Oleh
: Ust. Hefni Zain, S.Ag, MM
Muqoddimah
Suatu ketika,
Midun (ustad kampung yang istiqomah ngopeni para bocah belajar ngaji)
dilapori beberapa sahabatnya bahwa di suatu kesempatan kiai fulan menuduh Midun
dengan isu yang menyakitkan, karena sebagian besar elemen masyarakat masih
bertipe agraris tradisional, dimana budaya gosip atau rasan-rasan (membicarakan
aib orang lain) menempati posisi dominan
dalam pola hidup kesehariannya, maka tidak sedikit orang yang bertanya-tanya tentang
isu tersebut.
Mendengar itu, Midun berkata “sahabatku, jika isu
yang ditujukan padaku itu benar, aku berdoa semoga Allah mengampuniku dan
merubah prilakuku, tapi jika isu yang
dituduhkan padaku tidak benar dan hanya negative campaign atas dasar dendam
dan kebencian, maka aku berdoa semoga Allah mengampuni si fulan dan memberi
petunjuk agar merubah perangai dia yang gemar menyebar gosip. Midun lalu
menjelaskan detail soal isu yang dialamatkan kepadanya, setelah mendapat
penjelasan, para sahabat Midun dengan haru menimpali “Sesungguhnya kiai Fulan
itu telah menuduh anda dengan sesuatu yang dia belum mengerti sepenuhnya, Dia kesana kemari telah membicarakan anda
dengan informasi invalid”. Karena itu maukah anda memaafkan kiai Fulan ?,
kendati sifat beliau sering khilaf (Madura : helap), beliau kan muslim juga ?.
Dengan senyumnya yang teduh Midun mengatakan, sebelum dia minta maaf, saya
sudah memaafkan dia, sebab saya tahu, dia melakukan hal itu karena ketidak
tahuannya semata dan dihati saya sudah tidak ada tempat untuk menbenci
seseorang.
Peristiwa diatas mengajarkan beberapa hal kepada
kita semua, Pertama, bahwa tidak semua orang yang diisukan nigatif itu,
lantaran yang bersangkutan berbuat kesalahan, bisa jadi karena informasi yang diperoleh
penyebar isu itu sepotong dan tidak valid. Kedua, siapapun yang terkena isu mesti berjiwa besar memaafkan kejahilan
orang lain, bukankah Rasululloh saw telah mengajarkan hal itu. Ketiga,
berita yang akan disampaikan kepada orang lain harus dilandasi pengetahuan yang
lengkap, data akurat yang sebelumnya
dicross chek (tabayyun) kepada yang bersangkutan, bukan sekedar reaksi
emosional atas dasar dendam atau dislike
pada target isu. Keempat, Siapapun harus menghargai keterbukaan untuk
menerima teguran atau kritikan dari orang lain, toh bila ada hak kritik, maka
ada juga hak jawab untuk klarifikasi. Kelima, kita sebaiknya tidak hanya
pandai mengkritik orang lain, tapi juga pandai mengkritik dirinya sendiri.
Jangan sampai yang mengkritik justru lebih jelek daripada yang dikritik. Keenam,
dalam hal berita, kita mesti melihat apa yang diberitakan bukan siapa yang
memberitakan (ma qol bukan man qol), sebab ditengah rusaknya kontruk
epistiologis, kiai belum
tentu kiai, bisa juga ia seorang pendendam, pemberang dan culas, tokoh belum
tentu tokoh, bisa juga ia seorang profokator yang penuh nafsu, panutan belum
tentu panutan, bisa juga ia seorang penunggang dan kita dijadikan kudanya. Ketujuh,
falsafah tantangan kehidupan laksana memanjat pohon
yang tinggi, semakin bergerak keatas semakin kencang hembusan angin yang
menerpanya, seseorang yang bertekad meraih prestasi menjulang harus bersiap
diri menghadapi hembusan angin nan kencang. Ketika program telah dirancang
matang, maka jalankan dengan serius dan konstan tanpa perasaan ragu atau plin
plan, agar tidak terombang-ambing dalam kekalutan. Dalam Al-Qur’an disebutkan“ …
mereka dengki kepada orang itu lantaran Allah mendatangkan karunia kepadanya “(Qs.4:54).
B. Isu tidak
selamanya benar.
Adakalnya isu yang disebar seseorang bukan karena yang diisukan
telah berbuat kesalahan, melainkan direkayasa agar terbentuk opini dan image
nigatif publik terhadap target isu. Hal
yang demikian biasanya dilakukan oleh mereka yang di hatinya ada penyakit, Bagi
orang jenis ini, memfitnah dan mencemarkan nama baik orang lain adalah hoby
yang mendatangkan kepuasan psikologis, mereka adalah maniak fitnah. Mereka
senang jika orang lain menderita dan menderita jika orang lain senang. Orang yang seperti ini sesungguhnya sedang
mengidap penyakit xeno-phobia (takut
kalah pada yang lain), mereka beranggapan jika orang tersebut dibiarkan
berkembang, maka akan menjadi ancaman serius bagi dirinya. Jadi mereka orang orang yang sebenarnya memang tidak
mantap dengan dirinya sendiri.
Islam melalui beberapa teks sucinya telah memperingatkan kita , antara lain : “Takutlah kalian terhadap
prasangka, sesungguhnya prasangka itu
sedusta-dustanya omongan, jangan kalian meneliti kesalahan orang lain, Jangan
pula berlomba membicarakannya atau
mendengarkannya. Setiap muslim haram atas muslim yang lain darahnya dan kehormatannya“ (HR. Bukhari
muslim). “Barang siapa yang menutup aib orang lain, maka Allah akan menutup
aibnya dihari kiamat. dan siapa yang
gemar membuka aib orang lain, maka Allah akan membuka aibnya dihari kiamat kelak” (HR Muslim).
Orang orang yang menyakiti (memfitnah) muslimin muslimat tanpa kesalahan
yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa
yang nyata. (QS. Ahzab : 58)
Pada saat awal-awal Rasululloh
saw mensyiarkan Islam, para brandalan qurays Mekkah melakukan segala cara untuk
menyingkirkan Rasul, mereka sadar jika ajaran yang dibawa Rasul dibiarkan
berkembang, maka cepat atau lambat akan mengancam kedudukan dan kepentingan
status que mereka yakni kebiasaan membodohi masyarakat dengan menjadi raja-raja
kecil, maka mereka terus berusaha
menghancurkan reputasi Rasul dengan menyebarkan isu bohong.
C. Balaslah
keburukan dengan kebaikan.
Memang bagi sebagian orang, kesuksesan yang diraih orang lain
seringkali menimbulkan rasa iri dan dengki, mereka tidak senang melihat orang
lain berhasil. Dilukiskan dalam Al-Qur’an “ … mereka dengki kepada orang itu
lantaran Allah mendatangkan karunia kepadanya
“(Qs.4:54). Jika di identifikasi
paling tidak ada beberapa pihak yang bersemangat membesar besarkan isu,
antara lain : 1), Pihak yang sejak awal iri hati karena merasa dilampaui 2),
Pihak yang menyimpan dendam lama. 3), Pihak yang memang senang melihat orang
lain susah & susah melihat orang lain senang. 4), Pihak yang memang hoby
menyebarkan isu meskipun tanpa target yang jelas.
Walhasil, andai anda diisukan nigatif oleh orang lain, bukan
lantaran anda keliru, maka bersyukurlah, karena hal itu menandakan bahwa anda
memiliki kelebihan daripada mereka. Sudah saatnya semua orang belajar menolak
keburukan dengan kebaikan, membalas makian dengan salam, hal tersebut jauh
lebih utama ketimbang membalasnya dengan hal yang sepadan. Dalam (Qs.41 : 34) dijelaskan “ Dan tidaklah
sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklak kejahatan itu dengan cara yang lebih
baik….”. Bila kita mampu menolak
keburukan dengan kebaikan, membalas tuduhan dengan kesabaran dan doa
keselamatan, maka kita dijanjikan oleh Allah masuk sorga dan malaikat menyambut
kita dengan sapaan “Salamun alaikum bima shobartum” (salam sejahtera
atas kalian, berkat kesabaran kalian).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar