Selasa, 25 September 2012

CORRUPTION OF KNOWLEDGE




Ust. Ach. Hefni Zain, S.Ag, MM

Hendaklah kalian menjalankan amar ma'ruf nahi munkar, atau Allah akan memberikan kekuasaan atasmu kepada orang-orang jahat diantara kamu, dan kemudian orang-
orang yang baik diantara kamu berdoa, lalu tidak dikabulkan doa mereka itu."
(HR al-Bazzar dan at-Thabrani) (al-Hadits)

Pendahaluan
Di negeri ini, tindak koruspsi sudah menggurita laksana lingkaran vampire yang menjangkiti hampir semua elemen masyarakat, mereka acapkali terlibat dalam proses saling menghisap dan saling melukai. Jika seseorang di peras dalam satu sektor kehidupan, maka yang bersangkutan akan membalas memeras pada sektor yang dia kuasai. Dari bawah ke atas, dari atas ke bawah, juga dari samping kesamping, saling menghisap dan saling memeras. Tidak sedikit para pejabat, mantan pejabat dan konglomerat yang sudah dijebloskan ke penjara untuk kasus korupsi. Tetapi lebih banyak lagi yang belum disentuh hukum, tak tersentuh hukum atau bahkan kebal hukum. Yang unik ada sebagian pihak yang melakukan korupsi sambil terus berkampanye melawan korupsi dan rajin berceramah tentang perlunya penegakan hukum.
Korupsi di Indonesia sudah sangat mengerikan, laporan Lembaga Transparansi Internasional yang diekspose di dunia internasional menyebutkan bahwa di tahun 2007 Indonesia masuk peringkat keenam negara terkorup dari 85 negara yang disurvei, setelah Nigeria, Tanzania, Honduras, Paraguay, dan Kamerun. Kemudian tahun 2009 Indonesia naik ke peringkat tiga dari 99 negara yang disurvei setelah Nigeria dan Kamerun. Tahun 2010 Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negera terkorup dari 102 negara yang disurvei, setelah Nigeria, sungguh sebuah prestasi yang memilukan dan memalukan kita semua sebagai anak bangsa.

Memerangi Kemungkaran Korupsi
Awalnya, semua yang menimbulkan kehancuran, dapat disebut korupsi, sebab kata korupsi, berasal dari bahasa Latin “corruptus--corrumpere” yang diartikan sebagai “break to pieces, destroy”. Namun pada perkembangannya istilah ini mengalami reduksi dan dibatasi dengan makna khusus hanya yang berkaitan dengan wacana hukum. Bila mengacu pada makna dasarnya, sebenarnya ada banyak jenis korupsi yang perlu diberantas, bukan hanya korupsi harta benda, misalnya  korupsi aqidah,  korupsi akhlaq, korupsi ilmu juga korupsi kebenaran. Dengan kata lain, jika korupsi harta menjadi masalah besar dan musuh bersama bagi bangsa ini, maka seyogyanya, korupsi aqidah, korupsi akhlaq dan korupsi kebenaran, seharusnya juga menjadi agenda serius. Jangan sampai masyarakat hanya menganggap korupsi harta yang harus diperangi, tetapi korupsi ilmu pengetahuan, pelacur intelektual, prostitusi dan penjahat kelamin malah dianggap wajar dan tidak berbahaya.
Prof. Muhammad Nuquib al-Attas dalam karyanya “Prolegomena to The Metaphysics of Islam”, menggunakan istilah “curruption of knowledge” untuk korupsi jenis terakhir. Ia menyebutkan tantangan utama kita sebetunya berawal dari korupsi jenis ini yang pada ujungnya mengakibatkan krisis kebenaran dan krisis akhlaq.
Bila korupsi diyakini sebagai kemungkaran, maka tugas kita semua untuk memeranginya. Rasul saw telah memperingatkan: "Tidaklah dari satu kaum berbuat kemungkaran, dan diantara mereka ada orang yang mampu untuk melawannya, tetapi dia tidak berbuat itu, melainkan hampir-hampir Allah meratakan mereka dengan azab dari sisi-Nya." (HR Abu Dawud).  Dalam riwayat yang lain Rasul saw bersabda ”Hendaklah kamu menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar, atau Allah akan memberikan kekuasaan atasmu kepada orang-orang jahat diantara kamu, dan kemudian orang-orang yang baik diantara kamu berdoa, lalu tidak dikabulkan doa mereka itu." (HR al-Bazzar dan at-Thabrani).
Hal pertama yang harus dilakukan dalam memerangi kemungkaran adalah memahami 'kemungkaran' itu sendiri, kemudian melakukan pemetaan dan skala prioritas, kemungkaran mana yang wajib diperangi terlebih dulu.
Saat ini begitu banyak kemungkaran di sekitar kita, melalui media televisi, sebagian kemungkaran telah menyelusup masuk ke kamar-kamar kita, tanpa permisi. Tentu saja, kemungkaran terbesar dalam pandangan Islam, adalah kemungkaran di bidang aqidah. Yakni, kemungkaran yang mengubah dasar-dasar Islam. Kemungkaran ini berawal dari korupsi ilmu pengetahuan menyangkut asas-asas pokok dalam Islam. Kemungkaran jenis ini jauh lebih dahsyat dari kemungkaran korupsi harta benda.
Dosa orang yang mengangap wajar korupsi adalah tidak kalah besarnya dari orang yang melakukan korupsi. Dosa orang yang mengingkari kewajiban salat, lebih besar daripada dosa orang yang meninggalkan salat karena malas, tetapi masih meyakini kewajiban salat. Dosa orang yang menjadi pelacur masih lebih ringan dibandingkan dengan orang yang mengkampanyekan paham, bahwa menjadi pelacur adalah tindakan mulia. Ini korupsi aqidah. Karena itu, adalah tindakan kemungkaran yang serius, ketika seorang mahasiswi di Yogyakarta menerbitkan buku berjudul "Tuhan, Ijinkan Aku Menjadi Pelacur". Buku itu memberikan legitimasi terhadap pelacuran dan free sex. Buku seperti ini membawa misi pengaburan antara yang haq dan yang bathil. Ironinya, ketika dibedah di kampusnya, banyak sekali mahasiswa yang mendukungnya. Buku-buku, tulisan-tulisan, atau ucapan-ucapan yang keliru yang disebarkan melalui media massa juga merupakan kemungkaran yang besar, lebih dari kemungkaran amal. Pornografi adalah mungkar, tetapi, pemikiran yang menyatakan bahwa pornografi adalah tindakan mulia, merupakan kemungkaran yang lebih besar. Tindakan mengabaikan ajaran al-Quran adalah mungkar, tetapi, penerbitan buku-buku dan artikel yang meragukan kesucian al-Qur'an adalah kemungkaran yang lebih besar.

Kemungkaran ilmu pengetahuan : kemungkaran serius
Kemungkaran ilmu merupakan kemungkaran yang serius dalam perspektif Islam. Sebab, jika ilmu salah, maka akan muncul ulama yang salah. Jika ulama salah, maka umara dan umat pun akan salah. Ilmu yang salah mengacaukan batas antara al-haq dan al-bathil. Orang yang bathil tidak menemukan jalan untuk bertaubat, sebab dia merasa apa yang dilakukannya adalah tindakan yang baik. Allah SWT berfirman, "Katakanlah, akankah Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi amal perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sesat amal perbuatannya di dunia ini, tetapi mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya." (QS al-Kahfi:103-104).
Ibn Manzur dalam karyanya, Lisan Al-'Arab, menyebutkan kejahilan itu terdiri dari dua jenis. Pertama, kejahilan ringan, yaitu kurangnya ilmu tentang apa yang seharusnya diketahui, dan kedua, kejahilan berat, yaitu keyakinan salah yang bertentangan dengan fakta, meyakini sesuatu yang berbeda dengan sesuatu itu sendiri, atau melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda dengan yang seharusnya. Hal seperti ini bukan lagi salah faham, tetapi fahamnya yang salah.
Kejahilan ringan dapat dengan mudah diobati dengan pengajaran biasa ataupun pendidikan, tetapi kejahilan berat yang terjadi di kalangan cendekiawan tidak mudah diobati. Di zaman Nabi Muhammad saw, tantangan keras terhadap misi kenabian justru datang dari para bangsawan dan cerdik pandai. Mereka pandai berhujjah dan memutarbalikkan fakta kebenaran, sehingga mampu mempengaruhi masyarakat luas. Ketika hujjah mereka sudah dipatahkan, mereka pun enggan mengikuti kebenaran, karena berbagai kepentingan duniawi. Tidak ada niat sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran, karena memang niat awalnya untuk mengacau Kebenaran.
Kemungkaran ilmu membutuhkan pemahaman yang rumit, karena itu para ulama kita dulu -disamping menguasai dengan baik ajaran-ajaran Islam- juga menguasai dengan baik-baik paham-paham atau ilmu-ilmu yang mungkar. Mereka bukan saja menulis tentang Islam, tetapi juga menulis apa yang membahayakan atau menyerang Islam. Karena memang antara haq dan bathil akan selalu terjadi konfrontasi. Ibnu Taymiyah, misalnya, disamping menulis ratusan kitab di bidang aqidah, syariah, dan akhlaq, beliau juga menulis tentang hal-hal yang bertentangan dengan Islam. Beliau menulis kitab yang sangat tebal berjudul "Al-Jawab al-Shahih liman Baddala Din al-Masih" (Jawaban yang Benar terhadap Orang Yang Mengubah Agama al-Masih).
Maka, di era globalisasi ini, seyogyanya para ulama dan cendekiawan Muslim juga memahami paham-paham luar Islam yang berbahaya bila menghegemoni pemikiran umat islam, bukan malah ikut menyebarkannya melalui lembaga-lembaga pendidikan Islam sendiri. Akibat ketidak pahamannya terhadap paham-paham berbahaya yang berasal dari luar Islam, tidak sedikit kalangan cendekiawan muslim yang tidak dapat melakukan respon yang tepat akan hal tersebut.
Zaman ini memang aneh, zaman dimana orang-orang yang diamanahi menjaga Islam -disadari atau tidak- malah justru ikut menyerang Islam. Zaman dimana dari lembaga-lembaga perguruan tinggi Islam, justru muncul orang-orang yang bekerja untuk merobohkan Islam. Zaman dimana orang-orang yang belajar dan mengajar ushuluddin justru menyelipkan ilmu-ilmu yang meragukan kebenaran Islam. Zaman dimana begitu banyak yang belajar syariah tetapi justru akhirnya apatis terhadap syariah. Inilah jenis korupsi yang sangat serius dan perlu mendapat perhatian semua pihak. Kerancuan, kekacauan, dan kekeliruan dalam memahami ilmu, menjadi pangkal kerancuan dan kehancuran satu peradaban. Maka jangan heran bila saat ini kaum Muslim hanya marah ketika mendengar berita bahawa Al-Qur'an dilelecehkan di denmark atau Guantanamo, tetapi tenang-tenang saja, ketika di Indonesia sendiri muncul buku-buku atau artikel yang menghujat Al-Qur'an. Banyak cendekiawan Muslim yang tidak merasa perlu untuk mengkaji masalah ini dengan serius, dengan mengumpulkan semua literatur yang berkaitan dengan studi Al-Qur'an. Malah bahkan tidak sedikit diantara kita yang membiarkan tokoh-tokoh kita menyebarkan pemikiran yang keliru tentang Islam. Jadi, sekali lagi , jika korupsi harta dijadikan masalah besar, maka seyogyanya, korupsi aqidah, korupsi iman, korupsi konsep al-Quran, korupsi konsep etika dan hukum Islam, seharusnya juga menjadi agenda serius. Wallohu A’lam bisshowab

Tidak ada komentar: