Selasa, 07 Mei 2013

HATI-HATI MEMILIH PEMIMPIN



Oleh : Ust. Hefni Zain.

Seperti biasa, setiap menjelang pilkades, pilkada atau pemilu, para kandidat mulai sibuk mempengaruhi rakyat mencari dukungan. Baliho, gambar bakal calon, poster, stiker dan sejenisnya, mulai memenuhi seluruh pemandangan di pinggir jalan. Rakyat kecil juga mulai dimanjakan, diingat, dan bahkan dibodohi. Berbagai bantuan “tidak ikhlas” mulai ditabur, broker-broker politik mulai bersliweran, gendrang kampanye untuk mengumbar janji-janji kosong (biasanya dikemas dalam bentuk visi misi) mulai ditabuh, dan suhu politik mulai memanas.
Para pemilih hendaknya cermat dan berhati-hati dalam menentukan pilihan, sekali salah pilih, implikasinya akan terasa hingga beberapa tahun ke depan.
 Secara umum prilaku manusia selalu bersumber pada tiga hal, yakni : nafsu, emosi dan otak (akal). Nafsu berpusat pada sulbi, darinya muncul energi, hasrat dan keinginan. Emosi berpusat di jantung, darinya mengalir darah, semangat, ambisi dan keberanian. Sedangkan otak (baca : akal) terletak di kepala, darinya melahirkan pemikiran, intelek dan pengetahuan. 
Manusia yang dikuasai sulbinya, ia menjadi rakus, hiper dan selalu mengejar kekayaan dengan segala cara, baginya kebajikan tertinggi adalah “kepemilikan”. Manusia jenis ini sangat cocok dididik menjadi pengusaha. Sementara manusia yang dikuasai jantungnya, ia menjadi kasar, sangar dan selalu berusaha mencari kemenangan. Baginya kebajikan tertinggi terletak pada “penaklukan”. Manusia jenis ini sangat cocok menjadi prajurit tempur atau pendekar di dunia persilatan.
Tentu saja ada manusia istimewa yang dikuasai kepalanya, ia tidak tertarik pada kekuasaan, kekayaan dan kemenangan. Tempat terindah baginya bukan di dunia usaha, bukan pula di arena pertempuran, tetapi ditempat sunyi  saat ia melahirkan gagasan-gagasan cemerlangnya. Baginya kebajikan tertinggi adalah kearifan. Manusia jenis inilah yang paling cocok menjadi pemimpin yang mengatur  masyarakat dan pemerintahan.
Celaka bila manusia sulbi menjadi pemimpin, karena ia akan  menjadikan rakyatnya sebagai alat komoditas. Isu kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan rakyatnya akan dijadikan “mesin ATM” yang dapat meraup keuntungan besar. Pemimpin model ini  abai terhadap kesejahteraan rakyatnya, yang diburu setiap hari adalah bagaimana dapat memenuhi keinginan biologisnya dengan cara apapun,  karena itu : berselingkuh, memperkaya diri, korupsi dan aniaya adalah prilakunya sehari-hari, kendati semua itu dilakukannya dengan cara yang halus, canggih dan dibungkus dengan argumentasi yang sok ilmiyah. Sebagai sosok yang dikuasai sulbi,  manusia jenis ini tidak pernah puas dengan apa yang telah didapatkannya. Ia akan terus menumpuk kekayaan sebanyak-banyaknya, mempertahankan kekuasaan sekuat-kuatnya dan memelihara gundik dimana-mana.
Celaka juga bila manusia jantung menjadi pemimpin, sebab rakyatnya akan dijadikan bamper bagi terwujudnya ambisi untuk sebuah penaklukan dan popularitas. Sebagai seorang yang menjadikan penaklukan”, sebagai kebajikan tertinggi, dia bertangan besi, tempramental, pendendam, dan selalu su’udzan. Maka siapapun yang menentangnya akan segera disingkirkannya. Manusia jenis ini hanya bertujuan satu hal dalam hidupnya, yakni mengalahkan lawan-lawannya. Ia menganggap semua orang yang tidak sejalan dengannya adalah pesaing yang mesti dihabisi. Yang dominan dalam otaknya hanya dua kata : Win and Los.
Rakyat akan selamat, jika manusia kepala yang menjadi pemimpin, yakni manusia yang memiliki kearifan dan hikmah, indikatornya,  adalah : mempunyai ketinggian moralitas, kelembutan hati, berprilaku jujur, ikhlas, sederhana dan jauh dari kemewahan. Manusia jenis ini biasanya disebut Masyahidul Israqiyah (kelompok manusia tercerahkan). Hanya orang yang memimpin dengan hikmah yang berpeluang mewujudkan terciptanya tatanan masyarakat yang  khoir dan salamah, yang terbebas dari berbagai bentuk diskriminasi dan eksploitasi.
Dalam konteks keIndonesiaan, pemimpin yang baik bukanlah yang berdiri di tabung kaca melainkan yang mengalir didalam denyut nadi rakyatnya sebagai pusat energi yang menciptakan gelombang metabolisme rohani rakyatnya, pemimpin yang baik bukanlah ditakuti bawahannya melainkan dicintainya serta mampu membuat yang dipimpin memiliki kesadaran mendalam untuk memimpin dirinya masing-masing.
Karena itu salah satu indikator prilaku pemimpin yang baik adalah bukan saja yang melakukan open house atau open SMS untuk menyerap keluhan, harapan, tuntutan dan aspirasi murni masyarakatnya, tetapi juga yang membuka hati (open  heart) seluas-luasnya bagi rakyatnya, yang dengan itu akan terjadi silatur ruh atau sambung batin yang kuat antara  hati sang pemimpin dengan hati rakyatnya sehingga ia merasakan apa yang dirasakan rakyatnya dan begitu pula sebaliknya, termasuk dalam konteks ini pemimpin yang baik adalah mereka yang merasa legowo bila dikritik, diingatkan atau bahkan didemo oleh rakyatnya sebagai wujud  apresiasi cinta demi kemakmuran bersama.
Pemimpin yang baik bukan yang enjoy mempunyai pembisik yang selalu membenarkan tindakannya, tetapi yang selalu berkata benar dihadapannya. Pemimpin yang baik adalah mereka yang memulai gerakan kepemimpinannya dengan bukti bukan dengan janji, ia memberikan semua yang dimilikinya dan tidak berharap apapun bagi dirinya kecuali kesejahteraan rakyatnya, ia laksana pohon buah di pinggir jalan, meskipun sering dilempari dengan batu, ia tidak berhenti menghadiahkan banyak buah matang bagi semua orang. Baginya kejujuran lebih utama dari sekedar memperoleh kekuasaan, bukan demi memperoleh kekuasaan lalu  menghalalkan segala  cara. 
Bagi pemimpin jenis ini, tiada yang lebih diutamakan selain rakyatnya, baginya makna terdalam dari hidupnya adalah menyatukan dirinya dengan rakyat yang dipimpinnya, hanya rakyatnya yang penting, yang utama, yang ujung dari segala ujung tujuan kepemimpinannya. Karenanya pekerjaan utama pemimpinjenis ini adalah meninggikan dan mendahulukan kehendak rakyatnya diatas segalanya, bahkan ia akan rela melakukan atau mengorbankn apa saja demi rakyat kemakmuran rakyat  yang dicintainya.
Saya kira tidak mungkin rakyat dapat belajar hidup sederhana kalau para pemimpinnya berlomba mengejar kemewahan, tidak mungkin rakyat dapat hidup sejahtera bila para pemimpinnya tidak menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai orientasi kepemimpinannya. Intinya, untuk mendapatkan kepercayaan rakyatnya, seorang pemimpin mesti menunjukkan keteladanan, kearifan, ketinggian akhlak dan kelembutan hati, juga berprilaku jujur, hidup sederhana dan jauh dari berbagai bentuk kemewahan. Saatnya para pemimpin belajar banyak, karena rakyat telah mengalami banyak.

Tidak ada komentar: