Ust.
Hefni Zain
*
Soal suap menyuap di negeri ini sepertinya telah dianggap lumrah dan menjadi
budaya yang mengakar kuat di hampir seluruh segmen kehidupan, mulai dari
tingkat yang paling atas hingga yang paling bawah, mulai yang paling besar
hingga yang paling sepele. Jangankan soal tender proyek yang bernilai milyaran
rupiah, soal bocah masuk TK atau soal ngurusi surat keterangan domisili ke
ketua RT saja yang nilainya tiga ribu
perak tak luput dari praktek maksiat ini. Modusnyapun bermacam-macam, termasuk
juga sebutannya, ada yang menyebut biaya
administrasi, biaya transport, ganti pulsa hingga yang tidak bernama.
Anehnya,
minoritas orang yang tidak mau melakukan budaya suap seperti diatas dalam
kehidupannya akan disebut aneh dan dianggap melawan arus oleh kebanyakan orang.
Seorang pejabat yang tidak mau menerima
suap atau tidak mau melakukan korupsi akan dianggap aneh oleh masyarakat yang
biasa korup. Seorang kyai yang tetap bertahan hidup sederhana juga akan
dianggap aneh oleh komunitas yang biasa hedonistik, Seorang tokoh Islam akan
dianggap aneh bila tidak ikut menyesatkan kelompok lain yang berbeda faham. Jadi pada budaya kita saat ini minoritas orang
yang masih waras akan dianggap aneh oleh komunitas masyarakat “yang sudah gila”. Inilah yang diprediksi Rasulullah saw lewat
sabdanya “fatuuba lil ghurabaa’ ” (berbahagialah orang-orang aneh atau
dianggap aneh)” Siapakah al-ghuraba’ ?, Menurut Rasul mereka adalah orang-orang
yang konsisten dan istiqomah menghidupkan sunnah Rasul, tatkala begitu banyak
manusia yang berupaya mematikannya.
Dan yang lebih lucu lagi, sebagian orang menganggap bukan hanya pejabat,
kyai, polisi, jaksa, hakim, guru, mucikari atau spesies manusia lainnya yang bisa
disuap, malaikatpun dianggapnya dapat disuap. Statemen ini sepertinya
mengada-ada, tetapi ketahuilah fakta inilah yang kita saksikan di lingkungan
kita hari-hari ini. Sebagai contoh
kecil, suatu ketika seorang mucikari yang kaya raya bertanya pada pengasuh
pesantren di ibu kota, Ustadz...! saya ini
penuh dosa dan bergelimang harta haram, bisakah dosa saja terhapus bila kami
sumbangkan sebagian harta saya pada
pesantren ini atau pada yatim piatu ?
Contoh serupa juga terjadi dikalangan sebagian kaum seleberitis, para
pejabat, broker politik, pengusaha hitam dan semacamnya yang superkaya, yang
ketika pulang kampung tampak alim, dermawan dan beramai-ramai bersedekah
kemana-mana, membantu pesantren, masjid dan royal pada anak yatim bahkan sering
bolak balik melakukan umrah dan haji, padahal uang yang didapat adalah hasil dari melacur, honor film porno
dan tari erotis yang mengundang syahwat, hasil mengkorupsi uang rakyat, hasil makelaran politik, hasil
“ngipas “ penguasa dan pengusaha, dan semacamnya. Mereka berasumsi bahwa seolah-olah sorga dapat
dibeli dan malaikat bisa disuap dengan uang haram –atau minimal- subhat dari harta kekayaan mereka.
Kwalitas dagelan itu kian tinggi
ketika mereka mengatakan “berbuat demikian itu adalah lebih baik
daripada tidak sama sekali". Karena itu, para pejabat sedikitpun tidak malu
mengeruk uang rakyat sebanyak-banyaknya, para artis tidak malu mempertontonkan “sitratul
muntahanya” sebebas-bebasnya, atau mereka dengan tanpa beban melakukan apapun
yang paling keji sekalipun, toh sebesar apapun dosa mereka akan dapat ditebus
dengan aksi “menyuap malaikat” dengan melakukan umrah, haji atau membangun
masjid-masjid, menyumbang pesantren atau menyantuni para yatim dan orang-orang
yang tidak mampu. Dan tingkat dagelan itu mencapai puncaknya ketika mereka seakan
tidak berhenti mengharap sorga dengan terus melakukan tindak maksiat.
**
Suatu hari
sayidina Ali bin Abi Tolib ra ditanya oleh seorang sahabat, “Ya Amirul
Mu’minin, mengapa do’a kami tidak diijabah ? Padahal Allah berfirman dalam Al qur’an,
“Ud’uuni astajiblakum” (berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku
perkenankan bagimu). Sayidina Ali
menjawab, “Sesungguhnya hatimu telah berkhianat kepada Allah dengan enam hal,
yakni :
- Engkau beriman kepada Allah, tetapi tidak melaksanakan kewajibanmu kepada-Nya, maka, tidak ada mamfaatnya keimananmu itu.
- Engkau mengatakan beriman kepada Rasul-Nya, tetapi engkau tidak melaksanakan sunnahnya.
- Engkau membaca Alqur’an, tetapi engkau tidak mengamalkannya.
- Engkau menginginkan syurga, tetapi setiap waktu engkau melakukan hal-hal yang dapat menjauhkanmu dari syurga, maka mana bukti keinginanmu itu?
- Setiap saat sengkau merasakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah, tetapi tetap engkau tidak bersyukur kepada-Nya.
- Engkau jadikan cacat atau kejelekkan orang lain di depan mata, tetapi kau sendiri orang yang sebenarnya lebih berhak dicela daripada dia.
Nah, bagaimana
mungkin do’amu diterima, padahal engkau telah menutup seluruh pintu dan jalan
do’a tersebut. Bertaqwalah kepada Allah, shalihkan amalmu, bersihkan batinmu,
dan lakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nanti Allah akan mengijabah do’amu itu.
Ketika
Sayyidina Ali membaca ”Wamaa anfaqtum min syai in fahuwa yukhlifuhuu, wahuwa
khairun raaziqin" (Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah
akan menggantinya dan Dialah pemberi rizki yang sebaik-baiknya), (QS. Saba [34]
: 39). Lalu beliau menjelaskan : Akan kukabarkan kepadamu, Insya Allah
seandainya engkau menta’ati Allah atas apa yang diperintahkan-Nya kepadamu,
maka Allah akan mengijabah do'amu. Adapun engkau berinfak tetapi tidak melihat
hasilnya, itu karena harta yang engkau infakkan berasal dari harta yang tidak
halal, atau hatimu tidak ihlas, Jika engkau mencari harta yang halal, kemudian
engkau infakkan harta itu di jalan yang benar, maka tidaklah infak satu
dirhampun, niscaya Allah menggantinya dengan yang lebih banyak.
Pernyataan
Sayyidina Ali diatas menegaskan bahwa Allah swt hanya dapat didekati oleh hati
yang suci, amal yang suci, harta yang suci dan proses yang suci. Para malaikat
tidaklah dapat disuap dan sorga tidaklah dapat dibeli , apalagi dengan uang
haram. Disebutkan dalam alqur’an ”Akan datang suatu hari, dimana tidak
bermanfaat lagi harta dan anak-anak. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah
dengan hati yang bersih." (QS. Asy-Syu'araa': 88-89). Dalam sebuah hadits
juga ditegaskan harta kita akan dimintai pertanggung jawaban dalam dua hal, yakni dari mana atau dengan
cara apa diperoleh dan untuk untuk apa dipergunakan (HR. at-Tirmidzi dari Abu
Barzah ra).
Sebagian pihak
yang beramal untuk mendapatkan sorga dengan menyuap malaikat dan membeli sorga
lebih-lebih dengan uang haram, bukan saja tidak digubris oleh Allah, melaikan juga
akan dikecam, karena telah melecehkan Allah dan para malaikat yang dianggapnya materialistik
dan dapat disuap dengan harta benda.
Dalam hadits
qudsi malah ekstrim dikatakan bahwa orang yang mengandalkan amal sholehpun tidak layak memperoleh anugerah Allah, sebab
anugerah Allah memang tidak dapat dibeli dengan apapun, apalagi dengan uang
hasil maksiat, anugerah Allah hanya dapat diperoleh dengan kesucian, keridlaan,
cinta dan tawakkal, yakni orang yang senang dan ridlo dengan segala keputusan
Allah, karena ia senang terhadap apapun yang menjadi keputusan Allah terhadap
dirinya, menyebabkan Allah swt juga senang kepadanya, bila dirinya ridlo pada
Allah, maka Allahpun ridlo kepadanya.
Memang sandungan pertama dalam perjalanan menuju kesucian
adalah bangga dengan diri sendiri, kita merasa sudah banyak beramal dan karena itu merasa berhak untuk memperoleh
segala anugerah Allah, dengan hanya sering memberi angpao ke pesantren
atau bolak balik umroh, kita merasa telah berhak mendapatkan pertolongan Allah,
seakan kita menganggap Allah berkewajiban melayani kita. Ketika pertolongan Allah tidak segera datang,
kita marah kepadaNya sambil berkata “ Apa belum cukup semua pengorbanan yang
telah aku berikan ? Dalam QS. Al Mudatsir ayat 6 Allah swt berfirman “Janganlah
kamu memberi dan menganggap pemberianmu sudah banyak”.
Secara
batiniyah, merasa telah berbuat banyak pada Allah, akan menyebabkan tirai gelap
yang menutup karunia Allah, sebab ia telah mengendalkan amalnya dan meremehkan
pemberian Allah, itu artinya, ia sebenarnya masih berkutat dengan dirinya
sendiri, ia tidak berjalan menuju Allah, ia hanya berputar putar disekitar
egonya sendiri, ia tidak mencari ridlo Allah, ia mengejar ridlo dirinya
sendiri.
Rasululloh saw mengajarkan doa “Tuhanku, ampunanMu
lebih aku harapkan dari amalku, kasihMu jauh lebih luas dari dosaku, jika
dosaku besar disisiMu, ampunanMu jauh lebih besar dari dosa dosaku. Jika aku
tidak berhak untuk meraih kasihMu. KasihMulah yang pantas untuk mencapaiku dan
meliputiku, sebab kasih sayangMu meliputi segala sesuatu”.
***
Lihatlah !, bila sekelas Rasululloh saja masih tidak berani mengandalkan
amalnya, apalagi kita, sungguh kita ini menggelikan, sudah merasa cukup beramal
hanya karena sering menyumbang ke yayasan yatim piatu, dan yang lebih gila
lagi, bila kita menganggap malaikat dapat disuap dan sorga dapat debeli,
termasuk dengan menggunakan uang haram.
Nampaknya, lakon-lakon menggelikan seperti diatas masih akan terus
berlangsung di negeri ini dan bahkan tingkat kelucuannya semakin tinggi. Setelah
sebelumnya, sulit dibedakan antara penegak hukum dan pelanggar hukum, antara
pejabat dan penjahat, antara porno dan estetika, antara kyai dan politikus,
antara wakil rakyat dan perampok rakyat, kini dagelan itu wilayahnya semakin
meluas, bukan saja para pejabat, polisi, jaksa, hakim, guru (yang masih
manusia) yang kita suap, jin, iblis,
bahkan malaikatpun kita suap juga.
Suap oh suap, kau memang mahluk Tuhan yang paling sexy...... !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar