Jumat, 05 April 2013

MENATA KOTA MEMBANGUN DESA MENUJU MASYARAKAT MARHAMAH



Jember merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang dikenal sangat religius karena memiliki jumlah pesantren yang jauh lebih banyak dari jumlah desa dan kelurahannya, bahkan kota yang berbasis santri dan kyai ini dalam langgam historisnya telah melahirkan banyak sekali tokoh Islam, ulama karismatik atau bahkan waliyulloh, sebut saja misalnya : Mbah Siddiq  Talangsari, KH Abd Hamid Talangsari (kemudian menetap di Pasuruan), KH Abdul Aziz Tempurejo, Habib Sholeh Al-Hamid Tanggul dan Mbah Nur Kemuning Pakis yang tausiahnya menjadi panutan kuat masyarakat, tidak saja di Jember dan daerah tapal kuda tetapi juga di Jawa Timur.
Sebagai kota religius, pembangunan masyarakat Jember mesti menggunakan pendekatan agama, salah satunya ialah dengan mengoptimalkan budaya silaturrahiem, itulah sebabnya even Bulan Berkunjung Jember (BBJ) untuk tahun ini mengambil thema “BBJ sebagai ajang silaturrahiem”.  Yang dimaksud dengan silaturrahiem disini  adalah menyambung apa yang terputus sebagaimana ditegaskan  Nabi saw “Laysal muwashil bil mukafi’ walakin al muwashil ‘an tashil man qatha’ak, oleh karena itu syarat utama silaturrahiem adalah menyambung kembali tali batin antara penguasa dan rakyatnya, juga antara wakil rakyat dan yang diwakilinya yang selama ini  ”mungkin” terputus.
Hanya dengan itulah akan terwujud kehidupan masyarakat jember yang marhamah, yakni kehidupan yang didalamnya bercucuran kasih sayang, dimanapun mereka berinteraksi disitu muncul kehangatan senyum ramah., kehidupan yang didalamnya tumbuh solidaritas kebersamaan dan kekeluargaan dalam menyelesaikan soal-soal kemanusiaan melampaui sekat sekat primordial., kehidupan yang didalamnya ada etos saling menolong dengan “sungguh sungguh menolong”, yakni menolong tanpa tujuan apapun selain menolong itu sendiri, bukan menolong demi interess konsesif yang menyandera nasib orang yang ditolongnya, bukan mengutangi jasa orang lain untuk mengikat kebebasan orang yang diutangi tersebut.
Membangun budaya silaturrahiem penting diwujudkan kepada seluruh rakyat Jember karena mereka sesungguhnya sangat mendambakan pola relasi yang saling menentramkan. Kendati pengembangan budaya silaturrahiem tidak semudah yang kita bayangkan, tetapi ia mesti dipilih sebagai jalan menerobos ke sisi terdalam dari pola hubungan kemanusiaan sejati, sebab  rakyat Jember sudah muak dengan pola relasi kompetitif dimana yang berkembang adalah sikap kasar dan agresif bahkan tak jarang mengorbankan perasaan kemanusiaan yang paling luhung sekalipun untuk memperoleh ambisinya walau harus saling menjatuhkan satu sama lain. Dengan silaturrahiem, mereka yang selama bertegur sapa basa-basi penuh kepalsuan akan kembali menikmati senyum ramah penuh ketulusan, mereka yang selama ini menjadi orang asing yang seakan tidak saling kenal kendati dekat, kini kembali menjalin kasih yang tulus. Dengan silaturrahiem mereka akan belajar saling menyapa dan saling memberi, setelah sebelumnya saling bersaing, saling menuntut, saling mengambil dan saling mengalahkan.
Dengan silaturrahiem akan menyebar semangat ukuwah, dengan ukuwah akan mengalir kasih sayang, dengan kasih sayang akan tertutup kecemburuan dan dengki, yang tersisa adalah saling pengertian dan toleransi. Tetapi tentu saja pengembangan budaya silaturrahiem mesti berbasis cinta dan harus dimulai dari para pemimpinnya, sebab orang biasa dapat mencintai orang lain tanpa memimpin mereka, sedangkan seorang pemimpin tidak bisa memimpin orang lain tanpa mencintai mereka, seorang pemimpin bila mau sukses harus mencintai rakyatnya sehingga ia di cintai oleh rakyat yang dipimpimnya.
Untuk mendapatkan cinta dan kepercayaan rakyatnya, seorang pemimpin mesti memiliki keteladanan, kearifan, kejujuran dan ketinggian akhlak, sebab pemimpin yang baik bukan berdiri di tabung kaca, melainkan mengalir didalam darah rakyatnya sebagai pusat energi yang menciptakan gelombang metabolisme rohani rakyatnya, karena itu pemimpin yang baik bukan yang enjoy mempunyai pembisik yang selalu membenarkan tindakannya, tetapi yang selalu berkata benar dihadapannya.
Peminpin yang baik tidak sekedar open house atau open SMS untuk menyerap aspirasi murni rakyatnya, yang lebih diperlukan adalah open heart, yang dengan itu akan terjadi sambung bathin yang kuat antara peminpin dengan rakyatnya, maka seorang pemimpin mesti membuka hati untuk dikritik, di ingatkan bahkan  di demo, itu semua bentuk apresiasi cinta demi kemakmuran bersama. Sudah saatnya para pejabat belajar banyak, sebab rakyat telah mengalami banyak.  Pemimpin yang baik adalah yang menunjukkan  bukti dan bukan mengobral janji, ia menggunakan kekuasaan untuk memberdayakan rakyat, bukan mempedaya rakyat untuk menegakkan kekuasaan, baginya kejujuran lebih utama dari memperoleh kekuasaan, bukan demi kekuasaan, lalu menghalalkan segala cara.  Pemimpin yang baik hanya berfikir what can I do for you, hidupnya ditegakkan diatas “giving”  bukan “taking”, karena itu ia tidak berharap apapun bagi dirinya dari Jember kecuali kesejahteran rakyat Jember.
Alhasil, hanya dengan silaturrahiem rakyat Jember marhamah dapat terwujud, hanya dengan masyarakat marhamah, persaudaraan sejati di Jember  dapat terbentuk, dan hanya dengan persaudaraan sejati  kehidupan yang damai di Jember dapat dicapai. 
Tugas kita hari ini adalah mereaktualisasi pesona marhamah dalam kehidupan ummat yang berdiri tegak diatas sikap jujur dan kasih sayang terhadap sesama, sehingga permusuhan berubah menjadi persaudaraan dan sikap saling mencela akan berganti menjadi sikap saling mencinta.  Semoga iqrar cinta orang nomor satu di Jember itu  bukan hanya janji, sebab yang dibutuhkan rakyat adalah bukti.

Tidak ada komentar: