Ust. Ach.Hefni Zain
Pendahuluan
Posisi kita dimana ?
Tatkala suara kebenaran kian lirih bahkan nyaris tak terdengar
karena tenggelam dalam bising deru kebatilan, banyak orang yang mulai enggan
berbicara kritis, karena takut dituduh berbeda dengan maenstrem, semangat jihad
nyaris lumpuh, karena alasan musuh terlalu kuat. Menghadapi arus kebatilan yang
kian dahsyat, biasanya masyarakat (termasuk para tokoh dan cerdik pandai)
terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok
pertama, lari, menyingkir (uzlah
lahir batin) ke tempat-tempat sunyi agar tidak terkontaminasi oleh
kebathilan yang kian merajalela, mereka memfokuskan diri dalam belaian
mantra-mantra spiritualitas. Kelompok kedua, memilih bergabung dengan
penguasa, menjadi tokoh agama pesanan (untuk tidak menyebut “maaf “ penjilat.
Mereka mendapatkan fasilitas dan kemewahan. Dari kelompok ini lalu lahir
berbagai hadits maudhu’ dan hadits politis, dan dari kelompok ini pulalah
-kelak- bermunculan ulama’ calo atau intelektual tukang yang oportunis
hedonistik. Kelompok ketiga, sebagian kecil, betapapun lemahnya, mencoba
bersuara nyaring menentang maenstrem kedzaliman, walau nyawa, darah dan seluruh
keluarganya menjadi taruhannya. Dalam kelompok ketiga inilah barisan pengikut
Rasul saw berada.
Sebagai
pengikut Rasul saw, kelompok ini tidak mau berdiam diri membiarkan kedzaliman
merajalela. Mereka menolak pandangan bahwa perlawanan dalam keadaan lemah
adalah sama dengan bunuh diri, baginya bila semua orang berpendapat demikian,
maka siapa lagi yang bangkit menentang kedzaliman?. Mereka percaya bahwa diam
membiarkan kedzaliman sama hukumnya dengan berbuat dzalim itu sendiri. Mereka
tak berhenti melakukan perlawanan apapun resiko yang dihadapinya.
Lebih-lebih
ketika kita dihadapkan pada dua pilihan dilematis yang amat menentukan nasib
umat kedepan, yakni apakah kita harus kompromi dengan kezhaliman atau
menentangnya. Sebagai pengikut Rasul saw kita mesti tegas menyatakan “ ﺩﺒﻌﻠ ﺍﺮ ﺍﺮﻗ ﻻﺍ ﺭﻗﻋﻻﻮ ﻞﻴﻠ ﺩﻠ ﺍ ﻉﺎﻃﻠﺍ ﺪﻴﺒ ﻢﻜﻴﻃﻋﺍ ﻻ ﷲﺍ ﻭ ﻻ “ Tidak,
demi Allah, aku tidak akan menyerahkan kepada kalian tanganku dengan kepasrahan
seorang yang rendah, aku tidak akan memberikan pengakuan dengan pengakuan
budak. Kalian paksa aku memilih perbudakan,
kalian meminta aku berkopromi dengan keculasan, padahal kalian tahu bagiku
menjadi mu’min yang kurus lebih aku sukai dari pada menjadi munafik yang gemuk.
Demi Allah kemelaratan lebih aku pilih dari pada berkompromi dengan kezhaliman
dan kemungkaran.
Tugas kita kedepan
Kita
sepakat bahwa perjuangan belum selesai,
dan kita adalah umat terbaik bila kita mau berjuang menegakkan yang
ma’ruf dan mencegah yang munkar. Digaskan dalam Qs. Ali Imron : 110 “Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”.
Berjuang
menegakkan yang ma’ruf adalah syarat pertama yang harus dipenuhi dalam upaya
mewujudkan umat terbaik yang terbebas
dari berbagai bentuk kebodohan dan pembodohan, kemiskinan dan pemiskinan.
Difirmankan dalam Qs. Ali Imron : 104 “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung. Sementara syarat kedua adalah bernahi
mungkar. Yakni mencegah manusia dari segala bentuk kemungkaran. Bernahi mungkar
dalam Islam adalah satu paket dengan beramar makruf yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lainnya. karena itu Islam secara imperatif memerintahkan umatnya untuk memberantas
setiap kemungkaran dengan segenap kemampuan yang ada. Nabi saw bersabda : Barang siapa diantara kalian melihat
kemungkaran, hendaklah merubahnya dengan tangannya (kekuasaan atau
kekuatannya), apabila tidak mampu, maka dengan lisannya (ucapan), dan apabila
masih tidak mampu, maka lakukanlah dengan hatinya, dan inilah selemah-lemahnya
iman”. (Hr Muslim)
Kenapa kemungkaran mesti dicegah ? sebab selain dapat merusak cita cita
terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat yang baldhotun toyyibatun wa robbun ghofur, kemungkaran juga
dapat berpengaruh nigatif dalam
konstelasi kehidupan masyarakat . Dalam Qs. 5 : 79 disampaikan : Mereka satu sama lain selalu tidak melarang
tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu
mereka perbuat itu. Lebih
jauh ditegaskan bahwa efek kemungkaran tidak hanya mengenai para
pelakuknya saja, orang lain yang tidak
tahu menahu dan tidak ikut berbuat kemungkaran pun dalam komonitas tersebut
akan juga kena imbasnya. Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak
khusus menimpa orang orang yang dzalim saja diantara kamu.
Mengingat pentingnya perjuangan beramar ma’ruf dan bernahi mungkar dalam
mewujudkan umat terbaik, maka Nabi saw mengingatkan ”Wahai segenap manusia,
menyerulah kepada yang makruf dan cegahlah dari yang munkar sebelum kalian
berdoa kepada Allah dan tidak dikabulkan serta sebelum kalian memohon ampunan
dan tidak diampuni” ( Hr.
Tabrani). Dan tentu saja didalam perjuangan terdapat beberapa etika yang perlu diterapkan, Nabi saw
bersabda ”Tidaklah seharusnya orang yang menyuruh yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar kecuali memiliki 3 sifat, yakni lemah lembut dalam
berdakwah, mengerti apa yang harus dilarang dan adil terhadap apa yang harus
dilarang”. (Hr Dailami)
Catatan Penutup
Saya ingin
mengakhiri tulisan ini dengan sebuah kisah, Dahulu ada sekelompok dzalim yang
suka merampas dengan paksa kayu bakar milik rakyat jelata. Lalu seorang arif
berkata : mengapa kalian selalu berbuat dzalim pada rakyat jelata ?, mereka menjawab, apa pedulimu, itu suka-suka
saya, anda tidak dapat menghalangi hobbi
saya. Hati-hati, orang-orang
jelata yang engkau dzalimi itu akan melawanmu dengan doa-doa mereka ke langit
kata si arif lirih.
Suatu
malam rumah megah si dzalim dilalap api dan menghanguskan seluruh
kekayaannya. Si dzalim marah besar,
dengan berteriak dia bertanya, dari mana asal api yang membakar rumahku ini
? orang-orang disekitarnya menyahut :
dari hati orang-orang jelata. ....
Kini
tergantung kita apakah kita akan membuat sejarah ataukah memakan hari depan
anak-anak kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar