Selasa, 16 April 2013

AWAS.....PENYAKIT KITA SUDAH STADIUM AKHIR



Ust. Hefni Zain, S.Ag, MM

Di bulan agustus 2006, pada kesempatan Presidential Lecture, di istana negara Susilo Bambang Yudhoyono pernah menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah diluar control karena terlalu besar dan menggurita hampir di semua institusi, baik ekskutif, legislatif maupun yudikatif. Pernyataan diatas mengisyaratkan bahwa bangsa ini tengah mengidap penyakit (terutama : batin) yang kronis dan bersifat massif,  dan hingga kini belum ditemukan cara efektif untuk menyembuhkannya.  Ironisnya, penyakit itu telah menyebar luas menjangkiti hampir seluruh sendi bangsa ini. Mulai lembaga politik, hukum, perpajakan, pendidikan, pemerintahan dan bahkan di kementerian agama dan lembaga peradilan, orang-orangnya telah terinveksi penyakit psikologis akibat persaiangan dan perburuan atas mahluk paling sexy yang bernama harta dan tahta, persaingan itu kemudian secara evolutif membentuk gaya hidup bahkan menjadi budaya yang dilumrahkan.
Dalam konteks penyakit fisik, menurut data Human Development Index tahun 2011, Indonesia menempati peringkat ke 112 dari 175 negara berpenyakit, persis dibawah nagera  Somalia, tetapi dalam konteks penyakit psikis Indonesia ditengarai lebih dahsyat dari penyakit fisiknya. Yang aneh, dalam kondisi demikian, semuanya orang di negeri ini merasa tidak berpenyakit kendati indikatornya sudah sangat jelas. Memang  dokter tidak dapat mendiagnosis penyakit  jenis ini, tetapi publik sangat jelas melihatnya, sebab penyakit sejenis itu tidak saja menodorong penderita berkelakuan tidak beres, tetapi lebih jauh akan mempengaruhi nasib atau menyakitkan orang banyak. Beberapa pihak menuding aspek pendidikan bertanggung jawab terhadap mewabahnya berbagai penyakit bathin kronis di negeri ini.
Dalam sebuah konferensi yang dihadiri  puluhan pakar dan guru besar di USA, Prof. Dr. Benjamin E.Mays, seorang rektor pada Morehouse Collage Gorgia mengeluarkan statemen  mengejutkan,  Dia mengatakan bahwa lembaga pendidikan modern saat ini hanya menghasilkan manusia  yang berpenyakit, lebih banyak melahirkan orang- orang pandai, tapi kian sulit melahirkan orang-orang jujur, manusia yang bernalar tinggi tetapi berhati kering, Bagi Benjamin peradaban dunia saat ini bukan lagi membutuhkan pengetahuan,  sebab pengetahuan sudah banyak kita miliki, yang mendesak bagi  peradaban global adalah sesuatu yang spiritual (some thing spiritual), sebab jika mencetak manusia yang berfikir saja, tak ubahnya dengan  binatang yang bercacat (I’homme qui medite est un animal deprave)
Manusia adalah semacam radio dua band. Bila satu potensi dikembangkan luar biasa sedangkan potensi yang lain diabaikan, maka dia akan menjadi mahluk yang bermata satu. Seorang pejabat akan melihat kemelaratan rakyat jelata sebagai angka angka yang dapat dikalikan dengan satuan biaya  dan menghasilkan komodity dan proyek miliyaran rupiah, tetapi ia tidak mampu memaknai butir-butir air mata kepedihan dibalik mata-mata yang cekung dan derita kemelaratan disela sela tulang rusuk yang mencuat. Seorang praktisi hukum dengan cepat mengetahui pasal mana yang dapat dipakai untuk memenangkan perkara, tetapi buta dengan isyarat keadilan sehingga  kliennya berubah menjadi mesin ATM atau sapi perahan.
Kalau bagi Thomas Marton , dalam bukunya “Mysticism in the Nuclier Age” kita tidak bisa menyelamatkan dunia hanya dengan sebuah sistem,  maka tentu saja kita juga tidak bisa memperbaiki karakter bangsa ini tanpa orang-orang suci dan jujur. Tidak ada satu sistem, teori atau metode yang dapat mengeluarkan kita dari kegelapan ini, kita memerlukan orang-orang suci yang dengan sinar ruhaniyahnya memancarkan cahaya untuk menerangi kegelapan. Jadi dunia sekarang lebih memerlukan kehadiran satu manusia suci dari pada seribu manusia nalar.
Dari spektrum diatas, maka mendesak untuk merancang model pendidikan berbasis ketaqwaan dan kejujuran yang menekankan pada peserta didik kesucian dengan cara mengambil jarak dengan nafsu. Dari model pendidikan yang semacam itu diharapkan dapat menjadi program vaksinasi mondial yang dapat memperkuat manusia Indonesia dengan berbagai vitamin batin. Seperti latihan sabar, jujur, sederhana, pemaaf, menahan marah, positif thinking. Ini semacam program pendidikan peragihan ruhani, guna menyiapkan batin agar punya kekebalan terhadap berbagai bentuk penyakit.  Tujuan utamanya adalah mencetak out put manusia taqwa, yakni manusia tawadu’,  qonaah,  wara’ dan  yaqin. Dengan tawadu’  penyakit angkuh, arogan, congkak, riya’ sombong, ujub, takabbur akan hilang.   Dengan Qona’ah  penyakit rakus dan serakah akan hilang.    Dengan wara’ penyakit  sikut kiri kanan akan hilang.    Dan dengan  yaqin,  penyakit  psimistis, rendah diri dan ragu-ragu akan wes se wes se wes bablas  penyakitnya.......  

Tidak ada komentar: