Jember merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang
dikenal sangat religius karena memiliki jumlah pesantren yang jauh lebih banyak
dari jumlah desa dan kelurahannya, bahkan kota yang berbasis santri dan kyai
ini dalam langgam historisnya telah melahirkan banyak sekali tokoh Islam, ulama karismatik atau bahkan
waliyulloh, sebut saja misalnya : Mbah Siddiq Talangsari, KH Abd Hamid Talangsari (kemudian
menetap di Pasuruan), KH Abdul Aziz Tempurejo, Habib Sholeh Al-Hamid Tanggul dan
Mbah Nur Kemuning Pakis yang tausiahnya
menjadi panutan kuat masyarakat, tidak saja di Jember dan daerah tapal kuda
tetapi juga di Jawa Timur.
Sebagai kota religius, pembangunan masyarakat Jember
mesti menggunakan pendekatan agama, salah satunya ialah dengan mengoptimalkan
budaya silaturrahiem, itulah sebabnya even Bulan Berkunjung Jember (BBJ) untuk
tahun ini mengambil thema “BBJ sebagai ajang silaturrahiem”. Yang dimaksud dengan silaturrahiem disini adalah menyambung apa yang terputus sebagaimana ditegaskan Nabi saw “Laysal
muwashil bil mukafi’ walakin al muwashil ‘an tashil man qatha’ak, oleh
karena itu syarat utama silaturrahiem adalah menyambung kembali tali batin
antara penguasa dan rakyatnya, juga antara wakil rakyat dan yang diwakilinya
yang selama ini ”mungkin” terputus.
Hanya dengan itulah akan terwujud kehidupan
masyarakat jember yang marhamah, yakni kehidupan yang didalamnya bercucuran kasih sayang,
dimanapun mereka berinteraksi disitu muncul kehangatan senyum ramah., kehidupan
yang didalamnya tumbuh solidaritas kebersamaan dan kekeluargaan dalam
menyelesaikan soal-soal kemanusiaan melampaui sekat sekat primordial., kehidupan
yang didalamnya ada etos saling menolong dengan “sungguh sungguh menolong”,
yakni menolong tanpa tujuan apapun selain menolong itu sendiri, bukan menolong
demi interess konsesif yang menyandera nasib orang yang ditolongnya, bukan
mengutangi jasa orang lain untuk mengikat kebebasan orang yang diutangi
tersebut.
Membangun
budaya silaturrahiem penting diwujudkan kepada seluruh rakyat Jember karena
mereka sesungguhnya sangat mendambakan pola relasi yang saling menentramkan. Kendati pengembangan budaya silaturrahiem
tidak semudah yang kita bayangkan, tetapi ia mesti dipilih sebagai jalan
menerobos ke sisi terdalam dari pola hubungan kemanusiaan sejati, sebab rakyat Jember sudah muak dengan pola relasi kompetitif
dimana yang berkembang adalah sikap kasar dan agresif bahkan tak jarang
mengorbankan perasaan kemanusiaan yang paling luhung sekalipun untuk memperoleh
ambisinya walau harus saling menjatuhkan satu sama lain. Dengan silaturrahiem,
mereka yang selama bertegur sapa basa-basi penuh kepalsuan akan kembali menikmati
senyum ramah penuh ketulusan, mereka yang selama ini menjadi orang asing yang
seakan tidak saling kenal kendati dekat, kini kembali menjalin kasih yang
tulus. Dengan silaturrahiem mereka akan belajar saling menyapa dan saling
memberi, setelah sebelumnya saling bersaing, saling menuntut, saling mengambil
dan saling mengalahkan.
Dengan silaturrahiem akan menyebar semangat ukuwah, dengan
ukuwah akan mengalir kasih sayang, dengan kasih sayang akan tertutup
kecemburuan dan dengki, yang tersisa adalah saling pengertian dan toleransi. Tetapi
tentu saja pengembangan budaya silaturrahiem mesti
berbasis cinta dan harus dimulai dari para
pemimpinnya, sebab orang biasa dapat mencintai orang lain tanpa memimpin
mereka, sedangkan seorang pemimpin tidak bisa memimpin orang lain tanpa
mencintai mereka, seorang pemimpin bila mau sukses harus mencintai rakyatnya
sehingga ia di cintai oleh rakyat yang dipimpimnya.
Untuk mendapatkan cinta dan kepercayaan rakyatnya,
seorang pemimpin mesti memiliki keteladanan, kearifan, kejujuran dan ketinggian
akhlak, sebab pemimpin yang baik bukan berdiri di tabung kaca, melainkan
mengalir didalam darah rakyatnya sebagai pusat energi yang menciptakan
gelombang metabolisme rohani rakyatnya, karena itu pemimpin yang baik bukan
yang enjoy mempunyai pembisik yang selalu membenarkan tindakannya, tetapi yang
selalu berkata benar dihadapannya.
Peminpin yang baik tidak sekedar open house atau open
SMS untuk menyerap aspirasi murni rakyatnya, yang lebih diperlukan adalah open
heart, yang dengan itu akan terjadi sambung bathin yang kuat antara
peminpin dengan rakyatnya, maka seorang pemimpin mesti membuka hati untuk
dikritik, di ingatkan bahkan di demo, itu semua bentuk apresiasi cinta demi
kemakmuran bersama. Sudah saatnya para pejabat belajar banyak, sebab
rakyat telah mengalami banyak. Pemimpin
yang baik adalah yang menunjukkan bukti
dan bukan mengobral janji, ia menggunakan kekuasaan untuk memberdayakan rakyat,
bukan mempedaya rakyat untuk menegakkan kekuasaan, baginya kejujuran lebih
utama dari memperoleh kekuasaan, bukan demi kekuasaan, lalu menghalalkan segala
cara. Pemimpin yang baik hanya berfikir what
can I do for you, hidupnya ditegakkan diatas “giving” bukan “taking”, karena itu ia tidak
berharap apapun bagi dirinya dari Jember kecuali kesejahteran rakyat Jember.
Alhasil,
hanya dengan silaturrahiem rakyat Jember marhamah dapat terwujud, hanya dengan
masyarakat marhamah, persaudaraan sejati di Jember dapat terbentuk, dan hanya dengan persaudaraan
sejati kehidupan yang damai di Jember
dapat dicapai.
Tugas
kita hari ini adalah mereaktualisasi pesona marhamah dalam kehidupan ummat yang
berdiri tegak diatas sikap jujur dan kasih sayang terhadap sesama, sehingga
permusuhan berubah menjadi persaudaraan dan sikap saling mencela akan berganti
menjadi sikap saling mencinta. Semoga iqrar cinta orang nomor satu di
Jember itu bukan hanya janji, sebab yang
dibutuhkan rakyat adalah bukti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar