Minggu, 11 November 2012

PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF SUFI.




Oleh : Ust. Hefni Zain

A. Mukaddimah
Dunia kita adalah dunia laki laki. Kamus ilmiyah menyebutnya patriarkhi atau patrimonial. Budaya kita sejak dulu hingga kini selalu didominasi oleh para pejantan, sehingga jadilah kaum laki laki sebagai penguasa di kehidupan ini.. Budaya telah sedemikian rupa di setting untuk membuktikan suprioritas laki laki atas perempuan, dan tampaknya hingga saat ini  terdapat fakta yang sulit dibantah perempuan masih diposisikan  sebagai subordinat , infrior, terkungkung  dan second class di bawah kaum laki laki.
Memang benar, akhir akhir ini  tidak sedikit perempuan yang tenar, kaya, menjadi tokoh dan populer. Tapi semua itu tetap dalam krangkeng kekuasaan laki laki. Sejumlah perempuan menjadi selebritis sukses karena mereka beranii mempertontonkan bagian dirinya yang memang disukai laki laki --meski untuk itu mereka dirayu dengan argumentasi bahwa itu adalah seni, estetika, keindahan dan sejenisnya--. Gelar wanita tercantik, terseksi, ratu dangdut, ratu joget, dsb, diberikan kepada perempuan yang bersedia memperlakukan dirinya sesuai dengan definisi yang dibuat sesuai selera laki laki. Perempuan disebut berhasil menjadi tokoh ketika ia tampil dalam definisi laki laki. Ini adalah sebagian contoh betapa perempuan diseret ke dalam dunia yang maskulin. Anehnya para feminis berjuang mati matian mewujudkan kebebasan yang justru digandrungi dan menjadi syahwat para lelaki.
Realitas  ini sepertinya kurang adil,  seorang pria yang play boy, penggoda dan penghisap madu wanita disebut jantan, hebat dan perkasa. Tapi bila wanita yang bertindak sama seperti itu akan disebut  binal, kotor dan sebutan lain yang diskriminatif.  Sebegitu infriorkah perempuan ? Bisakah mereka tampil mandiri, bernilai, berwibawa dan mengagumkan  karena ia memang seorang perempuan, bukan karena bersedia ditarik tarik atau diadaptasikan kepada keinginan kaum lelaki ? Lalu siapa perempuan sebenarnya, dan apa signifikansi kehadirannya dalam makrokosmos ini ? Makalah singkat ini mencoba mengkajinya kendati  tidak mendalam.

B.  ISLAM  MEMANDANG PEREMPUAN.
Allah menciptakan segala sesuatu berpasang pasangan.  Perempuan menjadi pasangan laki laki dan laki laki adalah pasangan perempuan, Alqur’an menyebutnya sebagai Hunna libasul lakum   wa antum libasul lahun. Dengan berpasang pasangan itulah manusia ada. Karena kedua jenis itulah manusia disebut manusia. Ketiadaan yang satu akan meniadakan yang lain. Bisakah seseorang disebut laki laki bila tidak ada perempuan, atau sebaliknya ?. Bisakah ada malam atau disebut  malam bila tidak ada siang ? dan begitu sebaliknya .
Yang paling absah  seseorang disebut perempuan  atau disebut laki laki  hanya bila ukurannya dilihat dari perspektif  fisik-biologis-seksual, Misalnya : Karena ciri ciri organ tertentu  pada tubuh.    Sementara ukuran ukuran yang lain, seperti : --cengeng, emosional, lemah dan mudah menangis -- tampaknya tidak seluruhnya benar, sebab para Nabi pun  yang semuanya laki laki adalah orang orang yang juga  mudah menangis.

Manusia pada hakekatnya tidak berjenis kelamin. Jiwa atau ruh manusia tidak mengenal laki laki atau perempuan. Ruh manusia  ya ruh manusia, tidak laki laki dan tidak perempuan. Karena itu ketika kita diperintahkan untuk meneladani  Muhammad saw, itu adalah Muhammad sebagai hakekat , sebagai nur dan sebagai esensi. Ibn Arabi menyebutnya “Haqiqoh Muhammadiyah”,  sehingga siapapun, baik laki laki atau perempuan wajib meneladaninya. Dan  karena itu pula tidak ada alasan bagi  kaum perempuan untuk tidak beruswah kepada Rasulullah saw dengan alasan berbeda jenis kelamin.   Dengan demikian maka Perempuan tidak lagi dilihat dari perspektif fisik-biologis-seksual,  melainkan  lebih bersifat gender  essensial.

C.  PEREMPUAN  DALAM  PESRSPEKTIF GNOSIS.
Perempuan sering digambarkan dengan keindahan, dan keindahan selalu diidentikkan dengan perempuan  kalau ada sebuah permainan politik, catur, atau sepak bola yang nampak indah, orang akan berdecak “wah.. cantik sekali permainan ini.. tidak pernah kita dengar orang mengatakan “wah.. tampan sekali permainan itu. Perempuan adalah manifestasi dari aspek  Jamaliyah. Ajaran Tao menyebutnya sebagai unsur Yin. Sementara Laki laki digambarkan sebagai keagungan,  tradisi  Gnosis menyebutnya jalaliyah, Tao mengistilahkan sebagai unsur Yang, Jamaliyah adalah  segala ekspresi  dari sikap, sifat dan prilaku yang merujuk kepada cinta, kasih sayang, kedekatan, kemesraan, kehangatan, kelembutan, keindahan dan sejenisnya.  Sedangkan jalaliyah adalah segala hal yang identik dengan keagungan, kekuasaan, keluhuran dan semacamnya. Juga Kesempurnaan, --karena itu pulalah-- jalaliyah sering juga dibahasakan dengan kamaliyah (kesempurnaan).

Secara umum unsur jamaliyah dan jalaliyah menyatu dalam diri Tuhan.  Tapi menurut tradisi Gnosis, Tuhan lebih memanefestasikan diriNya dalam unsur Yin, Jamaliyah, karena itu para aktivis gnosis memposisikan cinta sebagai puncak kedudukan seorang  hamba disisi Allah. Berbeda dengan para Theolog yang memandang Tuhan dalam kaca mata Jalaliyah, kaum gnosis  justru mementingkan kemesraan dengan Tuhan,  karenanya mereka tidak jarang merasa telah begitu dekat dengan Tuhan  atau  bahkan mengaku telah menyatu dengan Tuhannya. Sesungguhnya pandangan bahwa Tuhan begitu dekat --lebih dekat dari urat nadi (habl al warid) --bisa dihayati dan dirasakan kebenarannya secara mendalam lewat konsep cinta.

Kita mungkin cukup sulit memahami  gradasi  ketauhedan para aktivis gnosis yang menempatkan La ilaha illa Ana (Tiada Tuhan selain Aku) sebagai  puncak kesaksian tauhed seseorang. Jika la ilaha illa huwa bagi kaum gnosis Tuhan masih diposisikan sebagai pihak ketiga, sebagai  Dia,  lalu lebih dekat lagi ketika Tuhan diposisikan sebagai pihak kedua, berdialog, berhadap hadapan sebagai Engkau (la ilaha illa Anta), Dan puncaknya, ketika sudah tidak berjarak dan tidak ada ruang yang membatasai seseorang dari Tuhannya, maka  terjadi keintiman yang luar biasa ( penyatuan ) antara yang kull dan yang furu’,  antara pencinta dan yang dicinta, antara setetes air dengan keseluruhan samudra, sehingga sudah tidak dapat diketahui lagi mana yang setetes dan mana yang keseluruhan samudra,  maka diekspresikan sebagai  La ilaha illa Ana (Tiada Tuhan selain Aku).

Disinilah unsur cinta menjadi aspek yang paling signifikan dalam proses penyatuan antara hamba dan Tuhan. Sementara cinta termasuk unsur jamaliyah atau yin. Maka betapa penting  posisi perempuan dalam mengantar taqorrub dan bahkan penyatuan manusia dengan Tuhannya.
Terkenal sebuah hadits yang mengatakan bahwa  sorga terletak dibawah kaki ibu (Al jannatu tahta aqdamil ummahat), kalau di telapak kaki saja  sudah  ada sorga (yang merupakan dambaan setiap insan) , logikanya, tentu terdapat sesuatu yang lebih dahsyat dari sorga pada bagian lain  seorang perempuan ? Wong sorga saja ditempatkan di telapak kaki,  kita tidak bisa membayangkan sedahsyat apa sesuatu  yang ada di bagian lainnya  seperi  di lutut, telapak tangan, leher, dsb.
Imam Ghazali dalam kitab “Kimiya Al sa’adah”  memuat sebuah hadits bahwa Rasululloh  saw bersabda “ Tiga hal di duniamu ini telah menjadi kecintaanku : Kaum wanita, farfum dan kesejukan mataku ketika melakukan sholat. Hadits ini juga termuat dalam  Musnad Ahmad (III :28, 199 dan 285) juga Nasa’i, pada bab Isyarat Al nisa’. Hadits diatas dalam bahasa yang lebih mendalam, sebenarnya kian memperkukuh betapa istimewa posisi perempuan dalam pandangan Rasul. Dua dari ketiganya merujuk pada wanita. Kata Wanita (mar’ah) jelas bersifat perempuan (mu’annas) dan Sholat (Sholah) juga bersifat mu’annas, hanya satu yang berkonotasi laki laki (mudzakkar)  yakni parfum (Thib). Itu artinya, kata Ibnu arabi, seorang laki laki berada dan bergerak diantara dua perempuan.
Perempuan yang pertama, yakni  Mar’ah, menunjuk pada makhluk nyata yang kepadanya seseorang menyemaikan benih  cinta,  Dan perempuan yang kedua, yakni Sholah, menunjuk pada suatu perjalanan ruhaniyah untuk mengalamatkan cinta kemakhlukan kepada cinta yang lebih tinggi , yakni cinta kepada Allah,  al ilah al mahbub  al wahidah al mutlaqah.

 D. Khotimah

Alhasil, ternyata Perempuan dalam perspektif  gnosis, adalah makhluk yang mulia, ditelapak kakinya terdapat sorga. Dan Dirinya merupakan  sarana atau syarat  mutlak bagi para lelaki   untuk mencapai   Allah robbul alamin. Karena itu Rasululloh saw ketika menjelang ajal merasa perlu mengeluarkan wasiat yang berisi tiga hal, yakni : Sholat, perempuan dan ummat.   Maka itu  berhati hatilah terhadap mahluk yang satu ini.  Dia bisa mengantarkan kaum laki laki  dengan mudah mencapai  sorga yang penuh kenikmatan, tapi juga  bisa membuat laki laki terhempas  tanpa ampun ke neraka.

Tidak ada komentar: