Jumat, 12 Oktober 2012

MENEGASKAN POSISI DIRI




Ust. Ach.Hefni Zain

Dan kami tidak mengutus kepada suatu kaum seorang pemberi peringatanpun, melainkan yang  paling awal menentangnya adalah orang-orang yang hidup mewah di kaum itu
dan mereka berkata: "Sesungguhnya kami tidak percaya terhadap apa yang kamu sampaikan". Mereka berkata: "Kami yang paling  banyak mempunyai kekayaan
dan anak buah,  dan kami sekali-kali tidak takut akan azab yang
ditimpakan kepada kami. (Qs.Saba’ : 34-35)


Pendahuluan
 Dalam setiap episode sejarah kehidupan manusia, selalu ada tiga kelompok masyarakat yang masing-masing mempunyai karakter sendiri-sendiri. Kelompok pertama adalah kaum tiran, yakni mereka yang gemar berburu kekuasaan, menumpuk harta dengan cara apapun, suka melakukan penindasan, pemerkosaan, pendzaliman, korupsi, perampasan, penggusuran dan berbagai kemaksiatan lain dalam segala bentuknya, mulai dari yang paling halus sampai yang paling kasar, mulai dari cara tersembunyi sampai yang terang-terangan. Fir’un, Namrud, Abu Lahab, dan pembesar-pembesar  Qurays berdiri di barisan ini.
Disebutkan dalam Qs. Saba’ : 34-35 yang artinya “Dan kami tidak mengutus kepada suatu kaum seorang pemberi peringatanpun, melainkan yang  paling awal menentangnya adalah orang-orang yang hidup mewah di kaum itu dan mereka berkata: "Sesungguhnya kami tidak percaya terhadap apa yang kamu sampaikan". Mereka berkata: "Kami yang paling  banyak mempunyai kekayaan dan anak buah,  dan kami sekali-kali tidak takut akan azab yang ditimpakan kepada kami”
Kelompok kedua adalah kaum mustad’afin, kelompok lemah dan dilemahkan, kelompok tertindas, teraniaya dan tidak berdaya, mereka menanggung beban setiap harinya dengan penderitaan dan air mata. Hak-haknya dirampas, mata pencahariannya digusur dan sering dipedaya dengan atas nama pemberdayaan, mereka  laksana kumpulan domba ditengah gerombolan srigala- srigala.
Untuk dikatahui pengikut Rasulullah saw di Mekkah 75 % adalah kaum mustad’afin, hanya 25% yang berasal dari kelompok kaya dan bangsawan. Karena itu dilukiskan dalam Qs. Al-Baqarah : 13 “Apabila dikatakan kepada pembesar-pembesar Quraisy itu berimanlah kamu kepada Allah seperti manusia yang lain beriman, mereka menjawab : apakah kami harus beriman, seperti imannya kelompok sufaha’  (gembel, bodoh, hina dan miskin)”.
Sementara kelompok ketiga, adalah barisan para Nabi, juga para ulama yang tampil dipanggung sejarah untuk membela kaum tertindas melawan kezhaliman, membimbing kaum mustad’afin merubah nasibnya dan menentang kaum tiran agar menghentikan kejahatannya. Diterangkan dalam banyak buku sejarah bahwa Nabi Muhammad saw diutus bukan sekedar mengajarkan sholat dan doa. Dia adalah tokoh revolusioner yang meminpin kelompok tertindas melawan kezhaliman sistem yang berlaku. Karena itu beliau didukung rakyat jelata dan dibenci kebanyakan aristokrat dan penguasa.  Dilukiskan dalam Qs. Al-Qoshosh : 5 ”Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi”.

Posisi kita dimana ?
Tatkala suara kebenaran kian lirih bahkan nyaris tak terdengar karena tenggelam dalam bising deru kebatilan, banyak orang yang mulai enggan berbicara kritis, karena takut dituduh berbeda dengan maenstrem, semangat jihad nyaris lumpuh, karena alasan musuh terlalu kuat. Menghadapi arus kebatilan yang kian dahsyat, biasanya masyarakat (termasuk para tokoh dan cerdik pandai) terbagi dalam tiga kelompok.  Kelompok pertama,  lari, menyingkir (uzlah lahir batin) ke tempat-tempat sunyi agar tidak terkontaminasi oleh kebathilan yang kian merajalela, mereka memfokuskan diri dalam belaian mantra-mantra spiritualitas. Kelompok kedua, memilih bergabung dengan penguasa, menjadi tokoh agama pesanan (untuk tidak menyebut “maaf “ penjilat. Mereka mendapatkan fasilitas dan kemewahan. Dari kelompok ini lalu lahir berbagai hadits maudhu’ dan hadits politis, dan dari kelompok ini pulalah -kelak- bermunculan ulama’ calo atau intelektual tukang yang oportunis hedonistik. Kelompok ketiga, sebagian kecil, betapapun lemahnya, mencoba bersuara nyaring menentang maenstrem kedzaliman, walau nyawa, darah dan seluruh keluarganya menjadi taruhannya. Dalam kelompok ketiga inilah barisan pengikut Rasul saw berada. 
Sebagai pengikut Rasul saw, kelompok ini tidak mau berdiam diri membiarkan kedzaliman merajalela. Mereka menolak pandangan bahwa perlawanan dalam keadaan lemah adalah sama dengan bunuh diri, baginya bila semua orang berpendapat demikian, maka siapa lagi yang bangkit menentang kedzaliman?. Mereka percaya bahwa diam membiarkan kedzaliman sama hukumnya dengan berbuat dzalim itu sendiri. Mereka tak berhenti melakukan perlawanan apapun resiko yang dihadapinya.
Lebih-lebih ketika kita dihadapkan pada dua pilihan dilematis yang amat menentukan nasib umat kedepan, yakni apakah kita harus kompromi dengan kezhaliman atau menentangnya. Sebagai pengikut Rasul saw kita mesti tegas menyatakan “ ﺩﺒﻌﻠ ﺍﺮ ﺍﺮﻗ ﻻﺍ ﺭﻗﻋﻻﻮ  ﻞﻴﻠ ﺩﻠ ﻉﺎﻃﻠﺍ ﺪﻴﺒ ﻢﻜﻴﻃﻋﺍ ﷲﺍ Tidak, demi Allah, aku tidak akan menyerahkan kepada kalian tanganku dengan kepasrahan seorang yang rendah, aku tidak akan memberikan pengakuan dengan pengakuan budak.  Kalian paksa aku memilih perbudakan, kalian meminta aku berkopromi dengan keculasan, padahal kalian tahu bagiku menjadi mu’min yang kurus lebih aku sukai dari pada menjadi munafik yang gemuk. Demi Allah kemelaratan lebih aku pilih dari pada berkompromi dengan kezhaliman dan kemungkaran.


Tugas kita kedepan
Kita sepakat bahwa perjuangan belum selesai,  dan kita adalah umat terbaik bila kita mau berjuang menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Digaskan dalam Qs. Ali Imron : 110 “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”.
Berjuang menegakkan yang ma’ruf adalah syarat pertama yang harus dipenuhi dalam upaya mewujudkan umat terbaik  yang terbebas dari berbagai bentuk kebodohan dan pembodohan, kemiskinan dan pemiskinan. Difirmankan dalam Qs. Ali Imron : 104 “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Sementara syarat kedua adalah bernahi mungkar. Yakni mencegah manusia dari segala bentuk kemungkaran. Bernahi mungkar dalam Islam adalah satu paket dengan beramar makruf yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. karena itu Islam secara imperatif  memerintahkan umatnya untuk memberantas setiap kemungkaran dengan segenap kemampuan yang ada. Nabi saw bersabda : Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran, hendaklah merubahnya dengan tangannya (kekuasaan atau kekuatannya), apabila tidak mampu, maka dengan lisannya (ucapan), dan apabila masih tidak mampu, maka lakukanlah dengan hatinya, dan inilah selemah-lemahnya iman”. (Hr Muslim)
Kenapa kemungkaran mesti dicegah ? sebab selain dapat merusak cita cita terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat yang baldhotun  toyyibatun wa robbun ghofur, kemungkaran juga dapat berpengaruh nigatif  dalam konstelasi kehidupan masyarakat . Dalam Qs. 5 : 79 disampaikan : Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Lebih jauh ditegaskan bahwa efek kemungkaran tidak hanya mengenai para pelakuknya  saja, orang lain yang tidak tahu menahu dan tidak ikut berbuat kemungkaran pun dalam komonitas tersebut akan juga kena imbasnya. Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang orang yang dzalim saja diantara kamu.
Mengingat pentingnya perjuangan beramar ma’ruf dan bernahi mungkar dalam mewujudkan umat terbaik, maka Nabi saw mengingatkan ”Wahai segenap manusia, menyerulah kepada yang makruf dan cegahlah dari yang munkar sebelum kalian berdoa kepada Allah dan tidak dikabulkan serta sebelum kalian memohon ampunan dan tidak diampuni” ( Hr. Tabrani). Dan tentu saja didalam perjuangan terdapat beberapa etika yang perlu diterapkan, Nabi saw bersabda Tidaklah seharusnya orang yang menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar kecuali memiliki 3 sifat, yakni lemah lembut dalam berdakwah, mengerti apa yang harus dilarang dan adil terhadap apa yang harus dilarang”. (Hr Dailami)

Catatan Penutup
Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan sebuah kisah, Dahulu ada sekelompok dzalim yang suka merampas dengan paksa kayu bakar milik rakyat jelata. Lalu seorang arif berkata : mengapa kalian selalu berbuat dzalim pada rakyat jelata ?,   mereka menjawab, apa pedulimu, itu suka-suka saya, anda tidak dapat menghalangi hobbi  saya.  Hati-hati, orang-orang jelata yang engkau dzalimi itu akan melawanmu dengan doa-doa mereka ke langit kata si arif  lirih.
Suatu malam rumah megah si dzalim dilalap api dan menghanguskan seluruh kekayaannya.  Si dzalim marah besar, dengan berteriak dia bertanya, dari mana asal api yang membakar rumahku ini ?  orang-orang disekitarnya menyahut : dari hati orang-orang jelata. ....
Kini tergantung kita apakah kita akan membuat sejarah ataukah memakan hari depan anak-anak kita sendiri.

Tidak ada komentar: