Ust. Ach. Hefni Zain,
S.Ag, MM
Hendaklah kalian menjalankan amar ma'ruf
nahi munkar, atau Allah akan memberikan kekuasaan atasmu kepada orang-orang
jahat diantara kamu, dan kemudian orang-
orang yang baik diantara kamu berdoa,
lalu tidak dikabulkan doa mereka itu."
(HR al-Bazzar dan
at-Thabrani) (al-Hadits)
Pendahaluan
Di negeri ini, tindak koruspsi sudah menggurita laksana lingkaran vampire
yang menjangkiti hampir semua elemen masyarakat, mereka acapkali terlibat dalam
proses saling menghisap dan saling melukai. Jika seseorang di peras dalam satu sektor kehidupan, maka yang bersangkutan
akan membalas memeras pada sektor yang dia kuasai. Dari bawah ke atas, dari
atas ke bawah, juga dari samping kesamping, saling menghisap dan saling memeras.
Tidak sedikit para pejabat, mantan pejabat dan konglomerat yang sudah
dijebloskan ke penjara untuk kasus korupsi. Tetapi lebih banyak lagi yang belum
disentuh hukum, tak tersentuh hukum atau bahkan kebal hukum. Yang unik ada
sebagian pihak yang melakukan korupsi sambil terus berkampanye melawan korupsi
dan rajin berceramah tentang perlunya penegakan hukum.
Korupsi di Indonesia sudah sangat mengerikan, laporan Lembaga Transparansi
Internasional yang diekspose di dunia internasional menyebutkan bahwa di tahun
2007 Indonesia masuk peringkat keenam negara terkorup dari 85 negara yang
disurvei, setelah Nigeria, Tanzania, Honduras, Paraguay, dan Kamerun. Kemudian
tahun 2009 Indonesia naik ke peringkat tiga dari 99 negara yang disurvei
setelah Nigeria dan Kamerun. Tahun 2010 Indonesia menempati peringkat kedua
sebagai negera terkorup dari 102 negara yang disurvei, setelah Nigeria, sungguh
sebuah prestasi yang memilukan dan memalukan kita semua sebagai anak bangsa.
Memerangi Kemungkaran Korupsi
Awalnya,
semua yang menimbulkan kehancuran, dapat disebut korupsi, sebab kata korupsi,
berasal dari bahasa Latin “corruptus--corrumpere” yang diartikan sebagai
“break to pieces, destroy”. Namun pada perkembangannya istilah ini
mengalami reduksi dan dibatasi dengan makna khusus hanya yang berkaitan dengan
wacana hukum. Bila mengacu pada makna dasarnya, sebenarnya ada banyak jenis
korupsi yang perlu diberantas, bukan hanya korupsi harta benda, misalnya korupsi aqidah, korupsi akhlaq, korupsi ilmu juga korupsi kebenaran.
Dengan kata lain, jika korupsi harta menjadi masalah besar dan musuh bersama bagi
bangsa ini, maka seyogyanya, korupsi aqidah, korupsi akhlaq dan korupsi kebenaran,
seharusnya juga menjadi agenda serius. Jangan sampai masyarakat hanya
menganggap korupsi harta yang harus diperangi, tetapi korupsi ilmu pengetahuan,
pelacur intelektual, prostitusi dan penjahat kelamin malah dianggap wajar dan
tidak berbahaya.
Prof.
Muhammad Nuquib al-Attas dalam karyanya “Prolegomena to The Metaphysics of
Islam”, menggunakan istilah “curruption of knowledge” untuk korupsi
jenis terakhir. Ia menyebutkan tantangan utama kita sebetunya berawal dari
korupsi jenis ini yang pada ujungnya mengakibatkan krisis kebenaran dan krisis
akhlaq.
Bila
korupsi diyakini sebagai kemungkaran, maka tugas kita semua untuk memeranginya.
Rasul saw telah memperingatkan: "Tidaklah dari satu kaum berbuat kemungkaran,
dan diantara mereka ada orang yang mampu untuk melawannya, tetapi dia tidak
berbuat itu, melainkan hampir-hampir Allah meratakan mereka dengan azab dari
sisi-Nya." (HR Abu Dawud). Dalam
riwayat yang lain Rasul saw bersabda ”Hendaklah kamu menjalankan amar ma'ruf
dan nahi munkar, atau Allah akan memberikan kekuasaan atasmu kepada orang-orang
jahat diantara kamu, dan kemudian orang-orang yang baik diantara kamu berdoa,
lalu tidak dikabulkan doa mereka itu." (HR al-Bazzar dan at-Thabrani).
Hal pertama
yang harus dilakukan dalam memerangi kemungkaran adalah memahami 'kemungkaran'
itu sendiri, kemudian melakukan pemetaan dan skala prioritas, kemungkaran mana
yang wajib diperangi terlebih dulu.
Saat ini begitu banyak kemungkaran di sekitar kita, melalui media televisi, sebagian kemungkaran telah menyelusup masuk ke kamar-kamar kita, tanpa permisi. Tentu saja, kemungkaran terbesar dalam pandangan Islam, adalah kemungkaran di bidang aqidah. Yakni, kemungkaran yang mengubah dasar-dasar Islam. Kemungkaran ini berawal dari korupsi ilmu pengetahuan menyangkut asas-asas pokok dalam Islam. Kemungkaran jenis ini jauh lebih dahsyat dari kemungkaran korupsi harta benda.
Saat ini begitu banyak kemungkaran di sekitar kita, melalui media televisi, sebagian kemungkaran telah menyelusup masuk ke kamar-kamar kita, tanpa permisi. Tentu saja, kemungkaran terbesar dalam pandangan Islam, adalah kemungkaran di bidang aqidah. Yakni, kemungkaran yang mengubah dasar-dasar Islam. Kemungkaran ini berawal dari korupsi ilmu pengetahuan menyangkut asas-asas pokok dalam Islam. Kemungkaran jenis ini jauh lebih dahsyat dari kemungkaran korupsi harta benda.
Dosa orang
yang mengangap wajar korupsi adalah tidak kalah besarnya dari orang yang
melakukan korupsi. Dosa orang yang mengingkari kewajiban salat, lebih besar
daripada dosa orang yang meninggalkan salat karena malas, tetapi masih meyakini
kewajiban salat. Dosa orang yang menjadi pelacur masih lebih ringan
dibandingkan dengan orang yang mengkampanyekan paham, bahwa menjadi pelacur
adalah tindakan mulia. Ini korupsi aqidah. Karena itu, adalah tindakan kemungkaran
yang serius, ketika seorang mahasiswi di Yogyakarta menerbitkan buku berjudul
"Tuhan, Ijinkan Aku Menjadi Pelacur". Buku itu memberikan legitimasi
terhadap pelacuran dan free sex. Buku seperti ini membawa misi pengaburan
antara yang haq dan yang bathil. Ironinya, ketika dibedah di kampusnya, banyak
sekali mahasiswa yang mendukungnya. Buku-buku, tulisan-tulisan, atau
ucapan-ucapan yang keliru yang disebarkan melalui media massa juga merupakan
kemungkaran yang besar, lebih dari kemungkaran amal. Pornografi adalah mungkar,
tetapi, pemikiran yang menyatakan bahwa pornografi adalah tindakan mulia,
merupakan kemungkaran yang lebih besar. Tindakan mengabaikan ajaran al-Quran
adalah mungkar, tetapi, penerbitan buku-buku dan artikel yang meragukan
kesucian al-Qur'an adalah kemungkaran yang lebih besar.
Kemungkaran ilmu pengetahuan : kemungkaran serius
Kemungkaran
ilmu merupakan kemungkaran yang serius dalam perspektif Islam. Sebab, jika ilmu
salah, maka akan muncul ulama yang salah. Jika ulama salah, maka umara dan umat
pun akan salah. Ilmu yang salah mengacaukan batas antara al-haq dan al-bathil.
Orang yang bathil tidak menemukan jalan untuk bertaubat, sebab dia merasa apa
yang dilakukannya adalah tindakan yang baik. Allah SWT berfirman,
"Katakanlah, akankah Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang
paling merugi amal perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sesat amal
perbuatannya di dunia ini, tetapi mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat
sebaik-baiknya." (QS al-Kahfi:103-104).
Ibn Manzur
dalam karyanya, Lisan Al-'Arab, menyebutkan kejahilan itu terdiri dari dua
jenis. Pertama, kejahilan ringan, yaitu kurangnya ilmu tentang apa yang
seharusnya diketahui, dan kedua, kejahilan berat, yaitu keyakinan salah yang
bertentangan dengan fakta, meyakini sesuatu yang berbeda dengan sesuatu itu
sendiri, atau melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda dengan yang
seharusnya. Hal seperti ini bukan lagi salah faham, tetapi fahamnya yang salah.
Kejahilan
ringan dapat dengan mudah diobati dengan pengajaran biasa ataupun pendidikan,
tetapi kejahilan berat yang terjadi di kalangan cendekiawan tidak mudah
diobati. Di zaman Nabi Muhammad saw, tantangan keras terhadap misi kenabian
justru datang dari para bangsawan dan cerdik pandai. Mereka pandai berhujjah
dan memutarbalikkan fakta kebenaran, sehingga mampu mempengaruhi masyarakat
luas. Ketika hujjah mereka sudah dipatahkan, mereka pun enggan mengikuti
kebenaran, karena berbagai kepentingan duniawi. Tidak ada niat sungguh-sungguh
untuk mencari kebenaran, karena memang niat awalnya untuk mengacau Kebenaran.
Kemungkaran
ilmu membutuhkan pemahaman yang rumit, karena itu para ulama kita dulu -disamping
menguasai dengan baik ajaran-ajaran Islam- juga menguasai dengan baik-baik
paham-paham atau ilmu-ilmu yang mungkar. Mereka bukan saja menulis tentang Islam,
tetapi juga menulis apa yang membahayakan atau menyerang Islam. Karena
memang antara haq dan bathil akan selalu terjadi konfrontasi. Ibnu Taymiyah,
misalnya, disamping menulis ratusan kitab di bidang aqidah, syariah, dan
akhlaq, beliau juga menulis tentang hal-hal yang bertentangan dengan Islam.
Beliau menulis kitab yang sangat tebal berjudul "Al-Jawab al-Shahih
liman Baddala Din al-Masih" (Jawaban yang Benar terhadap Orang Yang
Mengubah Agama al-Masih).
Maka, di
era globalisasi ini, seyogyanya para ulama dan cendekiawan Muslim juga memahami
paham-paham luar Islam yang berbahaya bila menghegemoni pemikiran umat islam, bukan
malah ikut menyebarkannya melalui lembaga-lembaga pendidikan Islam sendiri.
Akibat ketidak pahamannya terhadap paham-paham berbahaya yang berasal dari luar
Islam, tidak sedikit kalangan cendekiawan muslim yang tidak dapat melakukan
respon yang tepat akan hal tersebut.
Zaman ini
memang aneh, zaman dimana orang-orang yang diamanahi menjaga Islam -disadari
atau tidak- malah justru ikut menyerang Islam. Zaman dimana dari
lembaga-lembaga perguruan tinggi Islam, justru muncul orang-orang yang bekerja
untuk merobohkan Islam. Zaman dimana orang-orang yang belajar dan mengajar
ushuluddin justru menyelipkan ilmu-ilmu yang meragukan kebenaran Islam. Zaman
dimana begitu banyak yang belajar syariah tetapi justru akhirnya apatis
terhadap syariah. Inilah jenis korupsi yang sangat serius dan perlu mendapat perhatian
semua pihak. Kerancuan, kekacauan, dan kekeliruan dalam memahami ilmu, menjadi
pangkal kerancuan dan kehancuran satu peradaban. Maka jangan heran bila saat
ini kaum Muslim hanya marah ketika mendengar berita bahawa Al-Qur'an
dilelecehkan di denmark atau Guantanamo, tetapi tenang-tenang saja, ketika di
Indonesia sendiri muncul buku-buku atau artikel yang menghujat Al-Qur'an. Banyak
cendekiawan Muslim yang tidak merasa perlu untuk mengkaji masalah ini dengan
serius, dengan mengumpulkan semua literatur yang berkaitan dengan studi
Al-Qur'an. Malah bahkan tidak sedikit diantara kita yang membiarkan tokoh-tokoh
kita menyebarkan pemikiran yang keliru tentang Islam. Jadi, sekali lagi , jika
korupsi harta dijadikan masalah besar, maka seyogyanya, korupsi aqidah, korupsi
iman, korupsi konsep al-Quran, korupsi konsep etika dan hukum Islam, seharusnya
juga menjadi agenda serius. Wallohu A’lam bisshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar