Jumat, 05 April 2013

PADAMU NEGERI KAMI BERJANJI



Ust.Hefni Zain

Dalam perspektif masyarakat Indonesia yang berkultur ketimuran, pemimpin yang baik bukanlah yang berdiri di tabung kaca melainkan yang mengalir didalam denyut nadi rakyatnya sebagai pusat energi yang menciptakan gelombang metabolisme rohani rakyatnya, pemimpin yang baik bukanlah ditakuti bawahannya melainkan dicintainya serta mampu membuat yang dipimpin memiliki kesadaran mendalam untuk memimpin dirinya masing-masing. Karena itu salah satu indikator prilaku pemimpin yang baik adalah bukan saja yang melakukan open house atau open SMS untuk menyerap keluhan, harapan, tuntutan dan aspirasi murni masyarakatnya, tetapi juga yang membuka hati (open  heart) seluas-luasnya bagi rakyatnya, yang dengan itu akan terjadi silatur ruh atau sambung batin yang kuat antara  hati sang pemimpin dengan hati rakyatnya sehingga ia merasakan apa yang dirasakan rakyatnya dan begitu pula sebaliknya, termasuk dalam konteks ini pemimpin yang baik adalah mereka yang merasa legowo bila dikritik, diingatkan atau bahkan d unjuk rasa oleh rakyatnya sebagai wujud  apresiasi cinta demi kemakmuran bersama.
Sesungguhnya semangat kepemimpinan seperti diatas, sejak awal telah bersemi di sebagian founding fathers negeri ini, itu terbukti dengan diciptakannya lagu padamu negeri yang biasa mengiringi setiap acara pelantikan seorang pemimpin. Mari kita simak kembali dalam-dalam lirik lagu ini   ”Padamu negeri kami berjanji, padamu negeri kami mengabdi, padamu negeri kami berbakti, bagimu negeri jiwa raga kami”. Lirik lagu tersebut sejajar dengan padamu rakyat kami berjanji, padamu rakyat kami mengabdi, padamu rakyat kami berbakti, bagimu rakyat jiwa raga kami”.
Iqrar tersebut sesungguhnya didasarkan pada filosofi bahwa bagi pemimpin pro rakyat, tiada yang lebih diutamakan selain melayani rakyatnya, baginya makna terdalam dari hidupnya adalah menyatukan dirinya dengan ibu pertiwi, maka bagi pemimpin yang baik, hanya rakyatnya yang penting, yang utama, yang ujung dari segala ujung tujuan kepemimpinannya. Karenanya pekerjaan utama pemimpin jenis ini adalah meninggikan,  menempatkan dan mendahulukan kehendak rakyatnya diatas segalanya, bahkan ia akan rela melakukan atau mengorbankn apa saja demi rakyat kemakmuran rakyat  yang dicintainya.
Saya kira rakyat Indonesia sudah cukup lama menderita, mereka lebih sering diatasnamakan daripada diberdayakan, lebih sering digagahi daripada digugahi, lebih sering dimanfaatkan daripada berbuat untuk rakyat sesuatu yang bermanfaat. Maka tidak mungkin rakyat dapat belajar hidup sederhana kalau para pemimpinnya berlomba mengejar kemewahan, tidak mungkin rakyat dapat hidup sejahtera bila para pemimpinnya tidak menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai orientasi kepemimpinannya. Intinya, untuk mendapatkan kepercayaan rakyatnya, seorang pemimpin mesti menunjukkan keteladanan, kearifan, ketinggian akhlak dan kelembutan hati, juga berprilaku jujur, hidup sederhana dan jauh dari berbagai bentuk kemewahan.
Memang tidak mudah menjadi pimimpinan yang memimpin dengan cinta, sebab salah satu persyaratannya dia hanya berfikir what can I do for you, hidupnya ditegakkan diatas “giving” dan  bukan “taking”, Maka, sungguh berdusta pemimpin yang mengaku memimpin dengan cinta, ketika dirinya masih mendahulukan kehendaknya diatas kehendak rakyaknya atau lebih suka menuntut dari pada memberi,  bila demikian adanya,  ia bukan memimpin dengan cinta melainkan hanya mengatas namakannya saja. Pemimpin pro rakyat bukan hanya lantang bicara tentang rakyat, melainkan berkorban untuk kemakmuran rakyatnya, karena itu jangan pernah berharap melihat bulan bila tak mau melihat malam, maka kecintaan seseorang kepada rakyat yang disebabkan oleh faktor kegunaannya semata sejatinya bukanlah cinta rakyat, melainkan manefestasi egoisme yang dikemas atas nama cinta rakyat.  
Sesungguhnya memilih model kepemimpinan  apapun adalah sah salama yang bersangkutan konsisten terhadap nilai-nilai moral, seperti kejujuran, amanah dan kesederhanaan. Bagaimana mungkin rakyat percaya, kalau pemimpoin malah dipimpin ? penegak hukum malah melanggar hukum?, pemberantas korupsi malah melakukan korupsi ?  pejuang moral malah bertindak amoral?. Mereka meneriakkan pengentasan kemiskinan disaat mereka sendiri melakukan pemiskinan terhadap orang-miskin. Jadi jangan salah sangka, rakyat bukan membenci model atau gaya kepemimpinan anda, yang dibenci rakyat adalah penyamun yang berjubah kesholehan.
Ketahuilah, memang  baik menjadi orang penting, tetapi lebih penting menjadi orang baik, dan bukan besarnya pekerjaan yang akan memuliakan kita, tetapi besarnya dampak dari apapun yang kita kerjakan bagi kebaikan orang lain. 

Tidak ada komentar: