnya, artinya hasil pendidikan harus digunakan untuk memecahkan masalah masalah praktis keseharian guna memenuhi kepentingan-kepentingan subjektif individu. Maka menurut pendidikan jenis ini, kebenaran adalah apa yang bernilai praktis dalam pengalaman hidup yang riil. Dengen pendidikan pragmatik diharapkan dapat memacu kreatifitas, inovasi dan produktifitas juga dapat menghindari bahaya berfikir terpola dan konsumtif serta hidup dependen.

Model pendidikan Islam idealistik.
Pendidikan idealistik adalah model pendidikan yang mamandang manusia sebagai mahluk yang paling mulia dibanding mahluk lainnya dan  berusaha membina sebuah konsensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia. Untuk mewujudkan tujuannya tersebut, model ini merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup dan kebudayaan yang sama sekali baru, artinya guna memenuhi hasrat manusia yg selalu berkembang, diperlukan usaha perombakan yang terus menerus .
Tujuan utama dari pendidikan model ini adalah untuk membentuk manusia berguna, dan diharapkan dapat mengobati berbagai kekacauan , kegagalan hidup serta kehancuran hidup yang dialami manusia.

Tidak ada komentar: