Senin, 19 November 2012

ISLAM DAN KEMISKINAN


oleh : Hefni Zain

A. Pendahuluan
Kemiskinan merupakan masalah universal yang dihadapi semua bangsa di dunia. Dan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, kemiskinan  dan keterbelakangan  merupakan masalah besar yang sangat mendesak untuk segera  mendapat penanganan  serius. Kendati kemiskinan tidak bisa secara absolut dihilangkan, karana merupakan sebuah realitas yang selalu ada dan berkekalan dengan kehidupan  masyarakat, akan tetapi upaya-upaya mengatasinya senantiasa merupakan keharusan semua pihak, terutama pemerintah, sebab jika tidak, ia akan membawa implikasi nigatif yang bereskalasi luas, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial,  baik dalam konteks  bermasyarakat maupun konteks bernegara.
Salah satu implikasi signifikan dari kemiskinan dan keterbelakangan adalah komonitasnya akan sangat rentan terkontaminasi keresahan, kesenjangan dan kecemburuan sosial, yang pada gilirannya akan memunculkan  anarkhisme, kriminalitas dan kekacauan lainnya. Kasus kemanusiaan di singkawang, palangkaraya, pontianak dan sampit beberapa tahun yang lalu adalah contoh nyata dari pelampiasan emosional karena kecemburuan sosial ekonomi, lebih-lebih jika kemiskinan dihadapkan secara kontras dengan kemewahan, artinya tatkala rakyat jelata terus mengalami nasib yang mengenaskan karena harga sembako kian melambung sebagai dampak dari kenaikan BBM, sementara disisi lain para pejabat terus berfoya-foya dengan uang hasil korupsi, apalagi mereka terus berusaha menaikkan gaji dan tunjangannya ditengah megap megapnya rakyat jelata, maka sangat normal bila yang bersangkutan mengalami keresahan dan kecemburuan.
Demikian juga  bila seorang sarjana yang pandai harus bertahun-tahun menjadi pengangguran dan sulit mendapat pekerjaan karena tidak punya relasi untuk nepotisme atau tidak punya uang untuk melakukan suap, sementara tetangganya yang bodoh karena “ada jalur” bisa memegang puluhan jabatan sekaligus, maka aneh kalau yang bersangkutan tidak resah. Inilah yang kemudian menjadi salah satu embrio terjadinya tindak kriminalitas, anarkhisme dan kerusuhan di berbagai tempat.
Karana itu sah saja seseorang menjadi konglomeret atau memegang lusinan jabatan sekaligus, tetapi mereka harus memperhatikan persepsi orang lain terhadap dirinya. Jika yang kaya bisa terus bertambah kaya, maka tidak bisakah yang miskin sedikit maju meninggalkan kemiskinannya? Saya yakin kecemburuan sosial akan dapat diminimalisisr jika orang kaya punya kepedulian, sensitifitas dan solider terhadap yang lemah, sebab dengan begitu yang lemah juga akan malihat si kaya sebagai pelindung. Tetapi jika orang kaya tetap individualis, cuek dan hanya menggunakan teori “bento” sebaimana lirik Iwan Fals ”wajahku ganteng, banyak simpanan, sekali lirik oke sajalah, yang penting aku senang, aku menang, persetan orang susah karena aku….. “ maka munculnya kerusuhan sosial sesungguhnya hanya tinggal menunggu waktu.
Betapa banyak kita saksikan anak–anak bangsa yang punya potensi cemerlang terpaksa drop out dari sekolahnya karana kekurangan biaya, betapa banyak wanita baik–baik terpaksa menjadi pelacur hanya untuk mempertahankan hidupnya, dan bahkan tidak sedikit orang Islam yang mengorbankan iman dan agamanya untuk ditukar dengan beras, super mie atau gula. Inilah makna dari “kaadzal fakru ayyakuuna kufran” (kefakiran akan dekat dengan kekufuran). Demikian dahsyatnya implikasi dari kemiskinan itu, sehingga Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan “seandainya kemiskinan itu berwujud manusia, niscaya aku yang pertamakali akan membunuhnya”.

B. Faktor Penyebab kemiskinan
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan. Pertama, Al-Qur'an melukiskan terjadinya kemiskinan disebabkan oleh banyaknya orang kaya yang lalai menyampaikan hak-hak orang miskin yang dititipkan oleh Allah kepada mereka. Dalam sebuah Hadits yang diwiwayatkan Tabrani,  Nabi saw bersabda :”sesungguhnya Allah mewajibkan atas orang–orang kaya untuk mengeluarkan harta mereka seukuran yang dapat memberikan keluasan hidup bagi orang – orang miskin. Dan tidak mengalami kesengsaraan orang – orang miskin, kecuali karena perbuatan orang – orang kaya. Sesunggguhnya Allah akan meminta pertanggung jawaban orang – orang kaya itu dengan pengadilan yang berat”.
Ibnu Hazm, dalam Almuhalla : 159 dengan ekstrim mengatakan bahwa kemiskinan hanya dapat diatasi dengan kesediaan orang kaya memberikan hak orang miskin yang diamanatkan oleh Allah SWT. kepadanya. Karana itu Allah menegaskan dalam QS. 57:7. “Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya”.  Dalam ayat lain Allah berfirman ”sesungguhnya Allah menyuruh kamu sekalian menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”.
Kedua, Islam memandang kemiskinan adalah sebagai akibat dari system sosisal ekonomi yang timpang, yakni tidak adanya keadilan dan pemerataan. Memang banyak pihak yang selalu meneriakkan pengentasan kemiskinan tapi pada waktu yang sama mereka sendiri melakukan pemiskinan terhadap orang-miskin.  Realistasnya hampir setiap hari kita menyaksikan betapa banyak para pengemis meminta-minta disepanjang jalan raya, sementara manusia yang lalu lalang mengacuhkannya atau kita akan bertanya kenapa para buruh  mendapat upah yang sangat rendah, padahal mereka sudah bekerja keras dari pagi sampai petang? Kenapa para abang becak yang nafkahnya semakin terdesak terus menghadapi ancaman penggusuran hanya demi keindahan kota? Kenapa koruptor kelas kakap, dengan hanya alasan kesehatan, penahanannya dapat ditangguhkan, sementara pencuri ayam langsung disiksa oleh petugas tanpa basa-basi dan tanpa proses pengadilan?
Karena itu bagi Islam keadilan dan pemerataan adalah kunci dari upaya pembebasan masyarakat dari problem kamiskian. Allah berfirman dalam al-Qur'an :”sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlalu adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu, agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. 16:90).
Ketiga, lemahnya solidaitas sosial juga merupakan salah satu faktor dominan penyebab terjadinya kemiskinan. Ibnu Qoyyim ketika berbicara tentang strategi iblis dalam menjebak manusia menyebutkan bagi menusia tertentu iblis menyesatkan manusia dengan manawarkan ibadah yang utama tetapi melalaikannya dari ibadah yang lebih utama. Banyak oarng kaya yang dengan khusu’ bertahajjud berjam–jam diatas sajadahnya, sementara disekitarnya tak terhitung tubuh-tubuh layu kelaparan dan kekuangan gizi. Tidak sedikit oang menghabiskan jutaan rupiah untuk upacara keagamaan, disaat ribuan orang sakit menggelepar menunggu maut karena tidak dapat membaayar biaya berobat. Padahal nabi saw telah bersabda “ tidak termasuk kemompok ku barang siapa yang tidak mempehatikan urusan kaum muslimin” (Hr Tabrani dan al hakim), Yang lebih tegas lagi sabda nabi saw adalah “serahkanlah sedekahmu sebelum datang suatu masa dimana ketika engkau berkeliling menawarkan sedekahmu, orang-orang miskin menolaknya, seraya betkata hari ini kami tidak butuh bantuanmu, yang kami butuhkan adalah darahmu” (Hr. Tabrani)
Disamping factor-faktor diatas, sikap malas, fatalis, tidak mau bekerja keras dan sikap boros juga merupakan penyebab terjadinya kemiskinan. Karena itu Allah selalu menganjurkan dan memotivasi manusia agar terus berusaha dan tidak gampang berputus asa, salah satu dorongan Allah agar manusia terus berusaha adalah lewat firmanNya yang menyebutkan                       ” Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu sendiri yang berusaha untuk merubahnya”.

C. Cara Islam mengatasi kemiskinan
Islam sejak awal telah menunjukkan komitmennya yang kuat untuk membebaskan manusia dai problem kemiskinan. Hadits nabi yang menggambaarkan bahwa yang memberi adalah lebih utama dari yang mererima, tangan diatas adalah lebih mulia dari tangan yang dibawah, menyiratkan secara tegas agar umat Islam memilih jadi pemberi dari pada menjadi penerima. Dan bahkan teks-teks suci yang berbicara mengenai anjuran berbuat adil, anjuran menyampaikan amanah, anjuran mengeluarkan zakat, infaq atau shadaqoh, juga larangan memakan harta dengan jalan yang bathil, riba dan sejenisnya adalah bukti nyata dari betapa kometmen Islam menyiapkan konsep dan paradigma pembebasan manusia dari kemiskinan.
Langkah konktrit Islam dalam mengentas kemiskinan selain bersifat teoritis sebagaimana dideskripsikan diatas, juga bersifat praktis sebagaimana dicontohkan  Nabi  saw dalam pola kehidupan sehari-harinya, yakni pertama dengan membangkitkan harga diri kaum miskin dengan cara memilih hidup bersama mereka atau ditengah mereka. kedua Rasulullah memilih hidup seperti mereka, saking akrabnya dengan mereka nabi saw sering disebut “habibul fuqoro’ wal masakin”.  Jadi untuk membebaskan seorang dari kemiskinan, tidak saja potensi eksternal yang dikembangkan, tetapi juga potensi internal, terutama mengenai mentalitas harus juga dipersiapkan.
Alhasil semangat dari dalam yang kuat untuk berubah, ditambah kesadaran dan solidaritas yang kokoh dari pengemban amanah untuk menyampaikan amanahnya, adalah “kata kunci” pogram pengentasan kemiskinan. Sebagaimana WS Rendra melantunkan sajaknya “orang-orang miskin, orang-orang dijalanan, yang tinggal di kolom jembatan, yang kalah dalam pergulatan, yang diledek oleh impian, janganlah mereka ditinggalkan”.

Tidak ada komentar: