Rabu, 26 September 2012

MALAIKATPUN DISUAP




Ust. Hefni Zain

*
Soal suap menyuap di negeri ini sepertinya telah dianggap lumrah dan menjadi budaya yang mengakar kuat di hampir seluruh segmen kehidupan, mulai dari tingkat yang paling atas hingga yang paling bawah, mulai yang paling besar hingga yang paling sepele. Jangankan soal tender proyek yang bernilai milyaran rupiah, soal bocah masuk TK atau soal ngurusi surat keterangan domisili ke ketua  RT saja yang nilainya tiga ribu perak tak luput dari praktek maksiat ini. Modusnyapun bermacam-macam, termasuk juga sebutannya, ada yang menyebut  biaya administrasi, biaya transport, ganti pulsa hingga yang tidak bernama.  
Anehnya, minoritas orang yang tidak mau melakukan budaya suap seperti diatas dalam kehidupannya akan disebut aneh dan dianggap melawan arus oleh kebanyakan orang.  Seorang pejabat yang tidak mau menerima suap atau tidak mau melakukan korupsi akan dianggap aneh oleh masyarakat yang biasa korup. Seorang kyai yang tetap bertahan hidup sederhana juga akan dianggap aneh oleh komunitas yang biasa hedonistik, Seorang tokoh Islam akan dianggap aneh bila tidak ikut menyesatkan kelompok lain yang berbeda faham.  Jadi pada budaya kita saat ini minoritas orang yang masih waras akan dianggap aneh oleh komunitas masyarakat  “yang sudah gila”.  Inilah yang diprediksi Rasulullah saw lewat sabdanya “fatuuba lil ghurabaa’ ” (berbahagialah orang-orang aneh atau dianggap aneh)” Siapakah al-ghuraba’ ?, Menurut Rasul mereka adalah orang-orang yang konsisten dan istiqomah menghidupkan sunnah Rasul, tatkala begitu banyak manusia yang berupaya mematikannya.
Dan yang lebih lucu lagi, sebagian orang menganggap bukan hanya pejabat, kyai, polisi, jaksa, hakim, guru, mucikari atau spesies manusia lainnya yang bisa disuap, malaikatpun dianggapnya dapat disuap. Statemen ini sepertinya mengada-ada, tetapi ketahuilah fakta inilah yang kita saksikan di lingkungan kita hari-hari ini.  Sebagai contoh kecil, suatu ketika seorang mucikari yang kaya raya bertanya pada pengasuh pesantren di ibu kota,  Ustadz...! saya ini penuh dosa dan bergelimang harta haram, bisakah dosa saja terhapus bila kami sumbangkan  sebagian harta saya pada pesantren ini atau pada yatim  piatu ?
Contoh serupa juga terjadi dikalangan sebagian kaum seleberitis, para pejabat, broker politik, pengusaha hitam dan semacamnya yang superkaya, yang ketika pulang kampung tampak alim, dermawan dan beramai-ramai bersedekah kemana-mana, membantu pesantren, masjid dan royal pada anak yatim bahkan sering bolak balik melakukan umrah dan haji, padahal uang yang didapat  adalah hasil dari melacur, honor film porno dan tari erotis yang mengundang syahwat, hasil mengkorupsi uang  rakyat, hasil makelaran politik, hasil “ngipas “ penguasa dan pengusaha, dan semacamnya.  Mereka berasumsi bahwa seolah-olah sorga dapat dibeli dan malaikat bisa disuap dengan uang haram –atau minimal- subhat  dari harta kekayaan  mereka.
Kwalitas dagelan itu kian tinggi  ketika mereka mengatakan “berbuat demikian itu adalah lebih baik daripada tidak sama sekali". Karena itu, para pejabat sedikitpun tidak malu mengeruk uang rakyat sebanyak-banyaknya, para artis tidak malu mempertontonkan “sitratul muntahanya” sebebas-bebasnya, atau mereka dengan tanpa beban melakukan apapun yang paling keji sekalipun, toh sebesar apapun dosa mereka akan dapat ditebus dengan aksi “menyuap malaikat” dengan melakukan umrah, haji atau membangun masjid-masjid, menyumbang pesantren atau menyantuni para yatim dan orang-orang yang tidak mampu. Dan tingkat dagelan itu mencapai puncaknya ketika mereka seakan tidak berhenti mengharap sorga dengan terus melakukan tindak maksiat.

**
Suatu hari sayidina Ali bin Abi Tolib ra ditanya oleh seorang sahabat, “Ya Amirul Mu’minin, mengapa do’a kami tidak diijabah ? Padahal Allah berfirman dalam Al qur’an, “Ud’uuni astajiblakum” (berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu).   Sayidina Ali menjawab, “Sesungguhnya hatimu telah berkhianat kepada Allah dengan enam hal, yakni :

  1. Engkau beriman kepada Allah, tetapi tidak melaksanakan kewajibanmu kepada-Nya, maka, tidak ada mamfaatnya keimananmu itu.
  2. Engkau mengatakan beriman kepada Rasul-Nya, tetapi engkau tidak melaksanakan sunnahnya.
  3. Engkau membaca Alqur’an, tetapi engkau tidak mengamalkannya.
  4. Engkau menginginkan syurga, tetapi setiap waktu engkau melakukan hal-hal yang dapat menjauhkanmu dari syurga, maka mana bukti keinginanmu itu?
  5. Setiap saat sengkau merasakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah, tetapi tetap engkau tidak bersyukur kepada-Nya.
  6. Engkau jadikan cacat atau kejelekkan orang lain di depan mata, tetapi kau sendiri orang yang sebenarnya lebih berhak dicela daripada dia.

Nah, bagaimana mungkin do’amu diterima, padahal engkau telah menutup seluruh pintu dan jalan do’a tersebut. Bertaqwalah kepada Allah, shalihkan amalmu, bersihkan batinmu, dan lakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nanti Allah akan mengijabah do’amu itu.
Ketika Sayyidina Ali membaca ”Wamaa anfaqtum min syai in fahuwa yukhlifuhuu, wahuwa khairun raaziqin" (Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rizki yang sebaik-baiknya), (QS. Saba [34] : 39). Lalu beliau menjelaskan : Akan kukabarkan kepadamu, Insya Allah seandainya engkau menta’ati Allah atas apa yang diperintahkan-Nya kepadamu, maka Allah akan mengijabah do'amu. Adapun engkau berinfak tetapi tidak melihat hasilnya, itu karena harta yang engkau infakkan berasal dari harta yang tidak halal, atau hatimu tidak ihlas, Jika engkau mencari harta yang halal, kemudian engkau infakkan harta itu di jalan yang benar, maka tidaklah infak satu dirhampun, niscaya Allah menggantinya dengan yang lebih banyak.
Pernyataan Sayyidina Ali diatas menegaskan bahwa Allah swt hanya dapat didekati oleh hati yang suci, amal yang suci, harta yang suci dan proses yang suci. Para malaikat tidaklah dapat disuap dan sorga tidaklah dapat dibeli , apalagi dengan uang haram. Disebutkan dalam alqur’an ”Akan datang suatu hari, dimana tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (QS. Asy-Syu'araa': 88-89). Dalam sebuah hadits juga ditegaskan harta kita akan dimintai pertanggung jawaban  dalam dua hal, yakni dari mana atau dengan cara apa diperoleh dan untuk untuk apa dipergunakan (HR. at-Tirmidzi dari Abu Barzah ra).
Sebagian pihak yang beramal untuk mendapatkan sorga dengan menyuap malaikat dan membeli sorga lebih-lebih dengan uang haram, bukan saja tidak digubris oleh Allah, melaikan juga akan dikecam, karena telah melecehkan Allah dan para malaikat yang dianggapnya materialistik dan dapat disuap dengan harta benda.
Dalam hadits qudsi malah ekstrim dikatakan bahwa orang yang mengandalkan amal sholehpun  tidak layak memperoleh anugerah Allah, sebab anugerah Allah memang tidak dapat dibeli dengan apapun, apalagi dengan uang hasil maksiat, anugerah Allah hanya dapat diperoleh dengan kesucian, keridlaan, cinta dan tawakkal, yakni orang yang senang dan ridlo dengan segala keputusan Allah, karena ia senang terhadap apapun yang menjadi keputusan Allah terhadap dirinya, menyebabkan Allah swt juga senang kepadanya, bila dirinya ridlo pada Allah, maka Allahpun  ridlo kepadanya.
Memang sandungan pertama dalam perjalanan menuju kesucian adalah bangga dengan diri sendiri, kita merasa sudah banyak beramal  dan karena itu merasa berhak untuk memperoleh segala anugerah Allah, dengan hanya sering memberi angpao ke pesantren atau bolak balik umroh, kita merasa telah berhak mendapatkan pertolongan Allah, seakan kita menganggap Allah berkewajiban melayani kita.  Ketika pertolongan Allah tidak segera datang, kita marah kepadaNya sambil berkata “ Apa belum cukup semua pengorbanan yang telah aku berikan ? Dalam QS. Al Mudatsir ayat 6 Allah swt berfirman “Janganlah kamu memberi dan menganggap pemberianmu sudah banyak”. 
Secara batiniyah, merasa telah berbuat banyak pada Allah, akan menyebabkan tirai gelap yang menutup karunia Allah, sebab ia telah mengendalkan amalnya dan meremehkan pemberian Allah, itu artinya, ia sebenarnya masih berkutat dengan dirinya sendiri, ia tidak berjalan menuju Allah, ia hanya berputar putar disekitar egonya sendiri, ia tidak mencari ridlo Allah, ia mengejar ridlo dirinya sendiri.
Rasululloh saw mengajarkan doa “Tuhanku, ampunanMu lebih aku harapkan dari amalku, kasihMu jauh lebih luas dari dosaku, jika dosaku besar disisiMu, ampunanMu jauh lebih besar dari dosa dosaku. Jika aku tidak berhak untuk meraih kasihMu. KasihMulah yang pantas untuk mencapaiku dan meliputiku, sebab kasih sayangMu meliputi segala sesuatu”.

***
Lihatlah !, bila sekelas Rasululloh saja masih tidak berani mengandalkan amalnya, apalagi kita, sungguh kita ini menggelikan, sudah merasa cukup beramal hanya karena sering menyumbang ke yayasan yatim piatu, dan yang lebih gila lagi, bila kita menganggap malaikat dapat disuap dan sorga dapat debeli, termasuk dengan menggunakan uang haram.
Nampaknya, lakon-lakon menggelikan seperti diatas masih akan terus berlangsung di negeri ini dan bahkan tingkat kelucuannya semakin tinggi. Setelah sebelumnya, sulit dibedakan antara penegak hukum dan pelanggar hukum, antara pejabat dan penjahat, antara porno dan estetika, antara kyai dan politikus, antara wakil rakyat dan perampok rakyat, kini dagelan itu wilayahnya semakin meluas, bukan saja para pejabat, polisi, jaksa, hakim, guru (yang masih manusia) yang kita suap,  jin, iblis, bahkan malaikatpun  kita suap juga. 
Suap oh suap, kau memang mahluk Tuhan yang paling sexy...... !

Tidak ada komentar: