Ust.Hefni Zain
Dalam perspektif
masyarakat Indonesia yang berkultur ketimuran, pemimpin yang baik bukanlah yang
berdiri di tabung kaca melainkan yang mengalir didalam denyut nadi rakyatnya
sebagai pusat energi yang menciptakan gelombang metabolisme rohani rakyatnya,
pemimpin yang baik bukanlah ditakuti bawahannya melainkan dicintainya serta
mampu membuat yang dipimpin memiliki kesadaran mendalam untuk memimpin dirinya
masing-masing. Karena itu salah satu indikator prilaku pemimpin yang baik
adalah bukan saja yang melakukan open house atau open SMS untuk
menyerap keluhan, harapan, tuntutan dan aspirasi murni masyarakatnya, tetapi
juga yang membuka hati (open heart)
seluas-luasnya bagi rakyatnya, yang dengan itu akan terjadi silatur ruh atau
sambung batin yang kuat antara hati sang
pemimpin dengan hati rakyatnya sehingga ia merasakan apa yang dirasakan
rakyatnya dan begitu pula sebaliknya, termasuk dalam konteks ini pemimpin yang
baik adalah mereka yang merasa legowo bila dikritik, diingatkan atau bahkan d unjuk
rasa oleh rakyatnya sebagai wujud apresiasi cinta demi kemakmuran bersama.
Sesungguhnya
semangat kepemimpinan seperti diatas, sejak awal telah bersemi di sebagian founding
fathers negeri ini, itu terbukti dengan diciptakannya lagu padamu negeri
yang biasa mengiringi setiap acara pelantikan seorang pemimpin. Mari kita simak
kembali dalam-dalam lirik lagu ini ”Padamu
negeri kami berjanji, padamu negeri kami mengabdi, padamu negeri kami berbakti,
bagimu negeri jiwa raga kami”. Lirik lagu tersebut sejajar dengan padamu rakyat
kami berjanji, padamu rakyat kami mengabdi, padamu rakyat kami berbakti, bagimu
rakyat jiwa raga kami”.
Iqrar
tersebut sesungguhnya didasarkan pada filosofi bahwa bagi pemimpin pro rakyat,
tiada yang lebih diutamakan selain melayani rakyatnya, baginya makna terdalam
dari hidupnya adalah menyatukan dirinya dengan ibu pertiwi, maka bagi pemimpin yang
baik, hanya rakyatnya yang penting, yang utama, yang ujung dari segala ujung
tujuan kepemimpinannya. Karenanya pekerjaan utama pemimpin jenis ini adalah
meninggikan, menempatkan dan
mendahulukan kehendak rakyatnya diatas segalanya, bahkan ia akan rela melakukan
atau mengorbankn apa saja demi rakyat kemakmuran rakyat yang dicintainya.
Saya kira
rakyat Indonesia sudah cukup lama menderita, mereka lebih sering diatasnamakan
daripada diberdayakan, lebih sering digagahi daripada digugahi, lebih sering
dimanfaatkan daripada berbuat untuk rakyat sesuatu yang bermanfaat. Maka tidak
mungkin rakyat dapat belajar hidup sederhana kalau para pemimpinnya berlomba
mengejar kemewahan, tidak mungkin rakyat dapat hidup sejahtera bila para
pemimpinnya tidak menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai orientasi
kepemimpinannya. Intinya, untuk mendapatkan kepercayaan rakyatnya, seorang
pemimpin mesti menunjukkan keteladanan, kearifan, ketinggian akhlak dan
kelembutan hati, juga berprilaku jujur, hidup sederhana dan jauh dari berbagai
bentuk kemewahan.
Memang tidak mudah menjadi pimimpinan yang memimpin dengan cinta, sebab
salah satu persyaratannya dia hanya berfikir what can I do for you,
hidupnya ditegakkan diatas “giving” dan
bukan “taking”, Maka, sungguh berdusta pemimpin yang mengaku memimpin
dengan cinta, ketika dirinya masih mendahulukan kehendaknya diatas kehendak
rakyaknya atau lebih suka menuntut dari pada memberi, bila demikian adanya, ia bukan memimpin dengan cinta melainkan
hanya mengatas namakannya saja. Pemimpin pro rakyat bukan hanya lantang bicara tentang
rakyat, melainkan berkorban untuk kemakmuran rakyatnya, karena itu jangan
pernah berharap melihat bulan bila tak mau melihat malam, maka kecintaan
seseorang kepada rakyat yang disebabkan oleh faktor kegunaannya semata
sejatinya bukanlah cinta rakyat, melainkan manefestasi egoisme yang dikemas
atas nama cinta rakyat.
Sesungguhnya
memilih model kepemimpinan apapun adalah sah
salama yang bersangkutan konsisten terhadap nilai-nilai moral, seperti
kejujuran, amanah dan kesederhanaan. Bagaimana mungkin rakyat percaya, kalau pemimpoin
malah dipimpin ? penegak hukum malah melanggar hukum?, pemberantas korupsi
malah melakukan korupsi ? pejuang moral
malah bertindak amoral?. Mereka meneriakkan pengentasan kemiskinan disaat
mereka sendiri melakukan pemiskinan terhadap orang-miskin. Jadi jangan salah
sangka, rakyat bukan membenci model atau gaya kepemimpinan anda, yang
dibenci rakyat adalah penyamun yang berjubah kesholehan.
Ketahuilah,
memang baik menjadi orang penting,
tetapi lebih penting menjadi orang baik, dan bukan besarnya pekerjaan yang akan
memuliakan kita, tetapi besarnya dampak dari apapun yang kita kerjakan bagi
kebaikan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar