*
Dalam
kamus kimia, elexir adalah suatu zat yang dapat mengubah suatu unsur ke unsur
lainnya, misalnya seseorang yang ingin mengubah tembaga menjadi emas, dia pasti
menggunakan zat elexir. Karena cinta juga mempunyai daya transformasi yang
dapat mencairkan, memadukan,
menyempurnakan dan mengubah substansi atau sifat sesuatu secara drastis
dan sempurna, maka kaum sufi menyebut cinta sebagai elexir.
Adalah
Saqiq Al-Balqi (seorang pendekar cinta dijamannya) yang melukiskan kekuatan
cinta secara manis, dia bersenandung “wahai cinta yang mengubah tembaga menjadi
emas, yang mengubah pahit menjadi manis, yang mengubah lelah menjadi lezat,
yang mengubah pengecut menjadi pemberani, yang mengubah si kikir menjadi
dermawan….wahai cinta yang menjadikan hati sebagai hati, tanpamu hati ini
bukanlah hati, ia hanyalah segenggam lempung tak bermakna, bila engkau tiada
kamipun tanpa gembala, bila engkau tiada kamipun bingung hendak kemana, bila
engkau tiada kamipun kehilangan gelak tawa, bila engkau tiada kamipun bak air
mengalir tanpa muara.
Ayam
betina akan melipat sayapnya bila ia
sendirian, ia tidak akan bersuara
dihadapan seorang bocah lemah sekalipun, ia terlihat santai mencari
makanan untuk dirinya sendiri, bila ada kemungkinan bahaya, iapun berlari
kencang menghindarinya. Tetapi bila ayam itu mempunyai anak, cinta akan mengambil tempat di pusat eksistensinya dan karakternyapun berubah 180
derajat, sayap yang tadinya dilipat, kini diturunkan untuk siap siaga membela
diri, suaranya berubah lantang dan bila ada kemungkinan bahaya, ia akan
menyerang dengan gagah berani.
Baginya
seseorang boleh saja mengancam dirinya, tetapi bila sang tercinta yang
terancam, ia akan rela korbankan apa saja untuk membelanya, termasuk nyawanya
sekalipun. Cinta membuat hewan yang tamak yang semula egois berubah menjadi
dermawan yang memanggil anak anaknya bila menemukan makanan, ia akan sanggup
tabah dan sabar menghadapi lapar, kurang tidur, capek atau kesulitan apapun demi keselamatan sang anak,
bila mendengar anaknya menangis atau dalam bahaya, ia akan bergerak bagai kilat
untuk melindunginya. Cintalah yang mengubah si penakut menjadi pemberani.
Cinta mampu menampilkan
pelbagai kekuatan dahsyat yang terpendam, ia merupakan ilham yang dapat
mengeraskan kemauan dan tekad dan bila cinta bangkit menuju aspeknya yang
tertinggi, ia berubah menjadi mukjizat dan keajaiban, dengan cinta seseorang
dapat menggapai sesuatu yang tidak dapat digapai oleh cara lain, apa yang imposibel bagi cara lain,
adalah sangat posibel bagi cinta.
Cinta berkuasa
menyempurnakan jiwa, mencabut sifat dendam dan dengki dan menggantinya dengan
gairah, kedamaian, kekuatan kasih sayang serta kebulatan tekad, cinta akan
menghapus kelemahan, kekikiran, kejengkelan dan kebosanan, ia juga dapat
menghilangkan kebingunan yang dalam QS. 91 : 10 disebut dassa, cinta dapat meluaskan eksistensi dan mengubah titik
fokus dalam wujud manusia. Bila kasih sayang pada sesuatu mencapai puncak
intensitas hingga menaklukkan eksistensi dirinya dan menjadi penguasa mutlak
atas wujudnya, maka itulah yang disebut cinta sejati.
**
Cinta
membuat daya tangkap lebih tajam, dan konsentrasi lebih fokus, dengan hipnotis
cinta membuat semuanya menjadi indah bahkan yang hitam dapat menjadi putih,
lihatlah kisah Laila dan Majnun yang sangat masyhur itu, konon kedua mahluk itu
saling mencintai hingga tergila-gila.
Majnun bersyair “sekelompok orang menghina Laila karena kulitnya hitam,
namun bagiku seandainya minyak misik itu tidak hitam, maka nilainya tidaklah
tinggi”.
Harun Ar-Rasyid
penasaran melihat cinta Majnun, maka ia ingin tahu seperti apa Laila itu, ia
terperanjat tatkala melihat gadis pujaan
Majnun hanyalah seorang wanita sahara berkulit hitam, lalu ia memanggil Majnun
dan bertanya, hai Majnun apa yang membuatmu memuja Laila, apa keistimewaan dia,
bukankah dia hanya seorang gadis gunung yang hitam legam ? Majnun menjawab,
anda melihatnya dengan penglihatan anda, dan saya melihatnya dengan penglihatan
saya, bagi ku Laila adalah yang tercantik, Wahai paduka, jika anda menempati
mataku, maka paduka tidak akan melihat siapapun
kecuali Laila.
Namun
demikian, cinta itu jangan hanya diatas
namakan, sebagaimana di dunia barat yang menjadikan kata itu sebagai
justifikasi untuk sejumlah besar tindakan biadab mereka. Dzauq, isyq, bashirah
, mukasyafah, ru’ya dan semacamnya bukan hanya catch word yang mesmeric
(menyihir sampai melumpuhkan) melainkan mesti memiliki algoritme yang
teridentifikasi. Begitu juga kecintaan seseorang kepada sesuatu yang disebabkan oleh faktor kenikmatan dan
kegunaannya semata seperti kecintaan manusia pada harta atau lain jenisnya,
sejatinya bukanlah disebut cinta, melainkan pemanfaatan dan manefestasi egoisme
yang dikemas atas nama cinta. Cinta yang sesungguhnya adalah mencintai sesutu
karena sesuatu itu layak dicintai, mencintai keindahan karena keindahan
itu semata mata indah.
Cinta
sejati bagi sang pencinta bukan saja sebagai sarana tempat berkeluh kesah,
berbagi rasa dalam suka dan duka atau media yang selalu menghiburnya dikala
kepenatan mulai datang, tetapi lebih dari itu dia juga berperan sebagai
stabilizer bagi letupan letupan emosi kemanusiaannya, dia ibarat stavolt yang
mengatur tinggi rendahnya tegangan pada listrik atau ibarat jantung yang memacu
darah mendistribusikan makanan kesemua organ tubuh.
Cnta
sejati, --bila meminjam bahasa psikologi komonikasi—adalah model kecintaan internalitatif dan kecintaan
identifikatif, yakni model kecintaan yang didalamnya terdapat pengabdian
dan kepatuhan sejati, model kecintaan seperti itu
mendorong si pencinta bukan saja ingin meniru semua karakteristik dan
kepribadian yang dicinta, tetapi juga ingin menjadi foto copy dari sang
tercinta tersebut, bukan saja ingin menyerap nilai nilai sang tercinta tetapi juga ingin menjadi nilai
itu sendiri, bukan saja to be like him
tetapi juga to be him.
Maka para pencinta sejati akan menjadi orang yang
paling banyak menyerap sifat sifat sang dicinta, bila ia mencintai Allah, dia
akan banyak menyerap sifat sifat Allah, Logikanya sama dengan teori penyerapan pada umumnya, yakni
bila seseorang dekat dengan sesuatu ia akan menyerap sifat sesuatu tersebut,
bila seseorang dekat dengan api, tubuhnya tentu akan panas seperti sifat api,
bila ia terbenam dalam salju, tubuhnya akan dingin seperti sifat salju, oleh
karena itu sangat logis bila para pencinta Allah akan mempunyai kesamaan sifat
dengan Allah, seperti pengasih, penyayang, berprilaku terhormat, memiliki
kebesaran jiwa, kreatif dan inovatif, pemaaf, pemurah dsb sebagai hasil
penyerapan dari sifat Allah Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Aziz,
Al-Mutakabbir, Al-Kholiq, Al-Ghaffar, Al-Wahhab, dst.
***
Orang-orang
yang mencintai Allah adalah para ahli dzikir yang mendekati Allah dengan cinta,
menghadapi hidup dengan cinta dan menyandarkan penghayatan keagamaan mereka
juga dengan cinta, mereka adalah Hum qoumun aatsarahumullohu ‘alaa kulli
syai’in, komonitas yang mendahulukan Allah diatas segalanya sehingga Allah
pun mendahulukan mereka diatas segalanya.
Hum qoumun al akhdzu bil haqoiq wal ya’su mim maa fii aidil kholiq,
komonitas yang mengambil hakekat kehidupan dengan membuang segala bentuk
kepalsuan yang ada pada selain Allah.
Mereka
merupakan prajurit prajurit cinta yang istiqomah menjadikan hatinya sebagai qolbul
khosi’ lidzikrillah sehingga basyariahnya, dlomirnya dan fuadnya berfungsi
dengan baik dalam kehidupan kesehariannya. mereka merupakan sedikit golongan
yang dengan kekuatan cinta dan dzikirnya mampu membangun secara menakjubkan
“hati” masyarakat menjadi “qolbun salim”. Merekalah para insan yang telah
berhasil menacapai pemahaman sempurna tentang hakekat kehidupan, mereka
melampaui sekat sekat perbedaan, mereka telah menemukan esensi kehidupan yang
sebenarnya, mereka tidak terkungkung lagi oleh macam macam formalitas, bagi
mereka perbedaan dan keberagaman bukanlah yang utama, karena dibalik itu ada yang
lebih utama yaitu Allah swt.
Kemajemukan
fenomena alam semesta hakekatnya
merupakan tajalli atau penampakan asma asma Allah yang amat indah, tak satupun
realitas di muka bumi ini yang terlepas
dari upaya penyerahan diri kepada sang kholiq, mereka semua bertasbih untuk
menyerahkan diri sepenuhnya kepadaNya tanpa reserve. Imam syafi’i menyebutkan
“semua relitas kehidupan adalah syarah bagi assunnah, sedangkan semua assunnah
merupakan syarah bagi alqur’an, dan semua isi alqur’an adalah syarah bagi
asmaul husna, sedangkan semua asmaul husna merupakan syarah bagi al ism al
a’dzam Allah. Maka bila anjing saja
disebut beruntung karena mencintai ashabul kahfi, bagaimana mungkin seseorang
tidak akan beruntung bila mencintai ahli dzikir pencinta kekasih Allah swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar