Senin, 29 April 2013

PERLU FAKULTAS KETAQWAAN JURUSAN KEJUJURAN



Ujian Nasional tingkat Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah menengah pertama, berikuit pernik-perniknya  telah berakhir. Sebagaimana dirilis oleh beberapa media, dibanding tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan ujian kali ini juah lebih buruk.
Unas bukan hanya memakan ongkos material yang besar, tetapi juga biaya immaterial, berupa kecemasan, kecurangan, mental nigatif dan ketidak jujuran. Dari sisi  biaya ujian ini menelan dana hingga trilyun rupiah lebih. Dari sisi pihak yang terlibat, selain perguruan tinggi juga ada aparat keamanan dari kepolisian di seluruh Indonesia. Belum lagi beban psikis para pengelola di sekolah. Ada guru yang teledor tidak mengisi berita acara kecurangan harus berurusan dengan pihak keamanan, bahkan diancam  pidana. Andai saja pihak penyelenggara di sekolah bisa dipercaya sehingga ujian benar-benar memberikan hasil yang objektif, maka keterlibatan perguruan tinggi dan lebih-lebih aparat kepolisian,  sama sekali tidak diperlukan.  Kenyataannya, kendati pengawasn sudah begitu ketat semangat guru untuk ‘membantu’ siswanya masih saja terjadi. Di benak guru mungkin terlintas beban yang berat jika sampai ada anak didiknya yang tidak lulus, apalagi penyebabnya adalah mata pelajaran yang dia ajarkan. Secara psikologis, ini akan menjadi beban berat.
Kegiatan yang murni akademik ini kemudian menjadi polemik berkepanjangan di kalangan para praktisi, pakar, dan pengelola pendidikan sejak beberapa tahun terakhir. Pasalnya, kendati banyak pihak menghendaki ujian nasional ditiadakan, pemerintah tetap berpendirian menyelenggarakan ujian nasional dengan beberapa alasan. Salah satunya adalah untuk mengukur tingkat kemampuan rata-rata anak secara nasional sebagai bahan kebijakan pembangunan nasional lebih lanjut. Yang kontra  beranggapan bahwa ujian nasional tidak memberi kesempatan kepada para pengelola pendidikan, terutama guru untuk mengevaluasi sendiri hasil didikannya.  Selain itu, dengan ujian nasional sepertinya guru tidak begitu dipercaya oleh pemerintah, lebih-lebih ketika pemerintah meminta  perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia untuk terlibat dalam pengawasan ujian dan distribusi sosial.
Dampak langsung dari ujian nasional adalah banyak sekolah yang tidak siap menyelenggarakan ujian nasional sehingga angka ketidaklulusan tinggi. Akibatnya, sekolah yang demikian tidak memperoleh kepercayaan masyarakat, sehingga dari tahun ke tahun jumlah muridnya berkurang, hingga akhirnya tutup.  Tidak sedikit sekolah yang mengalami nasib harus tutup karena tidak ada murid yang mendaftar, terutama sekolah-sekolah yang dikelola masyarakat.  Masyarakat sendiri yang akan menilai kelayakan apakah sebuah satuan pendidikan bermutu atau tidak. Karena itu, ujian nasional menjadi peringatan bagi setiap pengelola satuan pendidikan untuk selalu berupaya meningkatkan mutu pendidikannya, tidak melalui praktik kecurangan saat ujian dengan memberikan jawaban soal kepada siswa dan membocorkan naskah ujian, tetapi melalui proses belajar mengajar yang baik.
Sayangnya, ujian nasional dua tahun terakhir semangat ‘curang’ tersebut masih tampak, sehingga keterlibatan perguruan tinggi dan aparat kemananan masih diperlukan. Saya berharap suatu saat ujian nasional tidak diperlukan lagi, sehingga para penyelenggara pendidikan merasa hak-haknya dihargai. Mereka bisa mengajar dan menilai sendiri hasil pengajarannya. Dengan ujian sendiri, keterlibatan perguruan tinggi dan aparat keamanan tidak diperlukan lagi. Namun, syaratnya adalah semua penyelenggara pendidikan berlaku jujur dalam menilai anak didik, sehingga diperoleh hasil seobjektif mungkin yang bisa dipakai untuk mengukur standar hasil belajar secara nasional.
Sekolah harus menjadi institusi pengembang nilai-nilai kejujuran, kebenaran dan kearifan. Ini semua dimulai dari perilaku para pendidiknya. Bagaimana mungkin sekolah berharap anak didiknya menjadi pribadi jujur, sementara pendidiknya sendiri tidak memberikan tauladan kejujuran?. Karena itu, selama kejujuran belum bisa didapatkan di sekolah, selama itu pula  kepercayaan masyarakat belum diperoleh. Dan, untuk itu harus dibayar mahal. Saya kira perguruan tinggi perlu membuka fakultas ketaqwaan jurusan kejujuran.....

Tidak ada komentar: