Ust. Hefni Zain
Sejarah qurban sesungguhnya telah dikenal sejak
Nabiulloh Adam as, yakni ketika Habil dan qobil diperintahkan berqurban oleh
Allah swt, Disampaikan dalam Al-Qur’an : Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil)
menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima
dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain
(Qabil). (Qs. 5 : 27)
Apa yang menyebabkan qurban Habil diterima dan
qurban Qobil ditolak ? ternyata, Habil mempersembahkan yang terbaik yang dia punya dengan hati yang
taqwa dan ikhlas sementara Qobil
sebaliknya. Mari kita introspeksi diri.
Apakah kita termasuk pengikut Habil yang diterima qurbannya oleh Allah swt ataukah pengikut Qabil yang ditolak qurbannya
lalu dilaknat karena mendahulukan kehendak dirinya diatas kehendak Allah swt.
Secara historik dan substansial peristiwa qurban mengajarkan agar seseorang
menempatkan kecintaan kepada Allah diatas segalanya. Itulah yang ingin
dipesankan dari makna simbolik ibadah Qurban.
Pertanyaannya kini : sudahkah kita mendahulukan
kehendak Allah diatas kehendak kita sendiri ?
sudahkah kita memberikan yang terbaik yang paling kita cintai untuk Allah semata ? ketika berdiri dihadapan
Allah, apakah kita membawa hati yang terbersih dan pakaian yang terbaik?
ataukah kita masih datang dengan pakaian lusuh, rambut kusut, hati kusai dan
tubuh yang masih dipenuhi sisa sisa kehidupan duniawi ?
Al-Qur’an menegaskan : Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu
nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.(Qs. 3 : 92)
Lalu apakah yang terbaik yang dapat kita berikan
untuk Allah swt ? tiada lain kecuali yang paling kita cintai dari yang kita
punya, termasuk keinginan keinginan atau kememilikan kepemilikan duniawi kita.
Dalam Hadits Qudsi ditegaskan :
Siapa yang
mendahulukan kehendakKu diatas kehendaknya, maka akan Aku pelihara dirinya, Aku
atur urusan dunianya dan akan Aku
luaskan rizkinya. Tetapi barang siapa yang mendahulukan kehendaknya
diatas kehendakKu, maka Aku akan cerai beraikan segala urusannya.
Ibnu Majah meriwayatkan hadits yang
menceritakan bahwa setiap Iedul adha Rasulullah saw menyembelih dua ekor domba
yang gemuk dan bersih, seraya berkata “ Ya Allah terimalah ini dari Muhammad,
keluarga muhammad dan ummat muhammad yang tidak mampu”
Ketika Rasululloh yang mulia mengatas
namakan qurbannya untuk dirinya, keluarganya dan umatnya yang tidak mampu,
beliau sedang menegaskan bahwa ibadah qurban selain merupakan ibadah ritual juga yang lebih penting adalah merupakan
ibadah sosial.
Qurban yang secara harfiah berarti dekat,
dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah
dengan cara terlebih dahulu mendekatkan diri kepada sesama manusia,
khususnya mereka yang sengsara. Sabda
Rasul : Barang siapa yang sudah mampu
berqurban, tetapi tidak melakukannya, maka hendaklah jangan mendekati tempat
sholatku ini.
Kenapa Beliau sangat keras mengecam orang yang enggan
berqurban?, sebab ibadah qurban bukan sekedar ritus persembahan untuk
meningkatkan spirtualitas seseorang, juga bukan kesempatan bagi orang kaya
menunjukkan kesolehannya dengan harta yang dimilikinya, yang paling prinsip
dari ibadah qurban adalah dalam rangka memperkuat kepekaan sosial, menyantuni
fakir miskin dan membuat gembira mereka yang hidup sengsara. Qurban
mencerminkan pesan Islam, bahwa seseorang hanya dapat taqorrub dengan Allah
bila sebelumnya ia telah dekat dengan saudara saudaranya yang kekurangan. Nabi
saw menegaskan : Tidak termasuk
beriman kepadaku orang yang bermalam
dengan perut kenyang, padahal dia tahu
bahwa tetangganya ada yang kelaparan”.
Dalam Islam, qurban adalah gerakan tauhidul
ibadah menuju tauhidul ummah, Jadi bila ibadah puasa mengajak orang kaya
merasakan lapar sebagaimana orang miskin, maka ibadah qurban mengajak kaum
miskin merasakan kenyang sebagaimana orang yang berkecukupan.
Bila Allah menyuruh orang mendekatkan diri
kepadanya dengan mengisi masjid masjid dan rumah rumah ibadah yang sunyi, maka
Allah juga menyuruh manusia mendekatkan diri kepadanya dengan mengisi perut
perut yang kosong, Ketika sahabat bertanya, dimanakah saya dapat menemuimu ya
Rasul ? Rasul menjawab “carilah aku ditengah tengah orang tertindas”
Dalam sebuah riwayat disampaikan :
Tuhan bertanya kepada Jibril as, Wahai
Jibril seandainya Aku menciptakan engkau sebagai seorang manusia, bagaimana
caranya engkau beribadah kepadaku “Aku akan menyembahmu dengan tiga cara. Pertama
Aku akan beri minum orang yang kehausan, kedua aku akan menutupi kesalahan
orang lain ketimbang akau membicarakannya, dan ketiga aku akan menolong meraka yang miskin, Karena
aku tahu engkau akan melakukan hal yang seperti itu maka aku memilihmu senbagai
pembawa wahyu untuk disampaikan kepada para nabiKu.
Ibadah qurban merupakan rekonstruksi historis atas perjalanan
spiritual manusia manusia pilihan, seperti Habil, Ibrahim as, Ismail as dan
siti hajar, karena itu dapat dikatakan “dengan semangat qurban, diharapkan
dapat muncul Habil-Habil baru yang selalu mempersembahkan yang terbaik untuk
Allah, Ibrahim dan ismail baru yang siap
berkorban dan mengorbankan yang paling dicintainya demi memenuhi kehendak
Allah, atau melahirkan siti hajar siti hajar baru yang punya etos mujahadah
tinggi untuk mencapai ridha Allah. dengan itu lalu muncullah zamzam baru atau
mata air kehidupan yang dapat
menghantarkan manusia pada keselamatan dan
kemakmuran.
Maka itu, Jika ingin selamat segeralah
berqurban sebelum kita menjadi korban dari keserakahan, kekikiran dan nafsu kebinatangan kita. Berqurban adalah simpanan pahala yang kita petik dihari
kemudian, hari dimana tiada lagi
pertolongan selain kebaikan yang pernah kita lakukan. Dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman : Sesungguhnya kami telah
memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu;
dan berqurbanlah, sesungguhnya
orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus
Anehnya di zaman kita ini, banyak yang lebih suka berebut daging qurban dari
pada melakukan qurban, banyak yang lebih
suka mengorbankan harga diri dan rasa malu demi jabatan dan kekayaan, dan lebih
banyak lagi orang yang senang mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi
dan golongannya.